Di tengah deru berita tentang cuaca ekstrem, banjir, dan kekeringan yang kerap kali terasa jauh dan membingungkan, ada sebuah pertanyaan yang mungkin menggelayuti hati kita, Apa yang bisa kita lakukan? Di tengah kompleksitas krisis iklim ini, gereja tidak tinggal diam. Gereja justru bangkit dengan sebuah respons yang terintegrasi, penuh hikmat, dan berlandaskan kasih. Baru-baru ini, di Yogyakarta, sebuah pertemuan bersejarah telah mengukir komitmen nyata dari tubuh Kristus di Indonesia untuk tidak hanya bersuara, tetapi juga bertindak menjadi agen perubahan dan pengharapan.
Pada tanggal 15 hingga 17 Oktober 2025, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) melalui Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) dan Biro Pengurangan Risiko Bencana (PRB) menyelenggarakan Konsultasi Nasional Pengurangan Risiko Bencana & Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim. Acara bertema “Meneguhkan Kemandirian Oikumenis untuk Keadilan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana” ini berhasil menghimpun sekitar 200 peserta yang mewakili 41 Sinode dan 171 gereja mitra dari seluruh Indonesia. Turut serta pula berbagai lembaga kemanusiaan, universitas, serta mitra ekumenis nasional dan internasional, termasuk Tim Kemanusiaan CBN yang terlibat sebagai salah satu lembaga pendukung.
Acara yang diadakan dengan dukungan mitra utama seperti UKDW, JAKOMKRIS, dan Sinode GKJ ini dibuka dengan ibadah pembukaan dan malam keakraban di GKJ Gondokusuman, meneguhkan dasar spiritual dari setiap aksi yang akan dirancang. Suasana kolaborasi pun terlihat nyata dimana setiap mitra pendukung, termasuk ADRA Indonesia, Tim Kemanusiaan CBN melalui Obor Berkat Indonesia (OBI), dan Wahana Visi Indonesia, membuka booth untuk memamerkan karya pelayanan mereka.
Dalam konsultasi nasional ini, para pemimpin gereja menyampaikan pesan-pesan profetik yang menguatkan. Pdt. Sureshj Tomaluweng, Kepala Biro PRB PGI, menegaskan bahwa konsultasi ini adalah momentum profetik gereja di tengah krisis global. Beliau menekankan bahwa krisis iklim bukan sekadar isu lingkungan, melainkan isu kemanusiaan dan keadilan. “Gereja dipanggil menjadi agen ketangguhan dan pembawa harapan,” ujarnya.
Pesan serupa disampaikan oleh Pdt. Victor Rembeth, Anggota Pengarah BNPB yang juga merupakan bagian dari Komisi PRB PGI. Beliau mengingatkan potensi besar yang dimiliki gereja. “Gereja memiliki kapasitas besar dalam SDM, dana, dan jaringan di seluruh Indonesia,” katanya. Menurutnya, urusan kebencanaan adalah panggilan kebangsaan dan iman yang menuntut gereja untuk terlibat dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, bahkan lintas iman dan budaya.
Pdt. Darwin Darmawan, Sekretaris Umum PGI, menambahkan dimensi moral dan spiritual dari tanggung jawab ini. Beliau menyoroti bagaimana krisis iklim menimbulkan luka ekologis dan ketidakadilan sosial, terutama bagi kelompok rentan. Karena itu, gereja memiliki tanggung jawab yang tidak bisa diabaikan.
Kolaborasi lintas sinode dan lembaga ini dengan indah merefleksikan semangat untuk “Melayani dengan kasih, membangun ketangguhan, dan menyalakan harapan bagi bangsa.” Sebagai penutup, Pdt. Sureshj Tomaluweng memberikan penekanan yang mendalam: “Kemandirian oikumenis bukan berarti berjalan sendiri, tetapi membangun solidaritas dalam tubuh Kristus yang majemuk, agar gereja menjadi berkat bagi bumi dan seluruh ciptaan.”
Sebuah langkah nyata telah dimulai. Konsultasi ini bukan akhir, melainkan sebuah awal yang powerful bagi gereja-gereja di Indonesia untuk bersama-sama membangun ketangguhan, menegakkan keadilan iklim, dan menjadi cahaya pengharapan di tengah tantangan zaman. Ini adalah panggilan kita bersama.
Sumber : Jawaban.com