Salah satu
raport merah dari kepemimpinan Presiden Jokowi adalah belum tuntasnya kasus penolakan dan penyegelan rumah ibadah di berbagai daerah.
Dua tahun terakhir
ini, kita bisa menyaksikan banyaknya rumah ibadah yang disegel lantaran dianggap
tidak memenuhi syarat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Masalah ini bahkan masih belum mendapat solusi yang jelas dari pemerintah.
Menanggapi kondisi
inilah, Menteri Agama (Menag) yang baru dilantik Fachrul Razi angkat bicara. Dalam sebuah kesempatan, dirinya menyampaikan bahwa Kementerian Agama berkomitmen untuk mencari solusinya.
Salah satu
langkah konkrit yang akan dia tempuh adalah dengan mengambil tindakan musyawarah. Menurutnya, musyawarah adalah jalan terbaik untuk mencegah konflik dan sama sekali tidak akan merugikan pihak manapun.
“Kita lihatnya
case by case dan memang ditolak maka kita
musyawarah, ditolaknya karena apa. Misalnya dibilang, ‘pak dia kan cuma ada 5
KK di sini tapi akan bangun gereja seperti ini, kalau dikecilkan sedikit boleh gak? Boleh’. Nah, seperti itulah, kita coba dialog,” jelas Fachrul.
Meskipun
begitu, dirinya mengaku jika cara ini bisa saja gagal. Tapi untuk langkah awal,
Kemenag akan melakukan pendekatan ini dalam menghadapi kasus penolakan pendirian rumah ibadah.
Terkait hal
ini, dua lembaga besar Kristen yaitu Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pun menyampaikan komentarnya.
Pihak KWI
sendiri menyambut baik solusi tersebut. Melalui Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama
dan Kepercayaan (HAK) KWI, Romo Heri Wibowo menyampaikan bahwa upaya dalam bentuk apapun yang diambil oleh pemerintah akan selalu mendapat dukungan KWI.
Dia hanya
berharap jika upaya ini bisa direalisasikan secara nyata. Sehingga kasus-kasus penolakan dan penyegelan rumah ibadah tidak lagi terjadi di Indonesia.
Dia
berharap, langkah musyawarah ini bisa berjalan secara adil dengan tujuan untuk menciptakan kerukunan dan kedamaian antarumat beragama.
“Prinsipnya musyawarah memang itu langkah yang baik. Tetapi jangan lupa musyawarah yang berkeadilan, bukan karena tekanan atau tertekan atau ada yang dikalahkan atau terpaksa mengalah. Tapi musyawarah itu untuk kebaikan bersama yang menjamin kedudukan dan kesetaraan masing-masing warga negara apapun agama dan kepercayaannya, termasuk dalam kaitannya dengan tempat ibadah dan hal untuk beribadah,” jelas Romo Heri, seperti dikutip Detik.com, Rabu (30/10).
Baca Juga:
Sambut HUT RI 74 Tahun, Ini Pesan Harapan PGI dan Semua Lembaga Kristen di Indonesia
Protes Menteri Agama Pilihan Jokowi, PBNU Sebut Alasan Ini
Sementara PGI
menyampaikan jika kasus penyegelan rumah ibadah sebenarnya muncul dari persoalan syarat IMB yang ada di pemerintah.
Humas PGI,
Irma Riana Simanjuntak menilai pemerintah justru kerap melakukan pembiaran saat
sekelompok orang melakukan penolakan terhadap pembangunan rumah ibadah tertentu.
Dia juga menilai pemerintah kurang memfasilitasi proses perizinan rumah ibadah.
“Sebenarnya
kan lebih banyak persoalan IMB ya, persoalan bagaimana mendapatkan IMB yang
sebetulnya itu harus difasilitasi oleh pemerintah. Bagaimana rumah ibadah mendapatkan
IMB. Tapi kan dalam kenyataannya, bahwa justru persoalan ini banyak di
pemerintah. Pemerintah kurang memfasilitasi bahkan ketika ada kelompok-kelompk
intoleran yang tidak menginginkan keberadaan suatu rumah ibadah di suatu tempat itu sepertinya ada pembiaran terhadap kelompok-kelompok itu,” kata Irma.
Menurutnya,
dari data yang dikumpulkan Biro Litbang PGI mereka menemukan bahwa pemerintah tampak
kurang tegas dalam mengurus IMB serta membiarkan kelompok intoleran untuk
menekan sehingga ketika ada tekanan massa, pemerintah justru membela pihak yang salah.
Hal ini sesuai
dengan data yang dikumpulkan sejak tahun 2000-2018, dimana terdapat sebanyak 113
kasus penolakan gereja di Jawa Barat. Namun sampai tahun 2019, kasus-kasus ini masih belum mendapat solusi.
“Data dari
Biro Litbang PGI 2018 menunjukkan bahwa jumlah kasus penutupan rumah ibadah khususnya
gereja sejak tahun 2000-2018 adalah di daerah Jawa Barat 113 kasus, Sulawesi 14
kasus, Banten 14 kasus, DKI 13 kasus, Jawa Tengah 12 kasus, Jawa Timur 8 kasus,
Sumatera 34 kasus, Kalimantan 3 kasus. Kasus ini hingga tahun 2019 masih banyak yang belum menemui jalan keluarnya,” ungkap Irma.
Selain itu,
Irma juga mengkritisi soal isi dari Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah.
“Sebenarnya
ada PBM itu, nah Peraturan Bersama Menteri itu kan sebetulnya bagaimana pemerintah
memfasilitasi sehingga gereja mendapatkan ijin termasuk memfasilitasi dialog-dialog
dengan warga sekitar. Itu sebetulnya, itu banyak petisi menolak PBM ini, kita melihat
sepanjang belum ada peraturan pengganti PBM ini, ya ini yang masih digunakan.
Tapi yang kita inginkan UU dibuat dalam memfasilitasi warga menjalankan ibadahnya,”
pungkasnya.
Dalam hal
ini, KWI dan PGI sama-sama berharap bahwa langkah apapun yang diambil oleh pemerintah
saat ini dalam mengatasi kasus penolakan pendirian rumah ibadah, bisa dijalankan
sesuai dengan fungsinya. Termasuk menjalankan tugasnya sebagaimana tertuang dalam
peraturan pemerintah.