Saat kita bertemu dengan orang yang lahir baru maka kita akan melihat bagaimana dia bisa menceritakan kasih Tuhan yang ia alami secara berkobar-kobar. Bahkan sekali-kali dia juga pasti akan menyeka air mata karena tidak bisa menahan luapan kasih Tuhan yang ia alami.
Lalu kemudian kita menanyakan pertanyaan yang sama kepada seseorang yang sudah mengenal Tuhan dalam waktu yang sangat lama. Setelah bertahun-tahun lahir baru, dia mulai terlibat dalam banyak pelayanan dan menjalani kebiasaan ibadah. Namun saat menceritakan bagaimana dia merasakan kasih Tuhan, di titik ini dia seperti menjelaskan dengan cara yang umum saja seperti biasa saja.
Apakah Anda pernah berada dalam dua situasi ini? Atau menemukan dua pengalaman ini dari orang yang Anda temui?
Ini adalah gambaran yang dialami oleh jemaat di Efesus, yang merupakan komunitas gereja mula-mula. Di kitab Kisah Para Rasul 19, jemaat ini dibangun dari hasil pengajaran dan kepemimpinan Rasul Paulus yang tinggal selama tiga tahun dan semakin banyak orang percaya yang mengikut Yesus dan mereka mendirikan komunitas yang kuat. Keteguhan iman mereka dan hati mereka untuk melayani satu sama lain membuat mereka dikenal luas sebagai komunitas gereja panutan.
“Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu. Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah.” (Wahyu 2: 1-3)
Baca Juga: Siapa Yesus Buat Anda? Dia Mau Anda Tahu PribadiNya
Namun jika kita membaca di Wahyu 2: 4-7, mereka justru dicela karena meninggalkan kasih mula-mula kepada Tuhan. Bisa jadi, walaupun mereka tetap setia melakukan pelayanan, doa dan bersekutu, tetapi mereka mulai tidak merasakan kasih yang penuh di dalam Tuhan.
Apakah kondisi yang dialami jemaat Efesus ini diartikan bahwa orang percaya bisa kehilangan kasih Tuhan?
Tidak lagi merasakan kasih Tuhan atau dalam bahasa menjalani kehidupan kerohanian yang biasa saja, bukan berarti kita kehilangan kasih Tuhan. Kasih Tuhan selalu tersedia untuk kita, hanya saja setiap kita akan melewati lembah dan gurun di dalam perjalanan hidup kita. Di satu waktu kita bisa merasakan kasih-Nya yang penuh, lalu ketika ada tekanan hidup atau ketika fokus kita mulai teralihkan dengan persoalan hidup kita – hubungan dengan pasangan, masalah anak, keuangan dan sebagainya, maka setiap persoalan ini menarik kita sedikit menjauh dari Tuhan.
Kesibukan kita di dalam pelayanan bisa membuat kita menjadi terlalu sibuk dengan berbagai tugas dan performa yang perlahan-lahan membuat kita menjadi orang-orang yang hanya terlihat religius di luar namun kehilangan keintiman yang personal dengan Tuhan. Jadi, mari waspada dengan jebakan ini!