Pemerintah Pusat menerapkan kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak luas terhadap berbagai sektor, mulai dari pemotongan program hingga pengurangan jumlah tenaga kerja.
Efisiensi Anggaran sebagai Kebijakan Pemerintah
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD menjadi dasar kebijakan pemerintah dalam menghemat anggaran negara.
Langkah ini bertujuan untuk menekan pengeluaran hingga Rp306,69 triliun dengan menargetkan berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Namun, efisiensi ini tidak sekadar mengurangi anggaran, tetapi juga berdampak langsung pada program-program yang sedang berjalan serta tenaga kerja yang terlibat.
Sejumlah proyek terpaksa dihentikan atau ditunda akibat keterbatasan dana, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas layanan publik.
Dampak Efisiensi Terhadap Karyawan dan Program Pemerintah
Efisiensi anggaran turut mempengaruhi tenaga kerja, terutama pegawai kontrak dan honorer. Banyak dari mereka berisiko kehilangan pekerjaan akibat pemotongan anggaran di berbagai instansi. Seleksi berbasis kompetensi juga diterapkan untuk menentukan pegawai yang masih dipertahankan.
Beberapa kementerian bahkan menghadapi kesulitan dalam membayar gaji serta tunjangan pegawai akibat keterbatasan anggaran.
Hal ini dikhawatirkan dapat menurunkan motivasi kerja dan berdampak pada kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa efisiensi anggaran tidak akan mengurangi hak-hak masyarakat, terutama dalam layanan publik.
Gaji pegawai, layanan dasar prioritas, serta bantuan sosial tetap menjadi prioritas dalam alokasi anggaran.
Pandangan Ahli Terhadap Kebijakan Efisiensi
Sejumlah pakar kebijakan publik menilai bahwa efisiensi anggaran sebaiknya diawali dari perampingan struktur pemerintahan agar lebih efektif, dibanding hanya memotong belanja barang atau subsidi.
Selain itu, perlu dipertimbangkan kemampuan masing-masing daerah agar kebijakan ini tidak memperparah ketimpangan pembangunan.
Dari sisi makroekonomi, pemangkasan anggaran berpotensi menggeser alokasi dana dari program kementerian dan lembaga ke sektor yang dianggap lebih produktif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Dampak Efisiensi Anggaran 2025 di Berbagai Sektor
Penghematan anggaran negara sebesar Rp 306,7 triliun membawa konsekuensi besar bagi berbagai sektor. Beberapa dampak signifikan meliputi:
1. Pendidikan: Kemendikti Saintek mengalami pemangkasan Rp22,54 triliun dan Kemendikdasmen Rp8,03 triliun. Hal ini memicu kekhawatiran publik terkait program beasiswa seperti KIP Kuliah. Meski demikian, pemerintah memastikan bahwa program beasiswa tidak akan terdampak oleh kebijakan efisiensi ini.
2. Olahraga: Anggaran Kemenpora dipangkas Rp1,29 triliun dari total Rp2,33 triliun. Sebagai akibatnya, fokus kebijakan akan diarahkan pada cabang olahraga tertentu sesuai dengan Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).
3. Perlindungan Perempuan dan Anak: Kementerian PPPA mengalami pemotongan anggaran hingga 48,86% dari total pagu. Hal ini berpotensi mempengaruhi berbagai program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
4. Kepegawaian dan Kesehatan: Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerapkan kebijakan efisiensi dengan sistem kerja fleksibel (Work From Anywhere), pembatasan perjalanan dinas, serta pengurangan penggunaan listrik untuk menekan biaya operasional.
5. BMKG: Pemangkasan anggaran sebesar 50,35% mengakibatkan penurunan kemampuan pemeliharaan alat utama meteorologi hingga 71%, yang berdampak pada menurunnya akurasi informasi cuaca, gempa, dan tsunami dari 90% menjadi 60%.
Halaman selanjutnya →
6. Lembaga Penyiaran: RRI menerapkan sistem gaji berbasis durasi kerja untuk pegawai kontrak sebagai bentuk efisiensi. Sementara itu, pegawai tetap seperti PNS dan PPPK tidak terdampak kebijakan ini.
7. Infrastruktur: Kementerian Pekerjaan Umum mengalami pemotongan anggaran drastis dari Rp110,95 triliun menjadi Rp29,57 triliun. Hal ini menghambat pembangunan jalan tol sepanjang 7,36 km serta perbaikan jalan nasional sepanjang 47.603 km.
8. Mahkamah Konstitusi (MK): Pemotongan anggaran dari Rp611,47 miliar menjadi Rp385,3 miliar membuat pembayaran gaji pegawai hanya cukup hingga Mei 2025, serta berpotensi menghambat penanganan berbagai perkara penting.
9. Komisi Yudisial (KY): Anggaran KY dipangkas 54,35%, yang berdampak pada seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc MA. Sementara itu, MA sendiri masih mengalami kekosongan hakim di berbagai kamar.
10. Penelitian dan Inovasi: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Kemendikti Saintek juga terkena dampak pemotongan anggaran. BRIN mengalami pengurangan dana riset sebesar Rp2,07 triliun, yang berpotensi menghambat perkembangan inovasi nasional.
11. Ombudsman dan KPAI: Anggaran Ombudsman dipangkas 35,89%, yang membuat dana operasional hanya cukup hingga pertengahan tahun. Sementara itu, KPAI menghadapi kendala dalam pengawasan terhadap kasus perlindungan anak akibat keterbatasan anggaran.
12. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK): Pemangkasan 62% dari total anggaran menyebabkan keterbatasan dana untuk layanan utama seperti bantuan medis, psikologis, dan perlindungan fisik bagi korban kejahatan.
Kebijakan efisiensi anggaran 2025 membawa konsekuensi luas terhadap berbagai sektor. Meskipun bertujuan mengurangi pemborosan, kebijakan ini juga menimbulkan tantangan dalam penyelenggaraan program pemerintah, stabilitas tenaga kerja, serta layanan publik.
Agar efisiensi ini benar-benar berdampak positif, diperlukan strategi yang cermat untuk menjaga keseimbangan antara penghematan dan kualitas layanan bagi masyarakat.
Sumber : Berbagai Sumber