Video Games dan Hancurnya Pernikahan

Marriage / 26 May 2009

Kalangan Sendiri

Video Games dan Hancurnya Pernikahan

Lestari99 Official Writer
5051

Pasangan Jennifer Steadham dan Sean Prather tidak berbeda dengan para mahasiswa kebanyakan yang kita kenal: mereka berdua sedang jatuh cinta dan sangat optimis menghadapi masa depan mereka. "Kami berdua terlibat dalam pelayanan kaum muda. Semua sepertinya baik-baik saja dan kami sangat menikmati berada dalam satu pelayanan," tegas Jennifer.

Akhir dari cerita pasangan ini berujung pada pernikahan, setelah waktu yang lama melayani dalam gereja dan pelayanan yang sama. Pasangan muda ini menjadi pasangan yang sangat serasi di awal pernikahan mereka. Keduanya terus giat dalam pelayanan. Namun kemudian keadaan mulai berubah ketika mereka merayakan Natal pertama setelah menikah.

Orangtua Jennifer membelikan mereka sebuah komputer. Sebelum memiliki komputer, mereka telah mempunyai sebuah permainan video game yang dikenal dengan nama Nintendo 64. Selama memiliki Nintendo, sang suami tidak terlalu tertarik dengan permainan ini. Tapi setelah memiliki komputer, Sean semakin ketagihan dengan berbagai macam permainan yang ada di dalamnya, sampai akhirnya ia benar-benar menghabiskan hampir seluruh waktunya dengan bermain games.

Saat ulang tahun kedua dari pernikahan mereka, Jennifer mengajak Sean untuk duduk dan membicarakan betapa buruk video game telah merusak rumah tangga mereka. Jennifer bertanya tentang perasaan dan pendapat Sean mengenai keluarga mereka, dan ia menjawab semua baik-baik saja. Setelah percakapan itu, Sean sedikit berubah. Namun ini tidak berlangsung lama karena kebiasaan buruk itu kambuh lagi. "Saat itu saya berkata kepada diri sendiri bahwa saya tidak mau lagi untuk terus-menerus berada dalam situasi seperti ini," jelas Jennifer.

Statistik yang Mengejutkan

Hal yang mengkuatirkan adalah Sean ternyata tidaklah sendirian dalam hal ketagihan bermain game, karena beberapa pakar berkata masalah ini sedang mengalami peningkatan tajam. David Walsh, Presiden dari Institut Media dan Keluarga berkata bahwa 9% dari para pemain video game memiliki tingkat ketagihan yang tinggi. Ini berarti dari 12 orang pemain game, satu di antaranya memiliki keterikatan buruk terhadap video game. Menurut sebuah laporan dari Entertainment Software Association yang dikeluarkan tahun 2005, 75% dari keluarga Amerika bermain video games. Sementara itu 42% dari para penggila games ini selalu bermain online lewat internet melawan para gamers dari berbagai tempat di belahan dunia. Yang paling mengejutkan adalah fakta dimana rata-rata pemain game ini adalah laki-laki berusia 30 tahunan, yang telah melakukan hal ini lebih dari 12 tahun!

Pertanyaan kebanyakan orang adalah, "Bukankah anak-anak yang seharusnya ketagihan dan bukan malah orangtua?" Memang seharusnya demikian. Tapi kenyataan berkata lain. Sebagai data pelengkap, Wals bersaksi bahwa pengalaman pribadinya berkata bahwa masalah ketagihan ini bisa menjadi sesuatu yang runyam dan bisa menghancurkan keluarga. Banyak orang yang sulit untuk lepas dari hal ini karena faktor teknologi yang semakin berkembang dan membuat permainan-permainan ini semakin menarik dan menantang untuk dilakukan.

Titik Perubahan

Ketagihan Sean terhadap video games menyebabkan Jennifer mulai mengambil beberapa tindakan. Sebelumnya, beberapa percakapan serius telah dilakukan namun tidak ada satupun yang menghasilkan perubahan. "Akhirnya saya pun melakukan apa yang tertulis dalam Matius 18."

Ketika berbicara empat mata dengan sean tidak membawa hasil, Jennifer kemudian membicarakan hal ini dengan temannya yang menjadi salah seorang pendamping dalam pernikahan mereka. Jennifer kemudian meminta temannya untuk coba berbicara dengan Sean. Akhirnya pembicaraannya pun terjadi. Di sebuah kafe, teman Jennifer berbicara dengan Sean dan menasehatinya supaya lebih memperhatikan keluarganya. Bukannya berubah, Sean menjadi sangat marah dengan kejadian itu.

Melihat hal ini tidak berhasil, Jennifer membawa masalah ini kepada gembala mereka. Sebuah surat kemudian dilayangkan oleh sang gembala untuk meminta Sean berubah, namun ia sama sekali tidak meresponi surat itu. Tidak putus asa, Jennifer meminta Sean untuk bersama-sama melakukan konseling. Jawaban Sean adalah, "Pergi saja sendiri!" Jennier akhirnya berbicara dengan Sean bahwa untuk sementara waktu, ia akan pindah dan tidak tinggal di rumah mereka. Ia menjelaskan bahwa perceraian bukan merupakan solusi tetapi ia hanya tidak bisa menerima pola hidup Sean dengan semua ketagihannya terhadap video games.

Setelah melewati malam pertama di rumah temannya, Jennifer kembali ke rumah keesokan harinya untuk mengambil beberapa barang, sementara Sean berada di kantornya. Beberapa saat kemudian matanya tertuju pada komputer mereka. Jennifer berpikir ia memiliki hak atas komputer mereka, karena itu adalah pemberian ayahnya sendiri. Jennifer kemudian membawa pergi komputer itu.

Sore harinya, Sean menelepon Jennifer dan berkata ia ingin komputer itu dikembalikan. Jennifer mengacuhkan permintaan Sean. Sebaliknya, ia berkata bahwa bukan komputer yang harusnya ia cari tapi isterinya sendiri. Sean menjadi marah dan berkata ia akan datang dan mengambil komputer itu. Hari itu, salah seorang teman laki-laki Jennifer yang menolongnya pindahan, kebetulan masih berada di rumah ketika Sean tiba-tiba datang.

Sean terus-menerus mengetuk pintu sementara mereka bertiga berdoa di dalam rumah. Tidak mendapat jawaban, Sean kemudian memencet bel pintu berkali-kali. Sementara itu, tanpa diketahui Sean, Jennifer mengintip apa yang dilakukan suaminya dari balik pintu. Tiba-tiba Sean menendang pintu rumah temannya itu dengan sangat keras sampai-sampai beberapa benda terjatuh di dalam rumah. Sesaat kemudian, terdengar suara ban mobil yang berdecit. Sean pergi meninggalkan rumah.

Hari itu Sean tidak berhasil membawa komputer pulang tapi keesokan harinya, Jennifer menemukan bahwa tabungan senilai 20 juta rupiah telah lenyap dari bank. Sean telah mengambilnya. Sean kemudian membeli komputer baru dari uang itu. Menoleh kembali ke belakang, Jennifer percaya bahwa ketagihan Sean akan video games merupakan biang dari permasalahan yang mereka hadapi.

Pencegahan Awal

Pada dasarnya video game tidak berpotensi menjadi suatu penyakit yang mematikan buat rumah tangga. Ada jalan keluar bagi mereka yang saat ini ketagihan bermain games. Pertolongan ini harus segera dilakukan jauh sebelum seseorang memasuki fase dimana ia akan mempertaruhkan apa saja untuk membela ketagihannya, termasuk rumah tangganya sendiri.

Mengenali bahwa memang terdapat masalah adalah hal pertama yang sangat penting. Seseorang yang sudah ketagihan harus berani berkata bahwa ia membutuhkan pertolongan. Langkah berikutnya adalah mencari seseorang yang dapat diajak berbicara mengenai masalah ini. Selanjutnya adalah perlu membuat langkah berani untuk meminta maaf kepada siapa pun yang tersakiti oleh karena kebiasaan buruk ini.

Satu hal adalah, seberapa buruk pun persoalan yang dihasilkan oleh video games, perceraian tidak bisa diambil sebagai solusi. Mungkin saja potensi untuk sebuah perceraian akan muncul dari masalah ini. Namun kita tidak bisa membuka celah untuk hal yang satu ini.

Kedewasaan berpikir dari masing-masing pihak dituntut supaya sebuah rumah tetap bisa dijaga dari kehancuran. Suami dan isteri harus menjalankan peran masing-masing untuk mengembalikan pasangannya ke jalur yang benar. Tentunya semua ini tidak bisa dilakukan dengan kemampuan manusia. Hanya Tuhan yang bisa melakukan hal itu. Sebab itu, ini menjadi pelajaran buat kita semua bahwa terlebih baik mencegah daripada mengobati.

Sumber : Dean Abott – Charisma Magazine
Halaman :
1

Ikuti Kami