3 Fakta Penyegelan Gereja Indragiri Hilir, Bikin Sakit Hati!
Sumber: Tribunnews.com

Nasional / 28 August 2019

Kalangan Sendiri

3 Fakta Penyegelan Gereja Indragiri Hilir, Bikin Sakit Hati!

Lori Official Writer
4552

Pada Minggu, 25 Agustus 2019, jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Efata Indragiri Hilir, Riau terpaksa harus membubarkan ibadah setelah ptugas Satuan Kepolisian Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Indragiri Hilir datang dan meminta jemaat untuk keluar dari gedung gereja.

Berita ini menjadi viral di sosial media dan banyak diperbincangkan warganet. Penyegelan gereja ini tentu bukan kali pertama terjadi. Pasalnya dalam kurun beberapa bulan belakangan, ada sejumlah gereja di berbagai daerah yang mendapat penolakan dariw arga setempat dan melakukan tindakan sepihak dengan menyegel gereja.

Adapun fakta-fakta yang harus kita tahu dari peristiwa penyegelan GPdI Efata Riau ini adalah sebagai berikut.

1. Dibubarkan Saat Ibadah

Satuan Kepolisian Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Indragiri Hilir mendatangi kediaman Pendeta GPdI Efata Damianus Sinaga di Desa Petalongan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir dan membubarkan paksa jemaat gereja saat ibadah sedang berlangsung.

Tindakan inipun mendapat kecaman dari berbagai lembaga Kristen, salah satunya PGI. Melalui Sekretaris Umum PGI Gomar Gultom menyampaikan bahwa tindakan Satpol PP sangat melukai hati umat Kristen.

“Arogansi Satpol PP membubarkan ibadah yang sedang berlangsung sungguh-sungguh melukai hati, bukan saja umat yang sedang beribadah. Tapi juga melukai suasana batin umat Kristiani di berbagai pelosok tanah air,” kata Gomar.

2. Permohonan Pemberian Tenggat Waktu Tak Digubris

Saat hendak dibubarkan, jemaat gereja sempat meminta supaya pemerintah setempat memberi waktu sampai ibadah selesai. Namun petugas Satpol PP yang datang tak menggubris permintaan tersebut.

Peristiwa pembubaran tersebut bahkan diwarnai oleh aksi histeris ibu gembala yang sempat memohon dengan tersungkur di kaki personal Satpol PP sampai akhirnya jatuh pingsan.

Kejadian itu tak menghentikan aksi petugas untuk menyegel gereja, yang adalah rumah pendeta Damianus Sinaga. Mereka lalu memasang sebuah spanduk berwarna kuning bertuliskan bahwa terjadi pelanggaran peruntukan bagunan dari rumah tinggal menjadi rumah ibadah.

3. Kemenag Sedang Tunggu Klarifikasi dari Gubernur Riau

Penyegelan gereja yang mulai viral di sosial media tersebut akhirnya sampai ke telinga Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik. Dia meminta supaya Gubernur Riau menyampaikan klarifikasi terkait kejadian dan solusi yang akan ditempuh untuk menyelesaikan persoalan ini.

“Kami akan segera klarifikasi melalui Gubernur Riau,” katanya.

Baca Juga : Dinilai Tidak Penuhi Syarat, Aktivitas Ibadah Gereja di Riau Diberhentikan

Sementara menyikapi persoalan penyegelan gereja ini, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) - LBH Pekanbaru menyatakan sikap dalam beberapa poin diantaranya:

1. Bahwa pada Tahun 2014 Pdt. Damianus Sinaga mendapat Tugas untuk memimpin dan melayani umat Kristen di Desa Petalongan berdasarkan Surat No. 012/SKT-MWI Riau/I-13 yang dikeluarkan Majelis Wilayah I GPdI Riau Pdt. Wilson Simbolon pada Tanggal 12 Desember 2014.

2. Bahwa setelah Pdt. Damianus Sinaga mendapat tugas tersebut, Pdt. Damianus Sinaga kemudian datang menghadap kepada Kepada Desa Petalongan Kec. Keritang Kab. Indragiri Hilir untuk memberitahukan Surat Tugas Tersebut.

3. Bahwa selama berjalannya aktivitas ibadah keluarga Pdt. Damianus Sinaga tetap bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dan selalu mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan Desa Petalongan salah satunya ikut berpartisipasi dalam program siskamling dan kegiatan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).

4. Bahwa sejak tahun 2014 pelaksanaan Peribadatan di GPdI Efata berjalan lancer tanpa ada permasalahan apapun.

5. Bahwa pada Tanggal 7 Februari 2019 Pdt. Damianus Sinaga mendapat Surat Keputusan Musyawarah Masyarakat RT 01 dan RT 02 Dusun Sari Agung KM 10 Desa Petalongan Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir, dengan ditandatangani Masyarakat dari RT 01 dan 02 yang pada intinya menolak diadakannya kegiatan kebaktian di hari Minggu dan rencana pembangunan rumah ibadah di RT 01 Dusun Sari Agung Desa Petalongan Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir dengan dalil dasar hukum Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan No. 9 Tahun 2006 BAB IV tentang Pendirian Rumah Ibadah pasal 13 ayat 2 dan Pasal 14 ayat 2 huruf b.

6. Bahwa pada Tanggal 13 Maret Pdt. Damianus Sinaga kemudian dipanggil oleh pihak Desa Petalongan sesuai dengan No. 026/PEM-PTL/III/2019 yang ditandatangani oleh Kepala Desa Tonifudin., S.H. untuk hadir pada hari Jumat Tanggal 15 Maret 2019 di Kantor Desa Petalongan dengan perihal Klarifikasi untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat RT 01 dan RT 02 Dusun Sari Agung, Desa Petalongan Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir yang merasa keberatan dengan kebaktian dihari minggu di wilayah RT 01 Dusun Sari Agung.

7. Bahwa atas Panggilan tersebut, Pdt. Damianus Sinaga datang menghadiri, namun dalam pertemuan tersebut tidak ada titik temu sehingga tidak menghasilkan kesepakatan, dimana pihak desa meminta Pdt. Damianus Sinaga untuk pindah dan membangun rumah ibadah yang jaraknya kurang lebih 15 KM dari tempat Ibadah yang dibangunnya dan Pdt, Damianus Sinaga tidak menyanggupi tawaran dari Pihak Desa karena mengingat jemaat-jemaat gereja yang dipimpinnya juga sudah sangat jauh dari tempat ibadah namun dari hasil pertemuan tersebut keluar berita acara klarifikasi yang isinya tentang masyarakat menolak kegiatan kebaktian di hari minggu dan rencana pembangunan gereja di RT 01 Dusun Sari Agung Desa Petalongan dan memberi waktu kepada Pdt. Damianus Sinaga untuk persiapan relokasi tempat kebaktian di tempat lain sampai Tanggal 23 Maret 2019.

8. Bahwa setelah pertemuan dengan pihak desa petalongan, Pdt. Damianus Sinaga kemudian mendapatkan panggilan lagi dari Pihak Kecamatan Keritang untuk hadir pada hari Senin Tanggal 01 April 2019 di Tempat Ruang Rapat Camat Keritang sesuai dengan No. 83/Pem-Krt/III/2019 namun dari hasil pertemuan tersebut Pihak Kecamatan dan Pdt. Damianus Sinaga juga tidak menemukan solusi atas permasalahan yang terjadi.

9. Bahwa pada pertemuan tanggal 1 April tersebut Pdt. Damianus membuat Surat Pernyataan yang isinya adalah tentang ketidaksetujuan Pdt. Damianus Sinaga pada point SATU tentang “penghentian kegiatan ibadah yang dilakukan dirumah Pdt. Damianus yang terletak di RT/01 RW/05 Dusun Sari Agung Desa Petalongan Kecamatan Keritang”, tetapi pada point DUA saya setuju tentang “disarankan untuk berkonsultasi dengan Forum Komunikasi Umat Beragama Kabupaten Indragiri Hilir”.

10. Bahwa pada tanggal 12 Juli 2019 Kepala Desa Petalongan mengeluarkan Surat No.047/PEM-PTL/VII/2019 Perihal Mediasi Penyelesaian Gugatan Masyarakat terhadap Aktivitas Ibadah Jemaat Nasrani yang ditujukan kepada Pdt. Damianus Sinaga beserta Istri untuk hadir pada Tanggal 15 Juli 2019 di Aula Kantor Camat Keritang yang pada point suratnya ialah menindaklanjuti Informasi dari Kecamatan dalam rangka Mediasi Penyelesaian Gugatan Masyarakat terhadap Aktivitas Ibadah Jemaat Nasrani di KM 10 Dusun Sari Agung Desa Petalongan Kecematan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir namun dari hasil pertemuan tersebut tidak mendapat titik temu atau kesepakatan.

11. Bahwa pada Tanggal 8 Agustus 2019 Pihak dari Satpol Pamong Praja datang melakukan penyegelan dan penghentian aktivitas ibadah dirumah kediaman Pdt. Damianus Sinaga yang berlokasi di RT 01 Dusun Sari Agung Desa Petalongan Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir dengan dalil dasar sebagai berikut:

a. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan No. 9 Tahun 2006 BAB IV tentang Pendirian Rumah Ibadah;

b. Keputusan Bersama Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dengan Forum Kominikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Forum Kerukunan Umat Beragama tanggal 6 Agustus 2019;

 

c. Surat Bupati Indragiri Hilir Nomor 800/BKBP/-KIB/VIII/2019/761.50 Tanggal 7 Agustus 2019.

12. Bahwa pada tanggal 25 Agustus 2019, Satuan Kepolisian Pamong Praja Kabupaten Indragiri Hilir datang ke GPdI Efata di Dusun Sari Agung, Desa Petalongan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir dan membubarkan serta menghentikan kegiatan peribadatan yang sedang berlansung.

13. Bahwa Konstitusi UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Negara menjamin dan memberikan perlindungan kepada setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya tanpa bisa dikurangi dalam keadaan apapun (Pasal 28 I UUD 1945).

14. Bahwa dalam konstisusi UUD 1945 Pasal 28 E berdasarkan hak asasi manusia, setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya; berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan menyatakan pikiran dan sikap (UUD 1945 Pasal 28 ayat 2).

15. Bahwa semua hak-hak asasi berlaku bagi semua warga negara tidak terkecuali Jemaat GPdI Effata dan merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi (Non derogable rights) dalam keadaan apapun (Pasal 28 I ayat 1 UUD 1945).

16. Bahwa Sesuai dengan Pasal 10 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa urusan agama merupakan urusan pemerintahan absolute atau Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

17. Bahwa sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014 tersebut Pemerintah Daerah melampaui kewenangan yuridisnya yang semestinya tidak dapat mengatur mengenai pelarangan di bidang agama yang tidak dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah baik Gubernur maupun Walikota atau Bupati tidak berwenang mengurus urusan agama termasuk melarang kegiatan Jemaat GPdI Effata dalam bentuk apapun didaerahnya masing-masing.

18. Bahwa secara subtansial Surat Nomor: 800/BKBP-KIB/VIII/2019/76150 tertanggal 7 Agustus 2019 Perihal Penghentian Penggunaan Rumah Tempat Tinggal Sebagai Tempat Peribadatan, bertentangan dengan Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang menjamin kebebasan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Dalam hal ini, konstitusi telah memberikan perlindungan terhadap eksistensi Jemaat GPdI Effata dan menjamin kebebasan setiap pemeluk Agama Kristen untuk menjalankan ibadatnya.

 

19. Bahwa dengan dikeluarkannya Surat Nomor: 800/BKBP-KIB/VIII/2019/76150 tertanggal 7 Agustus 2019 Perihal Penghentian Penggunaan Rumah Tempat Tinggal Sebagai Tempat Peribadatan juga telah melanggar Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik Pasal 18 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragam.

YLBHI – LBH Pekanbaru pun meminta Bupati Indrihilir untuk mencabut peraturan soal penggunaan rumah tempat tinggal sebagai rumah ibadah, meminta pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan jaminan kepada Jemaat GPdI Efata untuk melakukan peribadatannya. Mereka juga meminta pemerintah pusat menjamin kebebasan beragama bagi setiap warga negara.

Sumber : Berbagai Sumber | Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami