Ancam Demo Besar-besaran, Kenapa Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Masalah Bagi Para Buruh?
Sumber: Baliexpress.com

Finance / 17 February 2020

Kalangan Sendiri

Ancam Demo Besar-besaran, Kenapa Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Masalah Bagi Para Buruh?

Lori Official Writer
1796

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengancam untuk lakukan demonstrasi besar-besaran jika draf Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja masih dibahas di DPR.

Penolakan ini dilakukan karena Omnibus Law Cipta Kerja dianggap merugikan pihak buruh, yang mana tidak memberikan perlindungan kepada para buruh dalam tiga hal yaitu job security (perlindungan kerja), income security (perlindungan terhadap pendapatan) dan social security (jaminan sosial terhadap pekerjaan).

Lalu apa sih sebenarnya RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini? Kenapa rancangan ini harus dibuat?

Asal –Usul Omnibus Law

Omnibus Law atau dikenal juga dengan omnibus bill adalah sistem pengaturan undang-undang yang umum dipakai oleh negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Irlandia dan Suriname, Inggris, Jerman, Australia, Turki dan negara Asia Tenggara (Malaysia, Filipina,Kamboja, Vietnam dan Singapura).

Kata omnibus law ini berasal dari bahasa Latin yang artinya ‘for everything’. Atau dalam bahasa hukumnya adalah satu regulasi baru dibentuk sekaligus untuk menggantikan lebih dari satu regulasi lain yang sudah berlaku. Konsep ini hanya menggantikan beberapa pasal di satu regulasi dan di saat yang bersamaan mencabut seluruh isi regulasi lain. Dalam bahasa yang lebih sederhana omnibus law bisa mengeluarkan sebuah undang-undang yang berisiko menghilangkan beberapa undang-undang yang lain.

Salah satu keunggulan metode omnibus law adalah kepraktisan untuk mengoreksi banyak regulasi bermasalah serta meningkatkan kecepatan penyusunan undang-undang.

Karena hal inilah, pemerintah berpikir bahwa satu-satunya alasan munculnya penerapan RUU Omnibus Law Cipta Kerja adalah karena pemerintah ingin mengubah proses revisi undang-undang dengan cara yang lebih sederhana yaitu tidak lagi melalui DPR tetapi cukup dengan menerbitkan peraturan pemerintah (PP).

Kontroversi Penerapan Omnibus Law di Indonesia

Dari sisi positifnya, penerapan Omnibus Law bisa membantu pemerintah untuk mengatasi dua masalah umum yang terjadi. Pertama, mengatasi persoalan kriminalisasi pejabat negara. Dimana pejabat pemerintah masih tidak leluasa dalam penggunaan anggaran, karena jika terbukti anggaran menyebabkan kerugian, maka pejabat tertentu akan dipidana tindak korupsi.

Manfaat kedua dari penerapan omnibus law adalah untuk menyeragamkan kebijakan pusat dan daerah dalam menunjang iklim investasi. Dengan kata lain, omnibus law bisa jadi cara singkat sebagai solusi untuk mengatur perundang-undangan yang saling tumpang tindih.

Meski di satu sisi Omnibus Law dianggap bermanfaat untuk mendukung percepatan pembangunan. Namun, di sisi lain pihak buruh menganggapnya sebagai kerugian.

Hal ini disebabkan karena RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang tengah dibahas di DPR saat ini berisi tentang beberapa pasal yang cenderung merugikan hak pekerja/buruh.

Seperti disampaikan oleh Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar Cahyo, salah satu pasal di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja berisi tentang perubahan atas formula upah minimum. Dimana di dalam draf RUU tersebut pasal 88c hanya dijelaskan soal penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan tidak termasuk dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang selama ini tertuang dalam Pasal 89 Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Meskipun RUU ini berisi pasal pemberian bonus sesuai dengan masa kerja hingga lima kali gaji, KSPI tetap saja menganggapnya hanya untuk menutupi pasal-pasal lain di dalam Omnibus Law yang merugikan pihak buruh.


Baca Juga:

Ingin Tahu Skema Pengupahan? Begini Caranya

Para Pengusaha Perlu Tahu Pentingnya Daftar Hak Merek Usaha Sendiri. Begini Langkahnya!


Seperti diketahui, hal ini ditulis dalam Pasal 92 Bab IV tentang Ketenagakerjaan dimana buruh yang memiliki masa kerja:

- Kurang dari 3 tahun akan diberikan penghargaan sebesar satu kali upah

- Masa kerja 3-4 tahun sebanyak dua kali upah

- Masa kerja 6 sampai  9 tahun sebesar tiga kali upah

- Masa kerja 9 sampai 10 tahun sebanyak lima kali upah

Terlebih, KSPI merasa tidak dihargai karena pemerintah tidak melibatkan mereka dalam penyusunan RUU tersebut.

Berikut 9 penolakan dari KSPI:

1. RUU tidak menetapkan upah minimum kabupaten/kota dan UMK buruh malah menjadi semakin kecil.

2. Pesangon dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja hanya maksimal 17 kali gaji. Padahal sebelumnya bisa mencapai 34 kali gaji jika pekerja di PHK karena kesalahan perusahaan.

3. Penggunaan tenaga outsourcing tidak dibatasi. Dalam artian, perusahaan bisa menambah karyawan outsource di berbagai bidang bahkan bekerja sebagai profesi inti dan strategis dalam sebuah perusahaan.

4. Upah sesuai jam kerja dianggap memicu perusahaan bertindak eksploitatif terhadap pekerja.

5. RUU Cipta Kerja menyebabkan potensi penggunaan tenaga kerja asing (TKA) unskilled workers atau buruh kasar. Izin masuk TKA ini dianggap lemah.

6 Ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dibuat dengan mudah.

7. RUU ini juga dianggap mengurangi hak jaminan kesehatan dan jaminan pensiun pekerja.

8. Masa kontrak karyawan yang tidak ditentukan.

9. Tidak mengatur sanksi pidana bagi pengusaha yang telat membayar upah dan pesangon pekerja/buruh.

Menurut KSPI, kesembilan masalah ini perlu dipertimbangkan kembali. Jika ternyata pihak pekerja/buruh lebih banyak dirugikan, maka mereka mengancam untuk melakukan penolakan besar-besaran.

Kondisi ini memang terbilang sulit. Namun, pemerintah diharapkan bisa memberikan win-win solution sehingga aturan yang dibuat tidak timpang sebelah, dimana di satu sisi menguntungkan pemerintah dan pengusaha namun di sisi lain merugikan pekerja/buruh.

Sumber : Berbagai Sumber | Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami