Siapa yang tak ingat dengan gempa dahsyat yang mengguncang
tanah Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat, 28 September 2018 pukul 18.02 WITA.
Gempa dahsyat berkekuatan 7.4 magnitudo itu berpusat di kedalaman 10 km di 26 km utara Donggala dan 80 km barat laut kota Palu.
Alhasil, gempa berkekuatan besar itu meluluhlantakkan sejumlah
daerah di sekitar Palu. Bahkan juga menyebabkan tsunami dan likuifaksi yang menelan
perumahan warga. Akibat peristiwa ini, 2113 orang dinyatakan meninggal dunia dan
4612 orang lainnya mengalami luka-luka. Serta sebanyak 1309 orang dinyatakan hilang.
Bencana alam besar ini pun jadi peristiwa paling menyedihkan yang menimpa bangsa Indonesia di tahun 2018 silam.
Namun siapa sangka dari bencana ini, ada saja orang-orang
yang diberikan kesempatan hidup kedua oleh Tuhan. Dari sekian banyak kesaksian
dari korban yang selamat, diantaranya mengaku bersyukur karena keselamatan itu semata asalnya dari Tuhan.
Inilah kesaksian yang diceritakan oleh Kapten Ricoseta Mafella,
seorang pilot maskapai penerbangan Batik Air yang berhasil luput dari gempa Palu
sesaat sebelum lepas landas dari Bandara Mutiara SIS Al Jufri Palu. Kesempatan untuk
lolos dari maut, diakuinya adalah berkat intervensi Tuhan dalam hidupnya.
Kapten Ricoseta mengaku tepat di hari nahas tersebut, dia mendengar bisikan suara dalam hatinya.
Siapa sangka bisikan itu rupanya diyakininya adalah Roh Kudus
yang mengingatkan Kapten untuk segera bergegas beranjak dari bandara dan akhirnya terbang bersama ratusan penumpang yang dibawanya dengan selamat.
“28 September, hari itu biasa-biasa saja. Saya bangun, worship, menyanyi, nyembah. Kemudian menkmati perngumulan pergaulan dengan Tuhan. Jadi mengambil posisi untuk berdiam, kemudian berdoa. Itu bagi saya adalah keep point untuk kita bisa peka sama suara Tuhan. Supaya saya dengnge apa yang Tuhan atau Roh Kudus mau saya lakukan,” terang Kapten Ricoseta.
Baca Juga :
Kisah Kapten Mafella yang Selamat dari Gempa Palu Karena Dengar Suara Roh Kudus
Kebiasaan doa yang dibangun Kapten Ricosetta setiap hari membuatnya
jadi pribadi yang peka mendengar suara Tuhan. Dan hal itulah yang membuatnya benar-benar
yakin jika bencana gempa yang dialaminya pada 28 September lalu adalah berkat pertolongan dari Tuhan.
Tak ada yang tahu apa yang persis terjadi hari itu, bahkan kapten
sendiri. Cuaca dan kondisi hari itu terbilang baik. Hanya saja anginnya cukup kencang.
Bersama co-pilot nya, kapten Ricoseta melaju dari Makassar menuju Palu pada pukul 16.10 WITA.
Tapi sebelum tiba di Palu, tepatnya saat masih berada di
udara kapten Ricoseta mengaku mendengar bisikan suara yang memerintahkannya untuk
memutar kendali pesawat di udara sebelum akhirnya mendarat di Bandara Mutiara
SIS Al Jufri Palu. Tanpa mempertanyakan apa maksud dari suara tersebut, kapten Ricoseta mengikutinya dengan taat.
Proses pendaratan itu membuat penerbangan tersebut mengalami keterlambatan selama 9 menit dari waktu yang sudah dijadwalkan.
Setiba di Palu, adalah kebiasaan lazim bagi pilot, awak kabin
dan para kru pesawat untuk berswafoto bersama di depan pesawat. Hari itu, sebelum
mendarat keinginan itu memang sudah direncanakan oleh kapten dan juga co-pilotnya. Sayang, suara kedua kembali terdengar.
“Sebelum saya beranjak dari kursi, saya dengar lagi (suara yang
berkata) “Bergegaslah secepatnya”. Suara Tuhan yang kedua. Itu yang saya dengar.
Saya uji, ini benar gak ya? Apa suara saya sendiri apa bukan? Itu saya diperhadapkan kepada satu pilihan. Saya mau ikut suara itu atau mau foto?”
Setelah menimbang-nimbang, dia kemudian memutuskan untuk
menunda swafoto bersama dengan semua krunya. “Akhirnya saya organize, saya
bagi-bagi, gramstaff, katering, cleaner, pramugari saya bilang, ‘Guys saya tidak mau delay kalau bisa before schedule,” terangnya.
Proses keberangkatan dari bandara pun dipercepat. Dari jadwal penerbangan yang tercatat pada pukul 17.55 WITA akhirnya mundur menjadi 17.52 WITA.
“Pada saat kami rolling, kami detik-detik terakhir sebelum
roda mengangkat itu saya mengalami sedikit pergerakan ke kiri dan ke kanan. Dan
itu saya cuman curiga sedikit. ‘Apa sih itu?’ Yaudahlah semua terbang baik-baik aja. Terus kami take off,” terangnya.
Saat hendak melaporkan bahwa penerbangan berhasil kepada
pihak ATC Mutiara SIS Al Jupri, yang saat itu dimonitori oleh Antonius Gunawan
Agung, Kapten Ricoseta sama sekali tak lagi mendapat jawaban dari siapapun. Ada beberapa kali panggilan, namun satupun tak mendapat jawaban.
Siapa sangka jika ternyata Antonius jadi salah satu korban yang
meninggal dunia akibat gempa yang mengguncang Palu saat itu. Rupanya saat proses
lepas landas, gempa memorakporandakan landasan bandara dan bahkan gedung ATC bandara pun roboh.
Saat mengudara, tak satupun dari mereka tahu persis apa yang
sebenarnya terjadi di bawah sana. Dari atas udara, tepat di bawah tepian pantai
kapten Ricoseta bahkan menyaksikan gelembung-gelembung air di tepian pantai
yang dia sama sekali tak tahu apa itu. Dia bahkan sempat mengabadikan momen tersebut dalam bentuk video berdurasi 12 detik.
“Setelah sampai di Ujung Pandang, bahwa ada gempa dan
segalanya. Saya akhirnya lihat waktu. Waktu itu waktu hanya 18.02 tampa detik.
Detik itu saya dapat setelah saya minta ke kantor, ‘Tolong diakses untuk
dilihat detailnya jam 18.02 berapa. Itu hanya komputer pesawat dan komputer
kantor yang menghasilkan data itu. Jadi menitnya adalah 18.02.44, itu 7.4 Skala
Richter (SR) yang menghantam Palu. 18.02.45, 7.7 Skala Richter (SR). Beda 1
detik. Saya lepas landas 18.02.40. Dari 40 itu dibilang saya leave off, artinya
saya memulai lepas landas itu kira-kira butuh satu, dua, tiga detik untuk
benar-benar lepas landas. Jadi God only spare
me detik,” ungkapnya.
Dari peristiwa ini, kapten Ricoseta menyampaikan bahwa apa
yang dialaminya tak hanya campur tangan Tuhan. Tapi dia benar-benar mengalami kalau
Tuhan sendirilah yang sudah mengontrolnya, setiap orang dan bahkan semua
penumpang untuk bisa masuk pesawat tepat waktu dan lepas landas dengan selamat saat gempa terjadi.
“Aku bangga dipakai Tuhan untuk gempa yang kemarin di Palu.
Tetapi bukan itu kebanggaanku. Kebanggaanku dan kerinduanku adalah melakukan kehendak
Bapaku di surga secara utuh. Once again, itu yang membuat penyertaan Tuhan menjadi nyata,” terang Kapten Ricoseta.
Kesaksian kapten Ricoseta menjadi viral setelah dirinya memposting
penampakan tuju titiik gelembung air yang dilihatnya dari ketinggian di udara
lewat akun Instagramnya. Kemudian dia menyampaikan kesaksian itu di depan mimbar
sebuah gereja yang kemudian disebarkan oleh seseorang lewat pesan singkat dan menyebar
dengan sangat cepat. Sebagai salah satu sosok yang ikut berada dalam peristiwa nahas
gempa Palu, kapten Ricoseta telah dengan terbuka membagikan apa yang dialaminya
itu di depan layar televisi. Bahkan tanpa ragu dan terkesan menutup-nutupi,
kapten Ricoseta meyakini jika Tuhanlah yang jadi sosok dibalik keselamatan yang dialaminya saat itu.
Semoga kisah ini menginspirasi kita dan mendorong kita untuk
semakin membangun keintiman dengan Tuhan lewat doa dan penyembahan yang benar.
Untuk kesaksian lengkapnya, bisa ditonton di video yang
dicantumkan di bagian gambar di artikel ini.