Kontroversi Kalung Eucalyptus, Aromaterapi Yang Disebut-sebut Sebagai Anti Virus
Puji Astuti Official Writer
Produk kalung eucalyptus yang dikabarkan bisa ampuh menangkal virus corona atau COVID-19 menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat, banyak pihak tidak mempercayai dampak dari kalung anti-virus Corona tersebut.
Diteliti dan dipatenkan oleh Kementan
Kepala Badan penelitian dan pengembangan pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian, Fadjry Djufry menyatakan bahwa laboratorium Balitbangtan telah melakukan pengujian terhadap eucalyptus sp.
"Setelah kita uji ternyata Eucalyptus sp yang kita uji bisa membunuh 80-100 persen virus, mulai dari avian influenza hingga virus corona model yang digunakan. Setelah hasilnya kita lihat bagus, kita lanjutkan ke penggunaan nanoteknologi agar kualitas hasil produknya lebih bagus," demikian pernyataan Djufry yang dikutip oleh Kompas.com, Selasa (7/7/2020).
"Ini bukan obat oral, ini bukan vaksin, tapi kita sudah lakukan uji efektivitas, secara laboratorium secara ilmiah kita bisa buktikan," demikian tambahnya.
Kalung aroma terapi, masuk dalam kategori jamu
Dalam penjelasan yang diberikan oleh Kementan, produk ini sebenarnya adalah aromaterapi berbentuk kalung yang memiliki kandungan eucalyptus . Bahan aktif utamanya adalah cineol-1,8 yang bermanfaat sebagai anti antimikroba mikroba dan anti virus melalui mekanisme M Pro.
Menurut studi mereka, dengan menginhalasi atau menghirup Antara 5 sampai 15 menit Dapat secara efektif bekerja sampai ke alveolus. bahkan Kementan mengklaim dengan konsentrasi 1% saja sudah cukup membunuh virus 80 sampai 80-100 persen.
Kalung eucalyptus ini sudah dipatenkan oleh Kementan dan Rencananya akan diproduksi cara masal.
Produk ini termasuk dalam kategori jamu, yang menurut Djufry ijinnya tidak membutuhkan uji klinis.
Belum terbukti secara ilmiah
Beberapa ahli masih meragukan kebenaran Tentang kalung eucalyptus yang disebut-sebut sebagai anti virus itu.
"Saya tidak setuju jika kalung eucalyptus disebut sebagai kalung antivirus. Cukuplah disebut Kalung kayu putih atau Kalung Eucalyptus," demikian pernyataan akademisi dan praktisi klinis Prof Dr dr H Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB FINASIM FACP, yang dikutip oleh Republika.co.id.
Senada dengan pernyataan Prof Ari, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan kepada Kompas.com, bahwa kalung anti-virus ini belum terbukti secara ilmiah.
"Belum terbukti secara ilmiah dan dimuat di jurnal ilmiah tentang potensi mencegah virus SARS-CoV-2," demikian pendapat Dicky.
"Saya tidak melihat relevansi yang kuat antara kalung di leher dengan paparan virus ke mata, mulut, dan hidung," tambahnya.
Baca juga :
Selain belum terbukti secara ilmiah, menurut Dicky, kehadiran kalung eacalyptus tersebut dapat menimbulkan rasa aman palsu dan membuat orang menjadi lalai kepada protokol kesehatan yang telah terbukti penting untuk mencegah penyebaran COVID-19 seperti cuci tangan dan menjaga jarak.
Berdasarkan pemaparan di atas, pada masa new normal di mana aktivitas sudah dilakukan di berbagai bidang, masyarakat harus tetap waspada dan tidak mudah panik. Penting bagi masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah, seperti cuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer, memakai masker, menjaga jarak dan menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan bernutrisi serta olahraga yang teratur.
Sumber : Berbagai Sumber
Halaman :
1