Di tengah gemerlap kota metropolitan Jakarta, tersimpan sebuah warisan budaya yang telah berusia ratusan tahun, Musik Keroncong Tugu. Lahir dari komunitas keturunan Portugis di Kampung Tugu, Jakarta Utara, musik ini tidak hanya menjadi bagian sejarah Indonesia, tetapi juga terus dilestarikan sebagai identitas iman dan budaya oleh jemaat Gereja Tugu, gereja tertua di Jakarta.
Asal-Usul Keroncong Tugu
Sejarah Keroncong Tugu bermula pada tahun 1661, ketika Belanda mengasingkan orang-orang keturunan Portugis (Mardijkers) ke Batavia. Mereka kemudian menetap di Kampung Tugu dan menciptakan alat musik sederhana, seperti macina (gitar kecil), yang menghasilkan bunyi khas "crong... croong... crooong".
Uniknya, meskipun terinspirasi dari musik Portugis, Keroncong Tugu justru berkembang sebagai kreasi khas warga Tugu. Alunan musik ini kerap mengiringi ibadah dan perayaan di Gereja Tugu, yang didirikan pada 1678 dan menjadi saksi bisu perjalanan iman komunitas ini.
BACA JUGA: Ternyata Kampung Ini Tinggalkan Sejarah Penting Kekristenan Indonesia
Keroncong Tugu: Dari Ladang ke Panggung Budaya
Dahulu, musik ini dimainkan warga Tugu untuk melepas lelah setelah bekerja di ladang. Mereka berkumpul di sore hari, menikmati kopi, bernyanyi, dan memainkan alat musik. Kini, tradisi itu tetap hidup melalui kelompok musik seperti:
Pada 2015, Keroncong Tugu diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Pemprov DKI Jakarta. Empat tahun kemudian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan Anugerah Kebudayaan sebagai bentuk apresiasi atas upaya pelestariannya.
Menjaga Iman dan Warisan Budaya
Gereja Tugu tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat pelestarian budaya. Setiap tahun, jemaat merayakan Festival Keroncong Tugu, memadukan kebaktian syukur dengan pertunjukan musik tradisional.
Bagikan artikel ini untuk menambah wawasan kekristenan orang-orang di sekitar Anda.
Sumber : Berbagai sumber | Jawaban.com