Suami belum pulang
juga, pada hal jam pulang kantor sudah lewat 3 jam lalu. Waktu kamu hubungi,
dia menjawab, “Ma, lagi lembur nih. Ngejar target, kerjaan masih numpuk.”
Akhirnya, dia sampai
di rumah hampir tengah malam. Anak-anak sudah tidur, dan kamu pun sudah lelah
menunggunya.
Jika kamu menikah
dengan seorang suami yang gila kerja, mungkin kamu merasa seperti dia adalah
pasangan yang tidak setia yang menggantikan keintiman bersamamu dengan
pekerjaannya. Memang dia tidak selingkuh, tapi kamu tetap merasakan kesepian,
janji-janji yang tidak dilupakan, kamu merasa kecewa dan merasa tidak lebih
penting dari pekerjaannya.
Rasa tidak puas yang
kamu rasakan akan memicu konflik dengannya, terlebih karena komunikasi kalian
semakin renggang, pada akhirnya menimbulkan salah paham. Jika tidak ditangani
dengan baik, maka pernikahan kalian bisa retak dan bahkan berujung perceraian.
Sebelum hal itu
terjadi, ingatlah beberapa hal dibawah ini:
1# Mengomel tidak akan
menyelesaikan masalah
Sebagai wanita, godaan
untuk mengomel itu sangat besar dan sangat sulit untuk dilawan. Namun sebelum
mengeluarkan kata-kata yang nanti akan kita sesali, ada baiknya pikirkan
baik-baik lebih dahulu. Cobalah mengerti sudut pandangnya. Apa yang ia hadapi,
apa yang menjadi pertimbangan dan bahkan apa yang ia ingin capai.
2# Hargai kerja
kerasnya
Dari pada mengomel,
akan lebih baik jika kamu menunjukkan apresiasi atas kerja kerasnya. Karena
kamu mengerti bahwa dia giat bekerja karena ada tujuannya, salah satunya adalah
untuk menyenangkan keluarga.
Seorang pria pasti
senang jika kerja kerasnya dihargai, terlebih oleh orang yang ia cintai. Jadi,
stop mengomel ya..
3# Ceritakan kepadanya
perasaanmu, terbukalah
Ya, dari pada kamu
curhat ke teman atau orang lain, maka lebih baik curhat langsung kepadanya
dengan baik-baik. Ungkapkan perasaanmu, apa yang menjadi keberatanmu, apa yang
membuat sedih dan kecewa.
Setelah itu, tanyakan
padanya, apakah ada yang bisa kalian lakukan bersama untuk menjadi solusi hal
tersebut. Mungkin dengan menyediakan waktu-waktu khusus, baik denganmu atau
dengan anak-anak. Atau bahkan dengan merencanakan liburan bersama keluarga
setelah beberapa bulan lamanya bekerja keras, hal tersebut tidak hanya akan
membuatmu dan anak-anakmu bahagia, namun juga akan menolongnya sehingga tidak stress
karena pekerjaannya.
4# Beri waktu untuk
dia berubah
Ya, perubahan tidak
bisa terjadi tiba-tiba. Dia butuh waktu untuk menyusun kembali prioritasnya.
Dia bahkan mungkin perlu bicara dengan atasannya untuk mengatur kembali jadwal
kerjanya dan juga target-targetnya.
Jika dia masih belum
berhasil untuk meluangkan waktu bersama keluarga, kamu jangan cepat putus asa.
Bicarakan kembali dengannya, tanyakan kepadanya apa yang bisa kamu bantu.
Bahkan berdoalah baginya.
5# Jika diperlukan,
carilah bantuan professional
Jika kalian tidak bisa
menyelesaikan masalah ini, maka sudah waktunya untuk meminta bantuan dari professional,
seperti konseling pernikahan dan mungkin juga seorang psikolog. Kamu bisa
saling mengingatkan bahwa pernikahan kalian lebih penting dari gaji yang setiap
bulan kalian terima. Memang uang itu penting, namun bukan berarti itu bisa
menggantikan keintiman dalam rumah tangga.
Jadi, beri pengertian
kepada suamimu dan ajaklah dia untuk melakukan konseling bersama.
Mari kita kembali
kepada kebenaran firman Tuhan ini, “Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan
duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah
payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.”
(Mazmur 127:2). Ya, sebab “Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah
tidak akan menambahinya.” (Amsal 10:22).
Bukan berarti tidak
boleh bekerja keras, namun ingatkan kembali pasanganmu bahwa Tuhan mampu
memberkati jika kita melibatkan Tuhan dalam segala pekerjaan kita.
Waktu adalah sesuatu
yang tidak bisa kita ulang kembali, dan akan habis, bagaimanapun cara kita
menggunakannya. Bukankah sangat disayangkan jika kita tidak menggunakan waktu
kita yang berharga dengan baik?
Buat para isteri,
jangan lelah untuk mengingatkan dan mencintai suamimu ya.