India Cegah Pemurtadan Dengan Larang Lembaga Nirlaba Dapat Dana Dari Luar Negeri
Sumber: Google

Internasional / 23 September 2019

Kalangan Sendiri

India Cegah Pemurtadan Dengan Larang Lembaga Nirlaba Dapat Dana Dari Luar Negeri

Puji Astuti Official Writer
2991

Pemerintah India menyatakan bahwa lembaga sosial nirlaba yang mendapat suntikan dana dari luar negeri diwajibkan untuk menandatangani pernyataan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam pertobatan agama/pemurtadan.

Hal ini diumumkan oleh Kementerian Dalam Negeri India pada hari Senin waktu setempat, tentang amandemen restriktif kepada Foreigners Contribution Regulation Act (FCRA) atau undang-undang berkaitan dengan kontribusi orang asing.

Peraturan ini muncul setelah dua tahun kejadian yang dialami oleh organisasi Compassion International yang dipaksa keluar India karena mempertobatkan anak-anak di sana.

Setiap anggota organisasi diwajibkan membuat pernyataan

Kementerian Dalam Negeri India mengumumkan bahwa setiap anggota atau fungsionaris dari organisasi non-pemerintah harus membuat pernyataan yang disahkan notaries tentang tidak terlibat dalam tindakan pertobatan keagamaan/pemurtadan atau merusak keharmonisan komunal. Karena sebelumnya aturan ini hanya diperuntukan bagi pemimpin tertinggi organisasi saja.

Kantor berita Katolik, Asia News menyatakan kekuatiran mereka bahwa aturan ini nantinya akan menyerang lembaga-lembaga sosial Kristen yang melayani orang-orang miskin dan kaum marginal.

Saat ini, pemimpin Kementerian Dalam Negeri, Amit Shah adalah pemimpin dari Partai Bharatiya Janata yang merupakan Hindu nasionalis. Sejak partai berkuasa Bharatiya Janata memenangkan pemilihan perdana menteri pada tahun 2014, yaitu Perdana Menteri Narendra Modi, persekusi kepada orang-orang Kristen dan kelompok minoritas semakin meningkat.


Menimbulkan kekuatiran di kalangan organisasi Kristen

“Perubahan ini akan menimbulkan ketakutan bahwa Lembaga Nirlaba akan secara selektif menjadi target dan pendaftaran FCRA mereka akan dibatalkan dan rekening bank mereka dibekukan,” demikian jelas Sajan K George, pemimpin Global Council of Indian Christian kepada Asia News.

“Semua organisasi yang tujuannya bisa diartikan secara luas dapat menimbulkan perselisihan sectarian, atau dengan tuduhan pemurtadan atau ‘pelanggaran’ akan masuk dalam kategori (terlarang-red),” demikian tambahnya.

Menurut George, peraturan baru ini disengaja untuk menyerang organisasi-organisasi yang dijalankan oleh kelompok minoritas. Ia menyatakan keprihatinannya tentang bagaimana partai berkuasa mencoba menarik kembali ijin terhadap 96 lembaga nirlaba di negara bagian Jharkhand pada tahun 2016, sebagian besar adalah lembaga sosial yang dijalankan oleh para misionaris Kristen atau di danai oleh gereja-gereja lokal di sana.

Organisasi-organisasi itu membawahi sekolah, universitas, rumah sakit dan apotik di daerah-daerah terpencil.

Mendapat kritikan dari parlemen Amerika

Aturan baru ini mendapatkan kritikan keras dari anggota Parlemen Amerika Serikat karena pemerintah India dianggap kurang transparan dan konsisten dalam membuat peraturan. Saat ini ada ribuan lembaga nirlaba yang kehilangan ijin untuk menerima dana dari luar negeri sejak PM Modi memimpin di tahun 2014.

Pada tahun 2017 lalu, lembaga nirlaba Compassion International menjadi pemberitaan karena dipaksa menghentikan pelayanan mereka kepada 147.000 anak-anak di India setelah aturan FCRA itu berlaku. Menurut pemberitaan New York Times saat itu, Compassion International dicurigai melakukan pertobatan agama terhadap anak-anak.

Adanya UU anti pemurtadan

Saat ini, setidaknya tujuh negara bagian India yang sudah membuat undang-undang anti pemurtadan, yang sering digunakan oleh kelompok Hindu nasionalis untuk melakukan persekusi kepada para pendeta dan misionaris dengan tuduhan melakukan pemurtadan dengan bujukan atau paksaan. Dengan tuduhan itu, mereka bisa dipenjara selama tiga hingga tujuh tahun.

Pada bulan September ini seorang pendeta Katolik dan suster di sekolah Jharkhand dipenjara dengan tuduhan pemurtadan dan kepemilikan lahan secara illegal.

Pendeta yang bernama Binoy John akhirnya dibebaskan pada minggu lalu dan menyatakan kepada media bahwa penjaga penjara mencoba membunuhnya karena memberikan dia obat demam padahal yang dibutuhkannya adalah obat jantungnya.

Menurut Asia News, John sudah memohon untuk di bawa ke rumah sakit tapi ditolak. Dia baru di bawa ke rumah sakit saat kondisinya sudah kritis.

India urutan 10 negara paling berbahaya bagi umat Kristen


Populasi orang Kristen di India saat ini mencapai 4.8 persen dari keseluruhan populasi 1,3 miliar orang. Negara dengan penduduk mayoritas beragama Hindu tersebut menduduki urutan ke 10 dalam daftar negara-negara paling berbahaya bagi umat Kristen menurut Open Doors Amerika.

Bahkan menurut Open Doors, menyatakan diri sebagai seorang Kristen di sosial media dapat beresiko mendapatkan ancaman yang membahayakan bagi umat Kristen di sana. Karena ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa kelompok Hindu radikal melakukan pengawasan secara digital kepada para pemimpin Kristen di sana.

Tidak hanya secara digital, bahkan mereka juga memiliki mata-mata di berbagai daerah yang memonitor aktivitas orang Kristen, sehingga persekutuan doa atau gereja rumah menjadi sebuah aktivitas berbahaya.

Pemberitaan Injil bukanlah sesuatu yang mudah, pasti terjadi perlawanan karena ada jiwa-jiwa yang diselamatkan dari cengkeraman kuasa kegelapan dan kehidupan yang hancur. Selain itu Rasul Paulus juga mengajarkan untuk memberitakan Firman Tuhan, baik atau tidak baik waktunya. Jadi, meskipun terjadi persekusi, mari kita berdoa bagi para pendeta, misionaris dan umat Kristen di India tetap bersemangat untuk memberitakan Injil kabar baik di dalam Yesus Kristus kepada milyaran orang India. 

Baca juga :

Mengerikan! Keluarga-keluarga Kristen di India Ini Alami Persekusi Karena Imannya

Ngeri banget, Puluhan Alkitab Dibakar Di India Ini. Motifnya Apa ya?

Sumber : Christianpost.com
Halaman :
1

Ikuti Kami