Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyatakan keprihatinan mendalam atas maraknya praktik industri ekstraktif yang mengancam kelestarian alam, keadilan sosial, dan hak masyarakat adat. Dalam pernyataan sikap resminya, PGI menegaskan bahwa alam adalah ciptaan Tuhan yang sakral dan harus dijaga, bukan dieksploitasi demi keuntungan material.
Krisis Ekologis yang Mengkhawatirkan
PGI mencatat, Indonesia sedang menghadapi krisis ekologis serius, seperti deforestasi, pencemaran air, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Kawasan seperti Raja Ampat, Morowali, dan Danau Toba menjadi contoh nyata bagaimana pertambangan dan industri ekstraktif merusak ekosistem serta mengabaikan hak masyarakat lokal. Sidang Raya XVIII PGI 2024 di Toraja pun menyerukan gereja-gereja untuk menjadi "terang" yang memperjuangkan keadilan ekologis.
Seruan kepada Pemerintah dan Industri
PGI mendesak:
Manusia Bukan Pemilik Alam
PGI menolak teologi antroposentris yang menempatkan manusia sebagai penguasa mutlak alam. Sebaliknya, manusia dipanggil menjadi penatalayan (steward) yang merawat bumi secara bertanggung jawab (Kejadian 2:15). Kearifan lokal masyarakat adat pun diapresiasi sebagai contoh relasi harmonis dengan alam.
Aksi Nyata untuk Masa Depan Bumi
PGI mendukung gerakan lingkungan dan HAM, serta mengajak semua pihak berkomitmen menjaga keutuhan ciptaan. "Masa depan bumi hanya mungkin jika manusia hidup dalam kerendahan hati dan tanggung jawab," tegas PGI.
Baca pernyataan lengkap PGI di sini.
BACA JUGA:
Guru dan Nakes Diserang di Papua, PGI Mengecam Kekerasan di Anggruk
Puncak Perayaan HUT ke-75 PGI Bertajuk Harmony Fest 2025
Sumber : PGI.or.id