Kehidupan ini menempa kita dengan berbagai persoalan dan masalah, namun respon kita yang akan menentukan apakah kita menjadi : bitter person or better person. Respon seperti apa yang membuat perbedaan ini?
Menurut Psychologytoday.com orang yang merasa pahit seringkali dikarenakan orang tersebut merasa tidak diakui dan tidak dihargai dalam banyak situasi dan hubungan. Mereka merasa sedih, benci dan terutama marah, namun perasaan tersebut dipendam cukup lama.
Jika seseorang merasa pahit dengan pasangannya, hal tersebut tidak muncul tiba-tiba. Ia mungkin menyimpan berbagai kekecewaan, kesedihan dan kemarahan selama bertahun-tahun.
Dalam Ibrani 12:15 memperingatkan, “Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.”
Kepahitan itu seperti racun atau virus, orang yang kepahitan akan menyebarkan rasa pahitnya kepada orang-orang disekelilingnya. Ia akan melukai sesamanya, dan juga mempengaruhi orang lain untuk merasa pahit juga.
Mereka merasa dirinya adalah korban yang harus dikasihani, sehingga ketika ia merasa mengalami ketidakadilan ia akan berseru “mengapa saya yang mengalaminya” dan menyalahkan orang lain.
Itu sebabnya penulis kitab Ibrani memperingatkan, orang yang pahit akan menimbulkan kerusuahan dan mencemarkan banyak orang.
Dalam Ibrani 12:15 memberikan penawar racun kepahitan, yaitu hidup di dalam kasih karunia Allah. Sebab ketika kita mulai keluar atau menjauh dari kasih karunia Allah ini, maka dengan mudah kepahitan akan muncul dalam hidup kita.
Sebagai orang Kristen, kita harus selalu mengingat bahwa kita adalah orang yang berdosa yang seharusnya mati karena dosa-dosa kita. Namun melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib, kita yang harusnya menerima hukuman atas dosa-dosa kita diberikan anugerah keselamatan. Bukan karena kita layak, tapi karena kasih karunia Allah.
Gambaran paling jelas tentang orang yang menjauh dari kasih karunia Allah adalah perumpamaan yang Yesus berikan tentang hamba yang berhutang 10.000 talenta (Matius 18:22-35). Hamba yang jahat itu telah menerima karunia saat hutangnya yang 10.000 talenta dihapuskan, namun dia tidak bermurah hati terhadap temannya yang hanya berhutang 100 dinar.
Hamba yang jahat itu tidak menyadari betul bahwa hutangnya dihapuskan oleh raja karena belas kasihan semata-mata. Ia tidak memiliki rasa syukur sedikitpun atas kebaikan yang ia terima, sehingga ia memegang erat-erat hutang orang lain kepadanya.
Bukankah setiap kita yang percaya kepada Yesus Kristus dalam posisi hamba yang memiliki hutang 10.000 talenta itu? Sebab dengan kemampuan kita, tidak mungkin kita bisa dikuduskan dan dibenarkan di hadapan Allah.
Jika kita masih menyimpan kesalahan orang lain dan menuntut pembalasan atas kesalahannya, maka kita menjadi sama seperti hamba yang jahat itu. Itu sebabnya Efesus 4:30-32 menasihatkan:
“Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan. Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Jadi jika kita mau menjadi orang yang lebih baik setiap harinya ketika menghadapi berbagai masalah, kesulitan, kekecewaan dan juga ketidakadilan, responilah dengan benar seperti ayat di atas. Yaitu dengan penuh kasih serta saling mengampuni, seperti kita telah diampuni oleh Tuhan Yesus Kristus. Jika kita punya sikap hati seperti ini, percayalah maka kita bisa selalu ramah dan penuh kasih kepada setiap orang.
Jadi, apakah Anda mau menjadi bitter person or better person? Buatlah pilihan yang benar.
Apakah Anda menghadapi permasalahan serupa dan ingin didoakan? Mari sampaikan pokok doa Anda pada kami di Layanan Doa dan Konseling CBN dengan KLIK DISINI. Kami percaya Tuhan mengasihi Anda dan rindu memulihkan hidup Anda.
Sumber : Puji Astuti | Jawaban.com