Pada Selasa
(24/9/2019) lalu, rancangan undang-undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan
Keagamaan telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, menjadi
Undang-undang Pesantren. Sempat beredar berita bahwa RUU Pesantren yang disahkan
adalah seperti draf yang lama, sehingga menimbulkan kekuatiran karena disana
diatur juga tentang sekolah minggu dan katekisasi di gereja.
Namun Partai
Solidaritas Indonesia (PSI) mengklarifikasi bahwa tentang simpang siur tentang
RUU Pesantren ini.
“Kami bergembira
dengan pengesahan itu karena suara PSI dan kelompok agama lain didengarkan.
Sesuai masukan, judul RUU-nya sudah berubah, fokusnya hanya mengatur pesantren.
Selain itu, pasal soal Sekolah Minggu, katekisasi, serta pendidikan agama lain
sudah tidak diatur,” demikian pernyataan Juru Bicara PSI, Dara Nasution pada
keterangan pers, Rabu (25/9/2019).
“Sudah dicek, ternyata
yang disahkan hanya berisi 55 pasal, sisanya di-drop. Jadi, teman-teman yang
beragama Kristen dan Katolik tidak perlu khawatir ada pembatasan Sekolah
Minggu,” demikian tambahnya.
Menurut Dara, pada
dasarnya PSI mendukung kehadiran RUU Pesantren namun dengan beberapa catatan, “Hal
prinsip, karakteristik pesantren dan sekolah minggu itu tidak sama sehingga
akan menimbulkan masalah jika keduanya diperlakukan sama.”
Sebagai contoh, pada
draf RUU Pesantren sebelumnya menyatakan pendidikan sekolah minggu dan katekisasi
diselenggarakan paling sedikit 15 orang. Menurut Dara, hal tersebut akan
menyulitkan.
“Bagaimana jika kurang
dari 15 orang? Hanya gara-gara jumlah tak memenuhi lalu tak bisa
menyelenggarakan, itu kan konyol,” ungkap Dara.
Selain mengenai jumlah
orang, aturan lain yang menjadi keberatan adalah ketentuan untuk melaporkan terlebih
dahulu setiap pengajaran non-formal kepada kementerian agama kabupaten atau
kota. Hal ini pun sudah ditiadakan.
Sebelumnya pada 30
Oktober 2018 lalu, DPP PSI Jakarta dalam diskusi bertajuk “Sekolah Minggu dalam RUU Pesantren
dan Pendidikan Keagamaan” sudah menyampaikan dua rekomendasi partai tersebut
terkait RUU tersebut.
“Pertama, regulasi ini
bisa tetap mengatur tentang pesantren dan pendidikan agama lain, tapi harus
melalui diskusi panjang yang melibatkan tokoh-tokoh dari semua agama,”
sedangkan yang kedua adalah RUU tersebut hanya mengatur tentang pesantren saja.
“Ternyata DPR dan
pemerintah memilih opsi kedua ini. Semangatnya bagus, untuk memberikan
political recognition kepada lembaga pesantren,” demikian tutup Dana.
Nah, gereja-gereja di
Indonesia dan juga orang Kristen jadi bisa bernafas lega kan, karena sekolah
minggu dan katekisasi bisa tetap dilakukan secara fleksibel dan sesuai
kemampuan masing-masing gereja. Jadi, jangan buru-buru emosi dulu dan mudah terprovokasi ya kalau dengar berita.
Cari tahu lebih jauh, dan pastikan kebenarannya.
Yuk kita terus berdoa
bagi Indonesia, agar bangsa ini tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan,
toleransi dan juga kebhinekaan.