Cukur Bulu Ketiak Rentan Kanker Payudara

Info Sehat / 13 September 2007

Kalangan Sendiri

Cukur Bulu Ketiak Rentan Kanker Payudara

Fifi Official Writer
25062

Mencukur ketiak hingga licin memang telah menjadi bagian dari trend fashion, dan banyak kalangan perempuan yang memilih cara mencukur bulu ketiak untuk membuat tampilan manis saat mengenakan pakaian tanpa lengan. Namun, penelitian yang dilakukan Anderson Cancer Center di Amerika agaknya bisa mematahkan semangat kaum perempuan untuk tampil dengan ketiak tanpa bulu. Hasil penelitian itu menyebutkan perempuan yang rutin mencukur bulu ketiaknya hingga licin lebih rentan terkena kanker payudara 10 kali lipat dibandingkan dengan perempuan yang membiarkan bulu ketiaknya tumbuh apa adanya.

Adalah Dr Therese Bevers dari Anderson Cancer Center yang menyatakan bahwa mencukur bulu ketiak baik menggunakan lilin (wax) maupun alat lainnya akan menyebabkan banyak terjadi luka yang tak kasat mata. Selain itu, dampak dari pencukuran menyebabkan pori-pori di sekitar daerah itu ikut membesar. "Dengan kondisi kulit pori ketiak yang membesar dan menderita luka ringan memungkinkan terkena toksin dan zat kimia dari berbagai produk yang dioleskan ke ketiak seperti deodoran, bedak atau krim pengharum yang kemudian dengan mudah memasuki kulit," katanya.

Terlebih deodoran antiperspiran yang cairannya disemprotkan ke ketiak maupun dioleskan akan menambah mudahnya toksin masuk ke dalam kulit. Masalahnya, deodoran antiperspiran itu memiliki fungsi untuk mencegah pengeluaran keringat. Toksin yang seharusnya dikeluarkan melalui keringat, akhirnya tertahan dan menumpuk. Toksin yang tertimbun di sekitar payudara itu kemudian menjalar ke ruang terdekat yaitu payudara. Penumpukan toksin yang bertahun-tahun menjadi potensi terciptanya kanker.

Bevers menegaskan, bulu ketiak diciptakan Tuhan untuk melindungi wilayah itu dari zat racun yang hendak masuk dari luar tubuh. Karena di ketiak terdapat kelenjar limfa yang memudahkan transportasi racun, terutama ke payudara dan bagian tubuh lainnya. "Kemungkinan transportasi toksin ke bagian tubuh lain juga ada, sehingga bulu ketiak yang "gundul" juga membuka jalan untuk tumbuhnya kanker di bagian tubuh lain seperti paru-paru, jantung, dan otak, terutama bila perempuan itu memiliki "gen" atau keturunan terhadap kanker," katanya. Ketiak yang gundul juga menjadi tidak sehat bila pemiliknya tergolong malas menjaga kebersihan badannya. Ketiadaan bulu ketiak memungkinkan tumbuhnya bakteri dan kuman, yang kemudian tertimbun di pori-pori. Bila tak dibersihkan secara rutin bisa menimbulkan bisul atau abses.

Melihat hasil penelitian itu, dr Bevers menyimpulkan adanya koreksi antara kanker dengan mencukur bulu ketiak, yang sampelnya diperoleh dari pendataan terhadap wanita di Amerika Serikat dan Eropa selama 10 tahun terakhir. American Cancer Society menyebutkan pada tahun 2002 lalu saja menunjukkan ada sekitar 175.000 kasus baru untuk kanker payudara ganas di Amerika Serikat. Dari jumlah itu, 43.000 kasus diantaranya harus berakhir dengan kematian karena kanker payudara. Lebih jauh Bevers mengemukakan bahwa setiap rambut yang tumbuh pada tubuh manusia memang dapat menjaga organ tubuh vital yang ada di dekatnya. Namun, ironisnya banyak perempuan yang membuang bulu ketiak hanya karena alasan mode padahal di dekat ketiak terdapat organ yang sangat penting untuk dilindungi yaitu payudara.

 

Menurut Bevers, lelaki terbukti jauh lebih aman terhadap bahaya terkena kanker payudara, sebab kebanyakan lelaki tidak mencukur bulu ketiaknya. Ketika ditanya apakah menghilangkan bulu ketiak dengan cara lain seperti waxing dan mencabutnya juga meningkatkan kerentanan yang sama terhadap kanker. Ia menyebutkan, membuang bulu ketiak dengan mencukurnya tergolong paling berbahaya karena kemungkinan timbulnya luka-luka minor lebih besar. Namun cara lain seperti waxing justru memperbesar pori lebih besar daripada mencukur dengan cara dicabut. Intinya, kegiatan mencukur bulu ketiak bagaimanapun caranya tetap berbahaya. Bevers menyarankan agar perempuan tak perlu mencukur bulu ketiak, karena bahayanya sangat besar dibandingkan manfaatnya.

Sumber : prp
Halaman :
1

Ikuti Kami