Memahami Kain Kabung, Konteks dan Maknanya Menurut Alkitab
Sumber: Jawaban

Fakta Alkitab / 12 February 2024

Kalangan Sendiri

Memahami Kain Kabung, Konteks dan Maknanya Menurut Alkitab

Puji Astuti Official Writer
833

Beberapa kebudayaan memiliki tradisi khusus saat berkabung, seperti masyarakat Tionghoa yang memakai pakain putih, atau orang Jepang yang memakai Mafuku, sejenis kimono berwarna hitam. Contoh lainnya adalah masyarakat Batak yang menggunakan ulos dengan motif khusus saat berkabung.  

Mengungkapkan rasa duka dengan pakaian khusus menjadi bagian budaya dan juga tradisi agama, termasuk orang Israel. Namun tahukah Anda apa saja catatan Alkitab tentang cara berkabung dan seperti apa kain kabung yang digunakan?  

Mari simak pembahasan Fakta Alkitab kali ini. 

Seperti apa kain kabung yang dipakai di jaman Alkitab 

Kain kabung dalam jaman Alkitab bukan terbuat dari kain yang dibuat dari serat tanaman, melainkan dari jalinan bulu hewan. Dalam bahasa Ibrani kain kabung disebut “sag” sedangkan dalam bahasa Yunani adalah “sakkos”. Bentuknya adalah kain kasar yang dibuat dari bulu kambing atau bulu unta yang berwarna hitam, biasanya dijadikan sebagai karung untuk menaruh barang-barang.  

Kain kabung di perjanjian lama bentuknya bukanlah seperti baju, namun sebuah kain hitam yang kemudian di ikat pada pinggang orang yang sedang berduka, hal ini dicatat di Kejadian 37:34, saat Yakub mendapat kabar palsu dari anak-anaknya bahwa Yusuf mati di makan binatang buas. Pria yang memakai kain kabung bertelanjang dada. 

Alasan memakai kain kabung 

Di dalam Alkitab, seseorang memakai kain kabung bukan hanya karena perasaan duka karena meninggalnya seseorang . Ada beberapa peristiwa lain yang dicatat Alkitab tentang hal ini:  

- Menghadapi bencana nasional. 

Hal ini dilakukan oleh Mordekhai dan seluruh orang Israel saat Haman mendapatkan ijin Raja Ahasyweros untuk membasmi semua orang Israel yang ada di wilayahnya. Ester 4:1 menyatakan, Mordekhai mengoyakkan pakainnya dan memakai kain kabung serta abu.  

- Sebagai ungkapan pertobatan dan merendahkan diri. 

Tindakan ini dilakukan oleh Raja Niniwe dan rakyatnya saat mendengar peringatan dari Nabi Yunus bahwa hukuman Tuhan akan turun atas mereka (Yunus 3:5-6). Raja, seluruh rakyat dan bahkan hewan melakukan perkabungan dan puasa.  

- Melambangkan jabatan nabi.  

Dalam beberapa kasus, nabi-nabi tertentu menggunakan kain kabung atau kain dari bulu hewan. Diantaranya adalah Nabi Elia (2 Raja-raja 1:8) dan Yohanes Pembabtis (Matius 3:4).  

Kenapa menggunakan kain kabung disertai dengan menabur abu? 

Tindakan merobek pakaian, mengenakan kain kabung, dan menaburkan abu memiliki makna yang dalam dalam konteks ekspresi duka dan kesedihan, serta sebagai sikap merendahkan diri di hadapan Tuhan dan pertobatan. 

Merobek pakaian adalah tindakan ekspresif yang melambangkan perasaan kehilangan dan kesedihan yang mendalam. Ini adalah cara bagi seseorang untuk secara visual mengekspresikan perasaan trauma dan kehilangan yang mereka alami, seringkali sebagai reaksi pertama terhadap berita yang menghancurkan atau kehilangan yang mendalam. 

Mengenakan kain kabung, adalah tindakan simbolis yang menunjukkan  duka dan kesedihan. Ini adalah cara menunjukkan secara nyata kepada dunia luar bahwa mereka sedang berkabung, baik atas kehilangan orang yang dicintai, dosa yang dilakukan, atau bentuk merendahkan diri dihadapan Tuhan. 

Menaburkan abu merupakan tindakan yang mengingatkan  akan keterbatasan manusia sebagai ciptaan yang dibuat dari debu tanah. Selain itu menaburkan abu juga melambangkan sikap pertobatan, di mana seseorang secara simbolis menunjukkan keinginan untuk memperbaiki diri dan meminta pengampunan atas dosa-dosanya kepada Tuhan. 

Dari Fakta Alkitab kali ini kita belajar bahwa  menggunakan kain kabung dan menabur abu adalah ungkapan atas pergolakan batin yang terjadi di dalam diri seseorang, seperti rasa duka yang mendalam, kesedihan, penyesalan, pertobatan dan merendahkan diri di hadapan Tuhan.  

Walau saat ini sebagai orang Kristen kita tidak diminta memakai kain kabung dan menabur abu di kepala kita, namun kita belajar bahwa setiap pribadi perlu merendahkan diri dengan sungguh-sungguh di hadapan Tuhan menunjukkan pertobatan yang sejati. Selain itu, kita juga bisa mengungkapkan kepada Tuhan rasa duka dan kesedihan kita yang mendalam, karena Dia adalah Bapa yang penuh kasih yang akan memulihkan dan memberikan kita sukacita (Yesaya 61:1-3).  

Sumber : Puji Astuti | Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami