Dilecehkan Secara Spiritual? Harus Tahu Begini Bentuknya…
Sumber: Medium

Kata Alkitab / 31 August 2021

Kalangan Sendiri

Dilecehkan Secara Spiritual? Harus Tahu Begini Bentuknya…

Lori Official Writer
6766

Kita mungkin sudah familiar dengan istilah pelecehan fisik, berupa bully, kekerasan seksual dan sebagainya.

Tapi di sisi lain, kita gak sadar kalau pelecehan gak hanya meliputi fisik atau bagian luar diri kita. Karena pelecehan juga bisa secara spiritual.

Kebanyakan kasus pelecehan spiritual terjadi di lembaga keagamaan. Di dalam gereja, misalnya, pelakunya bisa penatua, pendeta dan bahkan anggota gereja sendiri. Tapi gak tertutup kemungkinan pelecehan semacam ini juga bisa terjadi dalam hubungan suami istri.

Secara umum, pelecehan spiritual ini dilakukan oleh seseorang untuk mengendalikan anggotanya lewat otoritas atau posisinya.

Pelecehan spiritual tak terbatas pada agama atau denominasi tertentu. Siapapun dan dari sistem kepercayaan apapun, bisa jadi pelaku pelecehan spiritual.

Di dalam gereja, seorang penatua atau pendeta bisa menyalahgunakan otoritasnya sebagai pemimpin untuk mengendalikan anggotanya. Dalam hal ini, seorang pendeta mulai menggantikan posisi Yesus sebagai kepala gereja dengan dirinya sendiri. Seorang pendeta bisa mengendalikan anggotanya dengan menyampaikan bahwa mereka tidak bisa meninggalkan gereja kecuali tanpa persetujuannya.

 

Baca Juga: Kamu Itu Berharga, Ini Gambaran Tuhan Atas Siapa Kamu Lewat Firman-Nya

 

Dia kerap menekankan bahwa anggota yang keluar dari gereja tanpa ijin pastoral, pasti akan menerima akibatnya dari Tuhan. Alasan inilah yang dipakai untuk memanipulasi orang lain.

Di sisi lain, seorang pendeta bisa memanipulasi anggota gerejanya dengan menyampaikan doktrin yang mengatasnamakan Alkitab, meski sebenarnya hanya dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan dirinya sendiri.

Selain itu ada beberapa bentuk pelecehan spiritual yang juga dialami oleh Kristen di dalam gereja, misalnya:

1. Memanfaatkan doktrin soal kejatuhan dalam dosa untuk menuduh, mengecam, menyerang, menghukum atau membuat seseorang hidup dalam rasa bersalah. Seseorang dilingkungan gereja bisa melakukan hal ini untuk mencapai tujuan pribadinya.

2. Memanfaatkan karya penyaliban Yesus untuk meyakinkan seorang korban tindakan kekerasan atau kejahatan bahwa apa yang mereka alami itu normal. Karena itu mereka harus menerimanya dengan lapang dada.

3. Memakai alasan pelayanan yang sibuk untuk mengabaikan seseorang yang butuh ditolong karena masalah pribadi, kekerasan fisik, tekanan pelayanan dan sebagainya.

4. Pelaku pelecehan spiritual membenarkan jika perbedaan pendapat adalah produk dari dosa.

5. Mengkambinghitamkan pelayanan atau lembaga Kristen untuk melindungi diri. Dia mencoba untuk menjadikan dirinya dibutuhkan oleh lembaga-lembaga pelayanan sehingga kesalahan atau kekeliruan yang dilakukannya tak lagi dipersoalkan.

 

Baca Juga: Kalau Ketemu Yesus, Apa Satu Pertanyaan yang Pengen Kamu Tanyakan?

 

6. Pelaku pelecehan spiritual juga bisa memakai firman Tuhan untuk membohongi korban dan membatasi aktivitasnya di depan publik.

7. Memakai ayat-ayat Alkitab untuk meraup keuntungan finansial dari orang lain, membenarkan pelecehan verbal dan seksual, serta untuk membungkam seseorang yang menuntut keadilan.

Apakah kamu pernah mengalami salah satu dari tindakan di atas? Atau apakah kamu pernah secara gak sadar melakukan pelecehan spiritual kepada orang lain?

Apa sih pandangan Alkitab soal tindakan pelecehan semacam ini?

Pelecehan spiritual bukanlah kasus baru. Karena di Perjanjian Lama, hal yang banyak disinggung. Seperti contoh yang dituliskan dalam beberapa ayat ini:

Yeremia 5: 30-31

“Kedahsyatan dan kengerian terjadi di negeri ini: Para nabi bernubuat palsu dan para imam mengajar dengan sewenang-wenang, dan umat-Ku menyukai yang demikian! Tetapi apakah yang akan kamu perbuat, apabila datang kesudahannya?”

Yeremia 6: 13-14

“Sesungguhnya, dari yang kecil sampai yang besar di antara mereka, semuanya mengejar untung, baik nabi maupun imam semuanya melakukan tipu. Mereka mengobati luka umat-Ku dengan memandangnya ringan, katanya: Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera.”

Matius 23: 4

“Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.”

Sepanjang perjalanan pelayanan Yesus, dia selalu menyampaikan kebenaran dengan blak-blakan tanpa menyimpan sesuatu motif dari orang lain. Sikap Yesus benar-benar tulus. Dia tak sekalipun pernah memanipulasi orang lain dengan memakai ayat-ayat firman Tuhan demi mendapatkan popularitas sendiri. Sebaliknya, Yesus menggunakan firman Tuhan untuk membenarkan perilaku orang-orang yang bobrok di masa itu.

Jika kita mengalami tindakan pelecehan spiritual, apa yang harus dilakukan?

Jika memungkinkan, sampaikanlah kasus yang kamu alami kepada komunitas atau teman komselmu. Tapi jika jawaban mereka kurang memuaskanmu, mulailah berbagi dengan seseorang yang benar-benar kamu percaya.

 

Baca Juga: Apa Sih Kata Alkitab Soal Insecure? Yang Lagi Berjuang Yuk Pahami Ini…

 

Bagaimana cara supaya gak jadi korban pelecehan spiritual?

Salah satu tujuan kenapa kita harus mempelajari firman Tuhan adalah supaya kita gak mudah ditipu atau dimanipulasi oleh nabi-nabi palsu.

Mempelajari firman Tuhan juga bisa membantu kita untuk mendeteksi apakah ucapan seseorang sesuai dengan firman dan isi hati Tuhan atau tidak. Dengan pengetahuan yang baik akan firman Tuhan, kita juga bisa menghentikan tindakan manipulatif yang dilakukan orang lain dengan mengatasnamakan Alkitab.

Jadi, jangan biarkan dirimu jadi korban pelecehan spiritual hanya karena kita tidak berpengetahuan. Dan yang lebih penting lagi adalah jangan sampai kita juga menjadi pelaku pelecehan spiritual. Mari meneladani sikap hidup Yesus yang mempergunakan otoritas-Nya sebagai Tuhan untuk membenarkan cara hidup orang-orang berdosa.

 


Apakah Anda butuh didoakan? Hubungi SAHABAT 24 kami melalui kontak Whatsapp 0822 1500 2424 atau klik link doa ini https://bit.ly/ButuhDukunganDoa

 

Sumber : Berbagai Sumber | Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami