Budaya makan harus disisakan mungkin menjadi nasehat yang sering kita dengar diturunkan turun temurun entah siapa yang memulainya. Makan sampai piring bersih dianggap rakus dan bukan budaya yang baik. Saya sering sekali heran melihat orang yang mengambil makanan banyak di piringnya namun disisakan. Apakah kita tidak tau takaran makan kita? Apakah kita tidak tahu kita sedang lapar atau kenyang dan butuh berapa banyak makanan? Nambah berkali-kali bukan dosa, yang penting habis.
Yohanes 6:12 berkata, "Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang."
Ketiga penulis Injil lainnya pun mencatat mengenai pengumpulan potongan-potongan tersisa ini. (Matius 14:20, Markus 6:43 dan Lukas 9:17)
Mengapa Yesus menyuruh muridNya untuk mengumpulkan lagi potongan roti dan ikan yang tidak habis dimakan oleh orang banyak? Yesus mengajarkan kita untuk tidak membuang makanan sekecil apa pun sebagai wujud kita menghargai berkat Tuhan. Masih banyak di luar sana yang belum bisa menikmati makanan seperti yang kita nikmati sekarang. Coba bayangkan berapa banyak sisa dipiringmu ketika makan setiap hari? Mungkin kita berkata hanya sedikit lagi sisa di piring saya. Jika dikumpulkan selama 1 tahun apalagi sejumlah umur kita sekarang pasti sudah bisa memberi makan beberapa orang.
Padahal, satu butir nasi itu bisa sampai di piring kita karena proses yang teramat panjang: tanahnya dibajak, memakai sapi/kerbau/traktor, petaninya berkeringat di tengah terik matahari sehari penuh, mengairi, dicangkul, ditanam, disiangi, dipanen, dijemur, digiling sampai jadi beras membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sesudah jadi beras pun, harus didistribusikan ke pasar, sampai ke warung beras, dibeli ibu kita sampai ke dapur, dibersihkan, ditanak sampai matang, dan tersaji di hadapan kita.
Matius 6:11 berkata, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”.
Baca Juga: Tuhan, Berikan Kami Setiap Hari Makanan Kami Yang Secukupnya
Makanan yang secukupnya artinya tidak lebih dan tidak kurang. Mungkin kita berpikir bahwa itu kan makanan saya dan saya beli dengan uang saya. Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa makanan itu berasal dari Tuhan dan bukan untuk disimpan sendiri, apalagi dibuang-buang? Ketika kita menghamburkan uang untuk menyediakan makanan lebih daripada kebutuhan lalu kemudian dibuang, apakah kita ingat ada banyak gelandangan dan anak-anak yang kelaparan, yang mungkin akan berpesta dengan segenggam saja sisa makanan yang terbuang itu? Ketika kita berpesta pora, pedulikah kita bahwa di sisi lain ada anak yang tengah menangis kelaparan? Tuhan tidak menyukai sikap seperti itu.
Kita mengucap syukur atas makanan dan minuman yang terhidang di hadapan kita, dan jika kita buang, bukankah itu artinya kita membuang berkat yang berasal dari Tuhan? Tidakkah akan jauh lebih baik apabila kita mempergunakannya untuk memberkati orang lain? Sudahkah kita memperlakukan berkat dari Tuhan dengan benar? Ingatlah bahwa apa yang kita miliki saat ini bukanlah hasil usaha kita semata, tetapi juga merupakan berkat yang indah dari Tuhan. Hari ini marilah kita bersama-sama belajar menghargai berkat Tuhan, mensyukuri segala yang telah Dia berikan kepada kita, dan memakainya untuk memberkati orang lain.
Baca Juga: 61 Anak Meninggal, Masalah Gizi Buruk dan Campak di Asmat Jadi Bencana Kesehatan Darurat
Padahal gizi buruk Indonesia menjadi sorotan Unicef. Perwakilan UNICEF untuk Indonesia, Debora Comini, mengatakan sebelum terjadi pandemi, ada sekitar 2 juta anak menderita gizi buruk dan lebih dari 7 juta anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting di Indonesia. Apalagi setelah pandemi Covid 19 ini diperkirakan angkanya pasti meningkat. Bila Anda pernah membuang makanan atau memang hobi menyisakan makanan lalu dibuang, pikirkanlah orang yang masih kekurangan gizi karena kelaparan di Indonesia!
1 Korintus 10:31 berkata, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, Lakukanlah untuk kemuliaan Allah”
Jika kita makan atau minum ingatlah bahwa itu harus kita lakukan untuk kemuliaan Allah. Orang yang memuliakan Allah pasti tidak membuang makanan yang adalah berkat Tuhan. Membuang sedikit atau banyak sama saja yaitu sama-sama membuang berkat Tuhan. Jadi belajarlah mengambil makanan secukupnya saja. Lebih baik nambah berkali-kali dari pada sisa di piring kita. Dan piring bersih dari sisa makanan adalah wujud kita menghargai berkat Tuhan dan menghargai jerih lelah kita sendiri.
Sandi Hutahaean S.Pd.K, Penyuluh Agama Kristen, Kementerian Agama Kota Bandung.
Sumber : Jawaban.com