Trauma Masa Lalu Dalam Pernikahan

Marriage / 30 December 2008

Kalangan Sendiri

Trauma Masa Lalu Dalam Pernikahan

Lestari99 Official Writer
5965
Maukah engkau tertawa seperti ibumu?
Maukah engkau berkeluh kesah seperti ayahmu?
Akankah beberapa hal melampaui suatu generasi?
Apakah mereka seperti yang saya dengar bahwa mereka bisa?
Apakah engkau seorang penyair atau penari, setan ataukah badut?
Atau kombinasi yang aneh dari hal-hal baru yang kita wariskan? (Mark Cohn)

Saya melihat wanita itu pertama kali ketika saya meninggalkan stasiun bis. Dia berjalan terseok-seok ke arah saya dengan mengenakan mantel tua yang diikat dengan sepotong pita. Dia pergi ke sana ke mari mencari makanan dari satu tong sampah ke tong sampah lainnya. Dia berjalan sambil mendorong kereta dorong. Sudah tentu banyak wanita mendorong kereta dorong seperti yang dia lakukan, tetapi waktu itu tidak tampak bahan makanan di dalamnya. Kereta dorong itu penuh dengan barang rongsokan - atau barang-barang semacam itu. Sebuah mantel tua tergeletak di dekat tumpukan koran, sepasang sepatu bersandar di sebuah kopor kecil. Ada buku-buku dan selendang, beberapa kaleng dan mangkuk, dan dia tidak mau meninggalkan kereta dorongnya sesaat pun. Bahkan ketika dia mengorek-ngorek keranjang sampah, satu tangannya tetap memegangi kereta dorongnya seolah-olah untuk melindungi barang-barang kebutuhan hidupnya.

Lihat lebih dekat kepadanya. Itulah Anda! Kita seperti wanita tua itu, mendorong masa lalu kita - kereta dorong yang penuh dengan berbagai kenangan, emosi, kesenangan dan luka-luka lama. Kita mendorong kereta itu langsung memasuki hubungan-hubungan kita sekarang. Kita berpikir bahwa ketika kita menikah, kita tidak membawa persoalan apa-apa, tetapi pada kenyataannya, kita menggenggam masa lalu kita. Dan masa lalu itu sering menentukan cara kita bereaksi terhadap suatu situasi. Banyak di antaranya adalah masalah-masalah sepele -  seperti cara menyiapkan hidangan yang kita inginkan - tetapi lainnya adalah masalah yang serius; kadang-kadang hal-hal itu mempengaruhi kemampuan kita untuk memberi atau menerima cinta. Bahkan kadang-kadang tampaknya bila kita mencoba untuk meninggalkannya, masa lalu itu tidak mau hilang.

Saya telah melihat banyak hal seperti itu. Waktu itu masih jelas di benak saya. Peristiwanya terjadi pada Minggu malam di tengah-tengah musim dingin. Dianne dan saya sedang makan bersama sepasang suami isteri yang baru saja kembali dari bulan madu mereka. Suaminya telah membersihkan rumah dan isterinya telah memasak makanan yang enak. Walaupun tidaklah terlalu mengesankan tetapi itu tidak menjadi masalah bagi kami.

Segalanya berjalan dengan baik, sampai makanan penutup tiba. Saya bukan tukang masak, tetapi saya dapat katakan bahwa kuenya tidak mengembang dan tampak seperti frisbee (sebuah mainan dari plastik berbentuk bulat yang dilempar-lemparkan oleh pemainnya). Dan hal ini sebenarnya tidak akan menimbulkan pertengkaran seandainya si suami tidak membuat gurauan kecil tentang hal itu. Terus terang saya melihat kue itu seperti frisbee, tetapi apa yang tidak saya duga adalah isterinya melemparkan kue itu. Kue itu menghantam suaminya. Isterinya menangis dan berlari keluar ruangan.

Dianne mengikuti isterinya ke lantai atas dan saya menolong suaminya membersihkan krim dari gorden.

Dia bertanya kepada saya, "Apa yang terjadi?" Saya menjawab, "Bayangan dari masa lalu sedang mendatangi kita."

Saya dapat mendengar keadaan di lantai atas mulai tenang, tetapi meskipun demikian saya pikir kami masih mempunyai sedikit waktu dan saya mulai mengatakan kepada si suami tentang apa yang saya pikir telah terjadi. Kami berbicara tentang ayah mertuanya, ayah dari isterinya, seorang laki-laki yang saya kenal baik.

Saya percaya bahwa laki-laki itu mencintai isterinya, tetapi karena beberapa alasan yang hanya dia sendiri yang tahu, dia selalu merendahkan  isterinya di depan umum. Saya pernah mendengar isterinya dipermalukan karena pakaiannya, berat badannya dan masakannya. Wanita muda yang sekarang menangis di lantai atas tersebut telah melihat ayahnya menghancurkan seluruh harga diri ibunya, dan akhirnya ayahnya itu memadamkan rasa cinta wanita ini kepada ayahnya. Ketika ibunya pergi tiga tahun yang lalu, bukan untuk mencari seks tetapi untuk mencari harga diri.

Saya berkata, "Isterimu telah melihat ayahnya dalam dirimu. Ayahnya seakan-akan masih hidup - bayang-bayang ayahnya begitu nyata di dalammu." Dia berbicara sedikit, tetapi ada sesuau yang berubah dalam dirinya malam itu. Peristiwa ini terjadi beberapa tahun yang lalu dan kini dia telah menjadi seorang suami yang paling mendukung isterinya yang pernah saya kenal.

Masa lalu dapat muncul setiap saat dan pengaruhnya sangat kuat, tetapi kita harus menyadari dan mengatasinya. Mungkin kita harus berhenti cukup lama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, "Mengapa saya merasa begini?", "Mengapa saya mengatakan hal-hal ini?", "Mengapa ini menjadi masalah besar bagi saya?" Tidak satu pun dari persoalan ini mudah; ini membutuhkan kesabaran dan pengertian, tetapi kita dapat memperoleh pengertian mengenai cara kita bereaksi terhadap situasi tertentu. Dan tidak cukup kita melihatnya sendiri; kita harus jujur pada pasangan kita tentang kejadian-kejadian yang menyakitkan di masa lalu, patah hati dan kekecewaan. Mereka patut mengetahuinya.

Kita dapat belajar mengenali sifat-sifat lama, kenangan-kenangan yang menyakitkan, pandangan-pandangan yang sempit - sesuatu pada masa lalu yang telah lama lewat tetapi muncul kembali untuk menghancurkan cinta kita sekarang.

Dan apabila kita menyadarinya, banyak kebiasaan maupun tindakan kita yang dapat dimengerti dan - yang penting - diubah. Dan ini akan menolong kita menghadapi trauma dari bayang-bayang masa lalu kita.

Sumber : Rob Parsons – 60 Menit Pernikahan
Halaman :
1

Ikuti Kami