Belajar Arti Mengampuni Dari Perumpamaan Hamba Yang Jahat

Kata Alkitab / 10 March 2024

Kalangan Sendiri

Belajar Arti Mengampuni Dari Perumpamaan Hamba Yang Jahat

Puji Astuti Official Writer
839

Hati kita sangat mudah terluka, baik oleh perkataan atau tindakan seseorang. Tidak sedikit orang yang sulit mengampuni, terlebih yang melukainya adalah orang terdekat, seseorang yang mereka percaya dan mereka kasihi.  

Anak melukai hati orangtuanya, anak memendam sakit hati karena tindakan keras orangtuanya, pasangan dikecewakan oleh suami atau isterinya, keluarga menjadi menjauh karena perkataan saudara atau ipar, dan bahkan menantu terluka karena perlakuan mertuanya. 

Mengampuni adalah konsep yang indah, hingga kita harus melakukannya sendiri, baru kita menyadari sulit dan sakitnya sebuah tindakan pengampunan. Apakah Anda setuju dengan pernyataan itu?  

Yesus mengajarkan konsep Kerajaan Allah kepada para pengikutnya, termasuk tentang dosa dan pengampunan. Namun sebagai manusia biasa, sulit untuk mengampuni orang yang telah melukai kita. Bahkan para murid-murid-Nya juga menghadapi dilema yang sama, sehingga  memicu pertanyaan Petrus ini, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” (Matius 18:21).  

Untuk mengerti mengapa Petrus bertanya berapa kali dan mengapa ia mengajukan 7 kali pengampunan, kita harus melihat pada konteks kepercayaan orang Yahudi.  

Dalam tradisi Yahudi, seseorang tidak harus mengampuni. Orang yang melakukan kesalahan harus bertanggung jawab, memberikan upaya untuk memperbaiki, dan meminta maaf atas kesalahannya. Orang yang dianiaya atau dilukai dapat memilih untuk mengampuni atau tidak. 

Setelah meminta pengampunan sebanyak tiga kali, pelaku kesalahan dibebaskan dari tanggung jawab, terlepas dari apakah pengampunan diberikan atau tidak. 

Jadi ketika Petrus mengungkapkan 7 kali pengampunan, dia berpikir bahwa dirinya sudah sangat murah hati dalam hal mengampuni. Namun respon Tuhan Yesus bukan hanya membuat Petrus kaget, namun juga seluruh orang Yahudi saat itu.  

Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. (Matius 18:22) 

Bukan 7 kali saja, tapi 70 kali 7 kali, jika dari kalimatnya bisa memiliki beberapa arti, bisa saja 490 kali, atau bahkan 70 pangkat 7. Lalu apa maksud Tuhan Yesus dengan pernyataan ini? Hal tersebut dijelaskan dalam kisah perumpamaan hamba yang jahat.  

Dari perumpamaan ini, Tuhan Yesus tidak memberikan kepada kita jumlah maksimum berapa kali kita harus mengampuni. Sebaliknya, Dia mengatakan bahwa para pengikut-Nya tidak seharusnya membatasi jumlah atau frekuensi pengampunan mereka. 

Jika Anda membaca kisah dalam Matius 18:23-35 kita akan diperhadapkan kepada 2 tokoh utama, yaitu Raja yang murah hati dan Hamba yang jahat. Hamba yang jahat ini memiliki hutang yang sangat besar, sehingga jika dia, istri dan anak-anaknya serta seluruh hartanya dijual, hutang tersebut tidak bisa diluanasi.  

Di hadapan raja tersebut, sekalipun tahu dirinya tidak bisa melunasi hutangnya, hamba tersebut meminta belaskasihan, “Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan.” 

Raja tersebut digerakkan oleh belaskasihan, sekalipun dia harus menanggung kerugian, namun raja itu membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. 

Namun hamba yang jahat seperti tidak menyadari bahwa anugerah yang telah ia terima sangat besar. Sehingga saat ia bertemu dengan orang yang berhutang padanya, ia menangkap dan mencekik kawannya itu. Bahkan ketika kawannya meminta belaskasihan seperti yang ia lakukan di hadapan raja itu, hamba tersebut tidak tergerak sama sekali dan membawa kawannya itu ke penjara.  

Raja mengetahui peristiwa itu dari teman-teman hamba itu, dan sedihlah ia sehingga menangkap hamba yang jahat itu. Pernyataan Tuhan Yesus di akhir cerita itu sangat tegas, “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Matius 18:35) 

Dari perumpamaan di atas ada 3 hal yang harus kita sadari :  

1. Kita seperti hamba yang jahat itu, hutang dosa kita tidak bisa kita bayar sendiri.  

Kita seperti hamba yang jahat itu, dosa dan kejahatan kita tidak bisa kita bayar dengan apa yang kita miliki dan kita lakukan. Tidak mungkin kita bisa menebus kesalahan kita dengan perbuatan atau ibadah kita.  

2. Tuhan Yesus sudah membayar lunas dosa kita.  

Namun Tuhan Yesus Kristus sudah menebus dan membayar lunas seluruh hutang dosa kita dengan darah-Nya sendiri di kayu salib. Kita adalah hamba yang menerima anugerah yang tak terkira itu, yang sekarang memiliki bagian dalam kehidupan kekal dalam Kerajaan Sorga.  

3. Tuhan Yesus mau agar para pengikutnya memiliki gaya hidup mengampuni. 

Melalui kisah tentang hamba yang jahat itu, Tuhan Yesus mengingatkan kita sebagai pengikutnya untuk memiliki gaya hidup yang penuh kasih dan pengampunan. Mengapa? Karena kita telah terlebih dahulu menerima anugerah pengampunan yang sangat besar. Bukankah kesalahan orang yang telah menyakiti kita jika dibandingkan dengan dosa dan kejahatan kita yang sudah diampuni oleh Tuhan adalah sesuatu yang kecil?  

Apa yang Yesus ajarkan bukanlah untuk menuntut balas atas orang yang bersalah kepada kita, Dia mengajarkan kita untuk memiliki hati yang berbelaskasihan kepada mereka. Melepaskan pengampunan adalah sebuah gaya hidup yang harus kita jalani sebagai orang-orang yang percaya kepada-Nya, sehingga dunia bisa mengenal Tuhan yang penuh kasih itu melalui teladan kehidupan kita.  

Perjalanan untuk melakukan hal ini tidak mudah, namun bukannya tidak mungkin. Setiap kita bisa melakukannya dengan kekuatan dari Tuhan. Semua itu dimulai dari satu langkah, memutuskan untuk mau mengampuni. Jika Anda sedang mengalami hal ini, butuh dukungan doa, mari hubungi kami di Layanan Doa dan Konseling CBN dengan KLIK DISINI. Kami percaya, keputusan Anda mengampuni akan membawa pemulihan dan berkat dalam hidup Anda.  

Sumber : Puji Astuti | Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami