Kisah bangsa Israel yang dibebaskan dari perbudakan Mesir, tetapi terus mengeluh di perjalanan menuju Tanah Perjanjian, menjadi peringatan keras bagi umat Kristen tentang bahaya pola pikir yang tidak bersyukur dan tidak beriman. Melalui Kitab Keluaran dan Bilangan, Alkitab mencatat bagaimana keluhan yang berulang tidak hanya menghambat rencana Allah, tetapi juga mendatangkan konsekuensi serius.
Dari Perbudakan ke Kebebasan, tapi Masih Terbelenggu Pikiran
Dalam Keluaran 2:23-25, bangsa Israel berseru kepada Allah karena penderitaan mereka sebagai budak di Mesir. Allah mendengar, mengingat perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak, dan Yakub, lalu membawa mereka keluar dengan kuasa ajaib melalui Musa. Namun, pembebasan fisik tidak serta-merta mengubah mentalitas mereka.
Di padang gurun, mereka terus mengeluh: kekurangan air (Keluaran 15:24), kekurangan makanan (Keluaran 16:2-3), bahkan merindukan "kenyamanan" Mesir (Bilangan 11:4-6). Padahal, Allah secara ajaib menyediakan manna, burung puyuh, dan air dari batu.
Akibat Keluhan yang Tak Berkesudahan
Alkitab mencatat tiga konsekuensi serius dari keluhan bangsa Israel:
1. Generasi yang Tidak Masuk Tanah Perjanjian
Ketika 10 dari 12 pengintai memberikan laporan pesimistis tentang Kanaan, bangsa Israel memberontak dan menolak masuk (Bilangan 14:1-4). Akibatnya, Allah menghukum mereka mengembara 40 tahun di gurun sampai generasi itu habis (Bilangan 14:26-35). Hanya Yosua dan Kaleb yang tetap percaya dan diperbolehkan masuk.
BACA HALAMAN SELANJUTNYA>>
Sumber : Jawaban.com