“Anak ini memang nakal sekali, sulit sekali diatur,” ujar seorang ibu dengan nada frustrasi ketika melihat anaknya terus-menerus mencari perhatian dengan berteriak atau membuat kekacauan.
Sementara itu, seorang ayah dengan wajah letih berkomentar tentang anaknya, “Dia tidak pernah mau mendengarkan nasihatku, mungkin memang karakternya keras.”
Tanpa disadari, label seperti ini sering diberikan kepada anak yang sebenarnya sedang berjuang dengan tangki emosinya yang kosong.
Ketika seorang anak menunjukkan perilaku sulit, seperti sering marah atau tantrum, tidak mendengarkan, atau terlalu bergantung pada orang tua, itu bukan sekadar masalah “nakal” atau “sulit diatur”. Di balik perilaku tersebut, ada pesan tersembunyi: “Aku membutuhkan perhatianmu.”
Tangki emosi adalah metafora untuk menggambarkan kebutuhan emosional anak yang harus dipenuhi melalui kasih sayang, perhatian, dan penghargaan. Ketika tangki emosi anak kosong, ia tidak mampu mengelola perasaannya dengan baik. Hal ini terlihat melalui perilaku sehari-hari yang sering kali dianggap "bermasalah".
Anak yang sering marah atau menunjukkan agresivitas bukan hanya "tidak tahu aturan". Sebaliknya, ini adalah jeritan halus yang mengatakan, "Aku butuh perhatianmu." Misalnya, anak yang terus-menerus mencari perhatian, bahkan dengan cara ekstrem, mungkin merasa tidak cukup diperhatikan.
Ketika anak bertindak demikian, orang tua sering kali terpancing untuk menghukumnya. Namun, Alkitab mengingatkan kita dalam Efesus 6:4, "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.." Hukuman yang hanya berfokus pada perilaku tanpa memahami akar emosinya bisa memperburuk situasi.
Sumber : Jawaban.com | Puji Astuti