Ircan, Raja Minum Dari Kampung

Family / 3 March 2009

Kalangan Sendiri

Ircan, Raja Minum Dari Kampung

Puji Astuti Official Writer
8645

Dunia yang ia jalani hanyalah kegelapan. Semua yang dihasilkannya berbau kejahatan. Siapa punya kekuasaan, dialah yang akan bertahan hidup. Semua orang bilang ini kejahatan, tapi aku menikmatinya. Semua orang bilang ini merusak, tapi aku memakainya setiap hari. Itulah gambaran tentang seorang bernama Ircan Canggoro.

Sejak kecil Ircan Canggoro sudah terbiasa mencicipi enaknya minuman keras. Dia sama sekali tidak mengerti bahwa hal itu tidak baik atau merupakan suatu hal yang berdosa. Hingga akhirnya Ircan terjerat kecanduan minuman keras.

Keluarga Ircan berjualan sembako. Meskipun Ircan masih kecil saat itu, tapi ia biasa membantu untuk menjaga warung sembako tersebut. "Selain kami menjual sembako, kami juga menjual minuman keras. Minuman khas Ambon ini namanya sopie," tutur Ircan. Setiap kali orang menitipkan minuman keras untuk dijual di warung sembako milik keluarga Ircan, mereka memintanya untuk mencicipinya.

Minuman keras yang disajikan teman-temannya bukanlah hal baru baginya. Meminum minuman keras menjadi seperti minum air putih bagi Ircan. "Kalau dulu orang melihat saya, mereka menganggap saya rajanya minum," kenang Ircan.

Minuman keras menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan darinya. Hari-hari dilaluinya tanpa kesadaran. Seringkali pada pagi hari dia menemukan dirinya tertidur di tanah. Ircan sudah tidak dapat lagi mengendalikan kebiasaannya minum minuman keras. Masa remajanya dilewati dengan minum-minum dan berkelahi.

Dalam suatu perkelahian, Ircan menghajar seseorang dan beberapa tendangan darinya menyebabkan orang itu berdarah. Tapi sewaktu Ircan menendang kepala orang tersebut, dia seperti sedang menendang sebuah batu yang besar. Ircan pun melarikan diri pulang ke rumah. Sewaktu berada di rumah barulah ia tahu bahwa kakinya retak dan membengkak. Akibat perkelahian tersebut Ircan tidak dapat berjalan selama dua minggu.

Kejenuhan akan hari-hari yang dilalui dalam kemabukan, membuat pikiran dan hatinya letih. Saat rasa hampa sedang menghimpit kehidupannya, sebuah tawaran untuk bekerja di Jakarta datang dari seorang pamannya.

"Di sana kamu bisa kerja dan tinggal di rumah om. Daripada kamu di sini bergaul dengan teman-teman yang pemabuk itu," demikian kata om Ircan.

"Saya waktu itu masih mau pikir-pikir dulu," ungkap Ircan. Tapi akhirnya Ircan memutuskan berangkat ke Jakarta bersama pamannya.

Waktu itu Ircan bekerja di pabrik milik pamannya yang berada di daerah Kota, daerah yang terkenal sebagai kantong narkoba di Jakarta. Hingga pada suatu kesempatan, setelah bekerja lebih dari satu tahun dengan pamannya, secara tidak sengaja Ircan bertemu seorang bandar narkoba.

"Mengingat kembali pengalaman di Ambon, saya bukannya bertobat tetapi malah bertambah parah. Saya kembali kecanduan obat-obatan terlarang dan minuman keras,"  ujar Ircan.

Obat-obatan dan minuman keras kembali menjadi bagian dari keseharian Ircan. Akibat minuman dan obat-obatan terlarang yang diminumnya, Ircan kehilangan akal sehatnya. Ircan menjadi orang yang garang dan mudah terpancing emosinya. Seringkali jika ada orang yang menyerempet atau memancing emosinya sewaktu Ircan sedang mengendarai sepeda motor, Ircan akan mengejarnya dan memukul orang tersebut dengan helm. Dalam sebulan, seringkali Ircan harus mengganti helm-nya beberapa kali akibat perangainya yang pemberang itu.

Karena sikapnya yang buruk, Ircan mengalami konflik di tempat kerjanya dan prestasi kerjanya menurun. Akhirnya Ircan harus menerima dirinya diberhentikan secara tidak hormat oleh perusahaan dimana Ircan bekerja.

Dendam, marah dan rasa kecewa dilampiaskan Ircan dengan memuaskan nafsunya. Tenggelam dalam narkoba dan kemabukan dilakukannya untuk melupakan rasa itu. Tak ada kesempatan untuk menjadi lebih baik dalam hidupya, masa depannya pun berangsur menghilang. Harta yang sempat dikumpulkannya sirna di tempat judi dan Ircan semakin larut dalam kemabukan. Dalam kehancuran dan keterpurukan di titik terendah dalam hidupnya, terbersit keinginan untuk pulang ke Ambon. Akan tetapi, dukungan keluarga yang sangat diharapkan saat itu tidak diperolehnya. Hal itu semakin membuatnya terpuruk.

"Ketika saya rindu pulang, saya telepon ke Ambon. Tapi ketika itu mereka menjawab, ‘Jangan pulang dulu, kalau belum sukses, kalau belum punya uang, untuk apa pulang menengok orang tua.' Di situ saya menjadi dendam dan sakit hati."

Sakit hati karena kata-kata kasar saudaranya, Ircan akhirnya menghubungi semua kakak-kakaknya, "Anggap saja Ircan sudah mati!" demikian umpatnya pada mereka.

Ircan menjadi putus asa dan merasa jika dia matipun tidak ada yang merasa kehilangan. Karena merasa semua orang sudah menolaknya, Ircan semakin tenggelam dalam narkoba dan premanisme.

Bersama seorang teman sekampungnya yang telah lebih dahulu menjadi preman, sebuah rencana kerusuhan telah mereka rencanakan. Seorang preman yang menjadi biang kerusuhan di tempat itu harus dihadapi. Pilihannya hanya satu, dibunuh atau membunuh.

"Saya sempat menghajar salah satu pentolan mereka. Saya menghajarnya menggunakan botol sehingga terjadi kepanikan. Saat itu saya merasa menjadi seorang pahlawan." Orang-orang akhirnya memandang Ircan sebagai figur yang berani, disegani dan patut ditakuti.

Pada pagi harinya, polisi mencari biang keladi perkelahian yang menyebabkan satu orang terluka parah itu. Ircan sudah akan ditangkap, namun seorang pengusaha togel yang tinggal di lingkungan itu menolong Ircan dengan membayar biaya pengobatan orang yang mengalami luka parah tersebut.

Hal itu akhirnya menjadi modal bagi Ircan untuk mulai berani melakukan pemalakan di daerah tersebut. Setelah merasa posisinya kuat dan disegani, Ircan mulai mencari anak buah. Namun kali ini, Ircan mengincar anak-anak jalanan yang tinggal di daerah itu untuk dilatih menjadi anak buahnya. Ircan mulai mendokrinasi anak-anak jalanan yang menjadi anak buahnya. "Hidup di Jakarta itu keras, dan jika ingin bertahan di Jakarta harus mengikuti petunjuk saya."

Anak-anak jalanan ini disekolahkan oleh Ircan. Sepulang sekolah, Ircan mengajarkan bagaimana cara berkelahi kepada anak-anak jalanan itu. Dan pada malam harinya, Ircan dan  anak buahnya melakukan operasinya.

Hidup dalam dunia kegelapan seperti ini, ancaman dan perseteruan antar sesama preman untuk saling menguasai seringkali terjadi. Hanya karena kecurigaan, sering berbuntut kepada maut. Hal itu pun sering dialami Ircan dan anak buahnya.

Namun suatu malam, saat Ircan dalam keadaan tidak mabuk ataupun menggunakan obat sama sekali, ada sebuah suara yang berkata dengan keras dalam hatinya yang tidak bisa dibungkamnya, "Cepat, angkat tas dan pergi dari rumah ini." Akhirnya Ircan membereskan pakaiannya dan pergi ke rumah seorang teman.

Teman Ircan saat itu menduga Ircan sedang melarikan diri karena telah membunuh orang. Namun Ircan menjelaskan, bahwa dirinya mau berhenti mengkonsumsi narkoba. Di rumah temannya, Ircan meminta tolong temannya untuk mencarikannya drum untuk dia berendam saat sedang sakau. Setelah perjuangan berat selama tiga minggu, akhirnya Ircan berhasil lepas dari kecanduan narkobanya. Belum lama dia lepas dari kecanduan narkoba, tiba-tiba Ircan mengalami serangan stroke. Akibatnya sebagian tubuh Ircan tidak berfungsi baik dan mulutnya bengkok.

Pada saat seperti itu, tanpa diduga seorang teman dari masa lalunya yang telah menjadi hamba Tuhan muncul dalam kehidupannya. Dengan memberi semangat kepada Ircan, temannya itu mengajak Ircan ke gereja. Saat itulah Ircan berjumpa dengan Tuhan secara pribadi dan mengalami cinta mula-mula kepada Tuhan. Mulai hari itu, Ircan mulai aktif di gereja tersebut. Dia mulai melayani dengan membantu membereskan kabel dan sound system. Setiap kali menyembah Tuhan, secara berangsur-angsur mukjizat kesembuhan dialaminya. Sebelumnya dia tidak bisa berbicara dengan jelas, namun setiap kali menyembah dan memuji Tuhan, dia bisa melakukannya dengan baik. Akhirnya seluruh tubuhnya berfungsi dengan normal kembali.

Dalam suatu pujian penyembahan, Tuhan membawa Ircan untuk kilas balik kehidupannya. Dia kembali melihat semua dosa yang pernah dilakukannya. Pada saat itu Ircan menyadari betapa besar dosanya. "Tuhan, seberapa banyak kebaikan yang harus saya lakukan untuk membayar semua kejahatan yang pernah saya buat?" seru Ircan dalam doanya. Sebuah sentuhan yang lembut, serasa meruntuhkan kekerasan hatinya dan membawanya kembali kepada kasih Tuhan yang besar.

"Dulu saya pernah membuat anak-anak kecil menjadi jahat. Saya pernah mendoktrinasi anak-anak itu, bahwa untuk bertahan hidup harus dengan kekerasan. Namun hari ini, saya merubah hal itu. Saya ajak anak-anak itu untuk mengasihi, untuk menjadi baik, untuk berguna. Untuk mencapai tujuan yang baik, tanpa kekerasan. Tanpa Yesus, jadi apa saya? Untung Yesus datang untuk saya, itulah yang luar biasa," demikian Ircan Canggoro menutup kesaksiannya. (Kisah ini sudah ditayangkan 30 Maret 2009 dalam acara Solusi Life di O Channel).

Sumber Kesaksian :

Ircan Canggoro

Sumber : V090402221631
Halaman :
1

Ikuti Kami