Cerdaskan Indonesia Timur, GMIT Gelontorkan Persembahannya Untuk Biaya Pendidikan
Sumber: https://s3-eu-west-1.amazonaws.com/nieuw

Nasional / 17 January 2019

Kalangan Sendiri

Cerdaskan Indonesia Timur, GMIT Gelontorkan Persembahannya Untuk Biaya Pendidikan

Inta Official Writer
2372

Akses pendidikan selalu timpang di timur Indonesia. "Anak-anak di Pulau Jawa, Bali dan Sumatra dianggap lebih tinggi tingkat literasinya dibandingkan dengan anak-anak di Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi hingga Papua," kutip Suara.com, pada 30 September 2018.

CBN Indonesia mengundang Pdt. Mery Kolimon,sKetua Majelis Sinode Perempuan pertama di Gereja Masehi Injili di Timor sebagai salah satu pembicara. Membahas mengenai pendidikan, Pendeta Mery dengan jelas mengatakan kalau guru atau sumber pengajar adalah salah satu masalah yang terjadi di sana.

Selama ini, Nusa Tenggara Timur, khususnya, sudah mendapatkan banyak bantuan berupa gedung-gedung sekolah. Sekarang, ada banyak sekolah-sekolah dengan gedung yang cukup baik di sana.

“Yang paling sulit sekarang ini adalah gurunya. Baik secara kualitas maupun jumlahnya,” terang Pendeta Mery saat ditanyai mengenai tantangan terbesar dalam menangani kurangnya pendidikan di Indonesia bagian timur ini.

Faktor kurangnya kesejahteraan guru adalah salah satu penyebabnya. Pendeta Mery bercerita kalau pernah ada satu orang guru honorer yang mengungkapkan kalau lebih baik dirinya menjadi seorang tukang ojek yang berpenghasilan Rp. 600 ribu dibandingkan menjadi guru honorer yang hanya diupahi sebesar Rp. 150 ribu.

Belum lagi kalau upah tersebut dibayarkan tidak selalu sebulan sekali, bisa jadi tiga bulan sekali. “Kalau ada guru honorer yang masih bertahan untuk mengajar, itu karena mata anak-anak yang menunjukkan keinginan untuk belajar,” ungkapnya saat menjadi pembicara pada acara Dedication Day CBN Southeast Asia dan South Korea, 16 Januari 2019 kemarin. 

Dalam hal ini, GMIT mengaku tidak bisa berjalan sendiri tanpa adanya dukungan dari pihak lain. GMIT sendiri sekarang ini sudah berkomitmen untuk mengumpulkan 2% dari total persembahan agar dikucurkan untuk sekolah.

Pendeta yang baru saja mendapatkan penghargaan internasional Sylvia Michel Prize ini menyampaikan kalau jumlah uang tersebut tetap saja tidak cukup. sebab kalau dihitung kembali, setahun hanya akan terkumpul sekitar Rp. 3 milyar pertahun. Padahal, untuk dana sekolah ini, GMIT membutuhkan lebih dari Rp. 30 milyar.

“Bagi kami, hal ini adalah sebuah mission impossible, tetapi tidak bisa didiamkan. Sekarang ini kami sedang bekerja sama dengan berbagai pihak. Untuk mencerdaskan bangsa, pemerintah harus ikut bekerja, gereja dan lembaga-lembaga lain ikut mendukungnya. Pemerintah tetap harus ada di garis depannya,” lanjut Pendeta Mery.

Pendeta Mery menjelaskan kalau persoalan pendidikan ini ibarat seperti batu yang ada di kubur Yesus. Perempuan-perempuan bertanya tentang siapa yang akan menggulingkan batu tersebut. Tetapi ketika kita sudah terpanggil oleh Tuhan, kita melayani setulus hati, maka sebelum tiba di kubur, Yesus sendiri yang akan menggulingkan batu tersebut.

 

 

Sumber : suara.com/jawaban
Halaman :
1

Ikuti Kami