Mitos Seks Yang Menyesatkan

Marriage / 10 February 2011

Kalangan Sendiri

Mitos Seks Yang Menyesatkan

Lestari99 Official Writer
5137

Budaya dan trend saat ini telah menawarkan tiga kebohongan tentang seks pada kita. Pertama, kenikmatan dan kesenangan adalah tujuan tertinggi dari seks. Kedua, gairah dapat ditingkatkan dengan variasi. Dan ketiga, kebebasan seksual berarti bebas melakukan apa yang saya mau kapanpun juga. Mitos-mitos ini telah menciptakan satu budaya hasrat seksual yang tidak pernah terpuaskan. Kita berada pada situasi yang sama saat Paulus menggambarkan tentang mereka yang hidup terpisah dari Tuhan, “Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.” Bagaimana tiga mitos ini dapat mempengaruhi keserakahan akan seks yang selalu menginginkan lebih?

Kenikmatan

Bila benar bahwa kenikmatan dan kesenangan semata yang menjadi tujuan utama dalam seks, maka tujuan dari seks adalah untuk mendapatkan orgasme. Berdasarkan alasan ini, maka orgasme sendiri merupakan makna dari seks. Penyimpangan logika seperti inilah yang menjadi latar belakang mengapa banyak pasangan, saat mereka berkencan, dengan cepat saling bercumbu dan melakukan hubungan seks. Namun hal itu lama-kelamaan akan terasa membosankan. Setiap level baru dari kenikmatan seksual akan berhenti dalam satu titik, hanya untuk kemudian digantikan dengan hal lainnya yang terbukti akan membosankan pada akhirnya. Membuat kenikmatan menjadi tujuan kita akan menjamin bahwa kita tidak akan pernah mencapai tujuan tersebut.

Gairah

Kebohongan bahwa gairah diciptakan dan dipertahankan dengan frekuensi aktivitas seksual dan variasi hubungan adalah jauh berbeda dengan kebenaran yang dialami dalam seks yang kudus. Gairah secara alamiah akan muncul dan semakin meningkat melalui komitmen, saling melayani satu sama lain, dan mencari kesejahteraan dari pasangan Anda. Usaha untuk meningkatkan variasi dalam kehidupan seks beberapa pasangan mungkin dapat mengatasi kebosanan untuk sementara, tapi tidak dapat menciptakan atau memperdalam gairah pasangan tersebut. Gairah yang sejati dibangun bukan dari usaha untuk mengejar lebih banyak variasi, namun dari kenikmatan-kenikmatan kecil yang timbul dari kebersamaan.

Kebebasan

Kebebasan seksual telah banyak disalah mengerti sebagai seks tanpa batas. Dengan demikian kebebasan seks telah diartikan secara salah dan egois, "melakukan apa yang saya mau kapanpun saya inginkan". Jauh dari meningkatkan kenikmatan seks, pendekatan ini hanya akan membuat kita menjadi malas. Gagasan yang salah tentang kebebasan seks ini meningkatkan kebutuhan dan hasrat pribadi seseorang, dan menjadikan seks sebagai urusan satu pihak. Daripada membuat kita dan pasangan kita bersama-sama menikmati kebebasan seksual yang telah menjadi hak kita dan pasangan dalam pernikahan, gagasan tersebut menghasilkan hubungan seksual yang berfokus pada diri sendiri, cenderung menuntut pemuasan salah satu pasangan dibanding hubungan itu sendiri. Kebebasan yang sejati dialami saat pasangan suami istri (keduanya) menikmati seks dalam rambu-rambu saling menghormati kebutuhan dan preferensi satu sama lain. Dalam seks yang kudus, kita menikmati kebebasan untuk melayani pasangan kita, bukan ijin untuk mengeksploitasi pasangan kita.

Kenikmatan, variasi, gairah, dan kesenangan bukan merupakan tujuan dari seks, namun merupakan hasil sampingan dari kehidupan cinta yang menghormati Tuhan, saling menyayangi dan menghargai, dan hubungan yang dewasa. Tujuan sebenarnya dari seks adalah kudus, kesatuan yang indah. Pemenuhan seks dapat menjadi hasil dari kebebasan sejati yang datang sebagai satu pemberian dari Tuhan yang penuh kasih.

Sumber : boundless
Halaman :
1

Ikuti Kami