Seorang Ayah yang Mendidik Anaknya Seperti Tentara

Family / 26 April 2010

Kalangan Sendiri

Seorang Ayah yang Mendidik Anaknya Seperti Tentara

Budhi Marpaung Official Writer
12866

Kalpen yang adalah seorang tentara, mendidik anak-anaknya seperti layaknya seorang prajurit. Ia menerapkan disiplin ala militer kepada anak-anaknya yang pada waktu itu masih kecil.

Bagi Kalpen, kedisiplinan adalah nomor satu yang harus ditegakkan di dalam keluarganya. Oleh karena itu, dia tidak segan-segan memberikan hukuman kepada anak-anaknya yang tidak menghargai waktu.

Roni, putera dari Kalpen mengatakan bahwa papanya adalah seorang pribadi yang sangat keras. Bahkan, karena sikap keras papanya tersebut, sempat timbul penyesalan di dalam dirinya, "mengapa dia harus memiliki papa seperti papanya sekarang?" Roni tidak menemukan figur ayah di dalam diri papanya saat ini.

Ariance, istri dari Kalpen mengatakan bahwa apa yang ditunjukkan Kalpen kepada anak-anaknya yang selalu bersikap keras bukanlah tindakan seorang suami yang benar.

"Suami kan harusnya penyayang ya, pelindung sama anak, pengayom dalam rumah tangga. Kok malah kelakuannya seperti itu," ujar Ariance.  

Kalpen tidak hanya hanya menunjukkan sikap keras kepada anak-anaknya melalui kata-kata saja. Sabuk dan kayu dapat berbicara apabila dirinya sedang marah. Jika sudah begitu, istrinya pun akhirnya menghalang-halangi perbuatan Kalpen. Ariance tidak tega melihat seorang anak diperlakukan seperti itu apalagi anak tersebut anak yang telah susah payah dilahirkannya ke dunia ini. Namun, itu tidak pernah membuat Kalpen untuk berhenti bersikap kasar kepada anak-anaknya.  

Perlakuan keras dari sang papa kembali Roni terima dimana hal itu membuat hatinya semakin terluka.

"Pernah suatu hari,  waktu itu saya sedang mencari ikan di got-got tidak mengenal waktu. Namanya juga anak kecil ya. Pada saat kembali di rumah, saya diikat lalu dipukuli," ungkap Roni.

"Dulu mereka sering saya seret, termasuk yang perempuan juga. keras. Ingin memperlakukan mereka seperti tentara. Seolah-olah ada rasa kepuasan kalau saya menghajar mereka, memukuli mereka. Tidak pernah kebayang kalau pada akhirnya resiko atau akibat yang saya lakukan, tidak ada," aku Kalpen.   

Tidak hanya Roni dan adik-adiknya yang merasakan sikap keras Kalpen, Ariance, sang istri pun diperlakukan hal yang sama. Kata-kata kasar kerap kali dikeluarkan oleh suaminya terhadapnya apabila dia sedang berbicara dengan ibu-ibu sekitar komplek rumahnya. Hal tersebut kerap kali membuat hatinya kesal bukan kepalang dan akhirnya menjadi sakit hati. 

Kalpen menceritakan bagaimana bahwa sebenarnya dia dari sebelum menikah sudah keras hanya tidak terlalu terlihat. Namun, setelah diterima menjadi tentara, karakter kerasnya itu semakin nampak. Apalagi setelah dirinya berkeluarga.  Kalpen akhirnya menemukan pelampiasan sikap kerasnya, yakni kepada istri dan anaknya.

Kekerasan demi kekerasan yang dilakukan Kalpen rupanya bentuk pelampiasan dari masa lalunya yang pahit.

Pada saat dirinya masih berusia sangat muda, Kalpen sudah harus mencari uang untuk memenuhi keperluannya sendiri, yakni dengan menjual pasir. Dirinya sudah merasakan bagaimana susahnya mendapatkan uang pada masa itu. Hanya keringat dan airmata saja yang dapat menjadi saksi perjuangan hidupnya di masa tersebut.

Tidak ada masa kecil yang bahagia yang bisa Kalpen nikmati bahkan ayahnya sendiri tega menyuruh Kalpen makan makanan yang tidak seharusnya dia makan. Apabila dirinya ayahnya sedang bermain kelereng maka kelereng itulah yang akan menjadi santapan makanannya.

Hati Kalpen ketika itu menjerit melihat dia dan saudaranya alami. Namun, dia tidak dapat berbuat banyak.

Dalam salah satu kesempatan, Kalpen dan saudara laki-lakinya sempat dimasukkan ke dalam karung dan ditaburi kelapa yang habis diparut oleh ayahnya tersebut. Hal itu dibuat ayah Kalpen agar mereka berdua dikerumuni oleh semut dan membuat jera keduanya. Tapi, beruntung bagi kedua adik kakak ini karena mereka diselamatkan oleh Opa yang dikenal dengan mereka. 

Perlakuan masa kecil dari orang tuanya membuat Kalpen akhirnya munculkan rasa dendam. Dendam masa lalunya ini membuat Kalpen menjadi ayah yang beringas dan tanpa dia sadari, perlakuannya itu membuat anaknya menaruh dendam kepadanya.

"Saya akan membalas papa saya mungkin dengan pukulan juga, dengan tendangan. Saya bentak-bentak,"kamu dulu giniin saya waktu ya masih kecil, sekarang saya harus giniin kamu. Mungkin seperti itu sebagai kata kasarnya" ujar Roni.

Karena sikap keras Kalpen, setiap hari, rumah sudah seperti neraka bagi keluarganya. Sampai suatu hari ada seorang teman yang mengajaknya untuk ikut suatu kamp pria.

Di dalam kamp pria ini, Kalpen merasakan Tuhan bekerja dalam hidupnya. Tuhan menunjukkan kepadanya akan segala dosa yang dilakukannya terhadap istri dan anak-anaknya. Dirinya tidak kuasa menahan aliran Tuhan tersebut dan akhirnya dirinya pun mengalami pemulihan dari Tuhan Yesus sendiri. Pada saat proses pemulihan itulah, dirinya mengambil komitmen untuk melepaskan masa lalunya dan meninggalkannya di belakang.

Di kamp pria tersebut, Kalpen menyerahkan hidupnya bagi Tuhan. Dirinya begitu bersyukur karena Tuhan menyertai keluarganya. Walaupun di waktu-waktu lalu, dia bersikap kasar, tetapi Tuhan tetap menjaga anaknya tetap sehat dan kuat.

Selepas dari acara tersebut, Kaplen pulang dengan sebuah rasa damai yang belum pernah dirasakan selama hidupnya. Sesampainya di rumah, ketika pintu dibuka, dirinya langsung memeluk istri dan anak-anaknya. Di hadapan istri dan anak-anaknya, dia mengungkapkan betapa dia merasa bersalah atas perbuatannya di masa lalu dan meminta mereka untuk mau memaafkan dirinya.

Melihat kesungguhan yang ditunjukkan oleh sang suami, Ariance pun menerima permintaan maaf tersebut. Begitupun dengan anak-anaknya.

Ariance mengungkapkan betapa bahagia dirinya melihat apa yang dilakukan Tuhan terhadap suaminya. Ia melihat bagaimana Tuhan memakai kamp pria tersebut menjadi alat perubahan diri Kalpen, suami tercintanya.

Sang anak, Roni, pun tidak ketinggalan untuk mengucapkan rasa syukurnya kepada Tuhan atas perubahan di dalam diri papanya. Roni sudah dapat melihat figur ayah dalam diri papanya saat ini.

Kalpen mengatakan bahwa waktunya Tuhan itu adalah indah sekalipun itu tidak dimengerti olehnya. Bahkan dirinya sekarang baru menyadari bahwa sikap keras yang ditunjukkan kepada anak-anaknya di masa lampau telah melukai hati mereka,  walaupun sebenarnya anak-anaknya telah memaafkan dirinya dan tidak mempersoalkan itu lagi.

"Dibandingkan dengan pengetahuan sekarang kalo cara mendidik anak itu ternyata harus dengan begitu bijak. Tapi, saya tidak berkecil hati karena saya menemukan jawaban pada masa tua saya. Sekalipun mereka saya perlakukan begini, namun pada akhirnya anak-anak saya mampu memaafkan saya dan menerima saya sebagai seorang ayah. Mereka sangat menyayangi saya sekarang," kata Kalpen mengakhiri kesaksiannya. (Kisah ini ditayangkan 26 April 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel)

Sumber Kesaksian:
Kalpen S.
Sumber : V090717131629
Halaman :
1

Ikuti Kami