Di era digital saat ini, informasi tentang kesehatan mental maupun kesehatan secara general mudah diakses hanya dalam hitungan detik. Platform seperti TikTok, Instagram, dan mesin pencari sering kali menjadi "dokter pertama" bagi banyak orang, terutama generasi muda.
Namun, kebiasaan mendiagnosis diri sendiri atau self-diagnosis ternyata menyimpan risiko yang serius. Apa itu self-diagnosis dan mengapa hal ini bisa berbahaya?
Apa itu Self-Diagnosis?
Self-diagnosis adalah tindakan seseorang mendiagnosis dirinya sendiri mengidap suatu penyakit, termasuk gangguan kesehatan mental, tanpa konsultasi dengan tenaga profesional. Ini biasanya dilakukan melalui pencarian informasi di internet, membaca artikel, atau menonton video pengalaman pribadi orang lain di media sosial. Sayangnya, meskipun terlihat praktis, cara ini sangat rentan terhadap kesalahan.
BACA JUGA: 5 Kebohongan Mental Health yang Sering Kita Percaya vs Kebenaran yang Tuhan Katakan
Kenapa Self-Diagnosis Berbahaya?
1. Kurangnya Akurasi dan Pengetahuan Klinis
Diagnosis medis, khususnya gangguan mental, membutuhkan proses yang kompleks. Mulai dari wawancara klinis, pengisian kuesioner, hingga pemeriksaan psikologis yang hanya bisa dilakukan oleh profesional berlisensi. Banyak gangguan memiliki gejala yang mirip, sehingga hanya dengan pemahaman dangkal, seseorang bisa dengan mudah salah menilai dirinya.
2. Risiko Salah Diagnosa dan Pengobatan yang Tidak Tepat
Misalnya, perubahan suasana hati bisa jadi gejala bipolar, borderline personality disorder, atau depresi berat. Jika seseorang mengira dirinya mengidap salah satu gangguan hanya karena menonton video di TikTok, mereka bisa menjalani pengobatan yang tidak sesuai dan malah membahayakan kondisi mereka.
3. Menyebabkan Kecemasan Berlebihan
Self-diagnosis juga seringkali memicu kecemasan. Seseorang yang merasa sering pusing, misalnya, bisa mengira dirinya mengidap tumor otak setelah membaca artikel di internet, padahal mungkin hanya mengalami kelelahan. Kekhawatiran ini bisa berkembang menjadi gangguan kecemasan umum atau generalized anxiety disorder (GAD) yang mengganggu kualitas hidup.
4. Mengabaikan Kemungkinan Komorbiditas
Banyak gangguan mental muncul bersamaan (komorbiditas). Seorang individu mungkin mengira dirinya hanya mengalami kecemasan, padahal bisa jadi juga mengidap depresi. Tanpa bantuan profesional, kondisi-kondisi ini bisa luput dari perhatian dan tidak ditangani dengan benar.
5. Penyebaran Misinformasi di Media Sosial
Konten tentang kesehatan mental di media sosial memang marak dan sering disampaikan secara menarik. Namun, penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh video tentang ADHD di TikTok, misalnya, bersifat menyesatkan secara medis. Banyak yang berasal dari orang tanpa latar belakang kesehatan, sehingga rentan menyebarkan informasi yang tidak akurat.
6. Mengganggu Hubungan dengan Tenaga Profesional
Ada kasus di mana pasien menolak penanganan dari terapis atau psikiater karena tidak sesuai dengan "diagnosis" yang mereka yakini dari hasil self-diagnosis. Hal ini bisa menunda pengobatan yang seharusnya dan memperparah kondisi mental yang sebenarnya sedang dialami.
BACA JUGA: Jangan Diremehkan, Ini Alasan Kenapa Menjaga Kesehatan Mental Itu Penting!
Apa yang Harus Dilakukan?
Alih-alih mengandalkan media sosial atau pencarian online untuk memahami kondisi kesehatan mental, lebih bijak untuk menjadikan internet sebagai titik awal kesadaran diri, bukan sebagai alat diagnosis. Jika merasa mengalami gejala gangguan mental, langkah terbaik adalah berkonsultasi dengan psikolog, psikiater, atau tenaga kesehatan profesional lainnya.
Self-diagnosis mungkin tampak seperti solusi cepat, namun bisa menjadi jalan yang menyesatkan. Diagnosis yang tepat memerlukan keahlian, ketelitian, dan proses ilmiah yang hanya dimiliki oleh para profesional.
Menjaga kesehatan mental bukan hanya tentang mengetahui istilah-istilah psikologis yang viral, tapi juga tentang keberanian untuk mencari bantuan yang tepat.
Seperti yang tertulis pada 1 Korintus 3: 18, "Janganlah seorang pun menipu dirinya sendiri. Kalau ada orang di antaramu merasa dirinya bijaksana menurut ukuran dunia ini, orang itu harus menjadi bodoh, supaya ia menjadi benar-benar bijaksana."
Jangan jadi dokter bagi diri sendiri, jadilah orang yang peduli pada diri sendiri dengan cara yang benar.
Sumber : Berbagai sumber