Teladan Positif dan Negatif

Parenting / 22 July 2009

Kalangan Sendiri

Teladan Positif dan Negatif

Puji Astuti Official Writer
3527

Anak adalah cerminan orangtuanya, mau diakui atau tidak, hal tersebut adalah fakta. Sebagian besar yang anak-anak pelajari tidak berasal dari apa yang orangtua katakan ketika mengajar anaknya, namun sebagian besar anak-anak belajar dari teladan orangtuanya.

Cara orangtua bereaksi terhadap keadaan merupakan sebuah keteladanan yang akan membentuk cetak biru (blue print) bagi anak dalam bereaksi. Bagaimana orangtua bertindak, merasa dan perpikir akan terefleksi kepada anak-anaknya. Seorang anak tidak lagi menyaring apakah teladan orangtuanya itu baik atau buruk karena anak itu seperti sebuah spons yang akan menyerap setiap tindakan orangtuanya.

Untuk itu orangtua harus memberikan sebuah keteladanan positif yang akan menjadi dasar kehidupan bagi anak-anaknya. Hal-hal tersebut seperti dibawah ini:

Citra diri yang benar

Anak-anak sangat mahir dalam mempelajari tanda-tanda terhalus  dari kebiasaan orangtuanya. Mereka tahu apakah orangtuanya berjuang untuk maju - mencoba menjadi nomor satu - mereka memperhatikannya.

Jika Anda sebagai orangtua berjuang membayar kartu kredit setiap bulannya untuk barang-barang yang Anda beli supaya terlihat sukses, mereka akan memperhatikannya.

Jangan sampai Anda meneladankan citra diri yang salah pada anak-anak Anda. Buatlah anak-anak Anda meneladani bagaimana Anda menaruh rasa aman Anda pada Tuhan, bukannya pada penampilan Anda. Buatlah dia menyadari bahwa Anda memiliki keyakinan yang kuat bahwa apapun yang terjadi dalam hidup Anda, pribadi Anda berharga dan mulia. Hal tersebut tidak dipengaruhi oleh penampilan dan prestasi Anda.

Tidak ada yang salah dengan menjadi nomor satu, memiliki barang-barang bagus, dan berpenampilan menarik. Namun buat anak Anda mengerti melalui keteladanan Anda bahwa hal tersebut bukanlah segala-galanya dan bukanlah ukuran keberhargaan yang sesungguhnya, karena nilai seseorang sebenarnya adalah berdasarkan apa kata Tuhan sang pencipta manusia, bukan dari penilaian dan pandangan orang lain.

Komentar yang benar

Kondisi seringkali menempatkan kita seperti sebagai korban, dan pengakuan yang kita katakan sering menyiratkan hal tersebut. Orangtua sering merasa terpuruk, merasa tidak di cintai atau tidak dihargai karena hasil kerjanya tidak diperhatikan oleh pimpinannya. Ketika berkomentar tentang hal itu dirumah, hal tersebut membuat sang anak melihat bahwa seseorang dicintai dan dihargai berdasarkan apa yang dilakukannya, bukan karena dirinya apa adanya.

Ketika orangtua mencela dirinya sendiri atau mengumpat dirinya sendiri, hal itu dengan cepat diserap oleh anak-anak bahwa hal itu adalah sesuatu yang wajar dan pantas, pada hal sebagai orangtua kita tahu bahwa hal itu buruk dan hanya membuat semangat meredup.

Hindarilah mencela diri sendiri saat sesuatu yang Anda harapkan tidak terjadi. Sebagai contoh Anda bisa berkata seperti ini:

"Tuhan, saya benar-benar berharap promosi itu. Tetapi setidaknya saya tahu bahwa saya sudah melakukan yang terbaik, dan semua kesulitan ini adalah sesuatu yang wajar. Saya yakin ada hal baik lainnya yang akan datang. Untuk itu saya akan lakukan yang terbaik yang dapat saya lakukan."

Bukankah komentar tersebut akan baik bagi Anda sendiri dan juga anak-anak Anda yang mendengarnya, dari pada Anda berkomentar seperti ini :

"Saya tahu harusnya saya mengirim hadiah ulang tahun yang lebih mahal kepada atasan saya. Dasar idiot...!! Pantas Cindy yang dapat promosi dan bukannya saya.."

Ekspresi emosi yang benar

Sebagai orangtua, seringkali kita menyembunyikan emosi yang kita rasakan, tanpa kita sadari kita sudah mengirim sinyal bahwa sebagai orang dewasa kita tidak boleh memperlihatkan emosi kita.

Ketika seorang ayah memarahi anak laki-lakinya karena sering menangis dan menganggapnya cengeng, orangtua menyatakan bahwa seorang pria itu tidak boleh menangis dan menampakkan emosinya. Akhirnya, bersama berjalannya waktu, anak-anak belajar untuk mengubur dan  membunuh emosi yang dirasakannya. Hal ini mengakibatkan dua hal, pertama membentuk suatu kepalsuan, mereka menyembunyikan siapa diri mereka sesungguhnya dibalik topeng-topeng emosi yang sudah di stel untuk selalu tampil baik-baik saja. Dan kedua, hal ini membuat anak-anak menganggap bahwa komunikasi internal yang ada melalui emosi mereka terhadap kejadian yang eksternal yang diluar kendali mereka adalah sesuatu yang salah dan harus diabaikan.

Untuk itu, orangtua harus mencoba untuk mengekspresikan emosinya dengan cara yang benar, tanpa menekan atau menghindarinya. Ekspresikan kesedihan, kegembiraan, kemarahan pada kadar yang tepat, dengan cara yang benar, sehingga anak-anak Anda bisa menghargai perasaan mereka sendiri dan orang lain. Emosi yang diungkapkan dengan benar bukan hanya akan membuat psikologis anak-anak bertumbuh dengan baik, namun juga akan membuat mereka lebih sehat.

Sebuah keteladanan Anda akan lebih berpengaruh dari pada seribu kata-kata yang Anda sampaikan setiap hari kepada anak-anak Anda. Untuk itu, pastikan bahwa teladan kehidupan Anda adalah sesuatu yang positif dan bermakna.

Sumber : Adaptasi dari : Raising Independent Children, Elisa Medhus,M.D; BIP
Halaman :
1

Ikuti Kami