Seperti pada tahun-tahun sebelumnya,
pada tahun ini, dua organisasi keagamaan di Indonesia, Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia (Kristen Protestan) dan Konferensi Waligereja
Indonesia (Katolik) mengeluarkan pesan Natal bersama. Adapun tema yang
diangkat dalam pesan Natal bersama kali ini adalah “Yesus Kristus Hikmat Bagi Kita”.
Pesan lengkap Natal Bersama
PGI-KWI 2018 ditandatangani oleh kedua belah pimpinan pengurus yakni diantaranya Pdt.
Dr. Henriette T.Hutabarat-Lebang (Ketua Umum PGI), Pdt. Gomar Gultom (Sekretaris
Umum PGI), Mgr. Ignatius Suharyo (Ketua Umum KWI), dan Mgr. Antonius Bunjamin, OSC (Sekretaris Jendral KWI).
Pada Pesan Natal bersama
yang dirilis, hak asasi manusia menjadi salah satu topik yang ditulis. Di sana
dituliskan bahwa sebagai umat percaya pada Yesus Kristus, orang Kristen maupun
Katholik patut bersyukur kepada Allah karena bangsa Indonesia menjunjung tinggi HAM.
“Kita pantas berterima kasih kepada pemerintah yang telah berusaha menangani masalah HAM secara serius. Sekalipun demikian, persoalan HAM masih terjadi di sejumlah tempat. Pelanggaran HAM berat di masa lalu belum selesai secara tuntas,” demikian bunyi pernyataan dalam Pesan Natal Bersama PGI-KWI 2018.
Baca Juga: PGI Himbau Semua Pihak Hindari SARA Dalam Pilkada
Ingin tahu lebih lanjut? Berikut isi lengkap Pesan Natal Bersama PGI-KWI 2018:
Saudara-saudari terkasih,
Setiap kali merayakan
Natal, kita bersukacita atas kelahiran Yesus. Peristiwa ini sungguh menyatakan
betapa besar kasih Allah kepada kita: “sehingga Ia telah mengaruniakan
Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak
binasa, melainkan beroleh yang kekal” (Yoh 3: 16). Kedatangan-Nya disambut
baik oleh para gembala, yakni orang-orang kecil yang merindukan Juruselamat,
maupun oleh orang-orang Majus, yakni kalangan bijak dan terhormat yang mencari
kebenaran dan keselamatan. Janji Allah akan keselamatan terwujud dalam diri
Yesus, yakni meskipun Anak Allah telah “merendahkan diri-Nya dan taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2:8). Melalui
kerendahan hati dan pengorbanan diri, Yesus melaksanakan rencana Allah untuk
menyelamatkan manusia. Begitulah hikmat Allah yang berbeda dengan hikmat dunia.
Itulah sebabnya Paulus menyebut Yesus sebagai hikmat Allah bagi Kita (I Kor 1: 24, 30).
Sudah lebih dari dua ribu
tahun Yesus datang ke dunia, tetapi karya keselamatan yang Dia tawarkan kepada
umat manusia masih harus terus diwujudkan. Banyak orang telah menanggapi
undangan Allah ini dalam hidup sehari-hari, di antaranya, dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia (HAM). Akan tetapi, kita masih menjumpai orang yang
tidak peduli pada suara hati dan tidak mengindahkan hati nurani serta tidak
malu terhadap sesamanya dan tidak takut kepada Allah hingga berbuat sesuatu yang
melanggar hak asasi manusia. Tiada lagi sukacita dan gembira ketika manusia diperlakukan tidak adil oleh sesama; saat HAM diinjak-injak.
Saudara-saudara terkasih,
Hak asasi manusia adalah
hak dasar yang melekat yang dianugerahkan Allah kepada setiap orang. Perwujudan
HAM secara baik dan benar membuat manusia hidup secara manusiawi. Dalam
Perjanjian Lama, Allah memanggil para nabi, salah satunya, untuk mewujudkan
keadilan yang juga berkaitan dengan HAM. Nabi Amos mengingatkan bahwa mereka
yang menginjak-injak hak asasi orang-orang lemah dan miskin tidak akan hidup
sejahtera (bdk. Am 5:11-12). Lalu, Amos mengajak umatnya: “Carilah yang
baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup; dengan demikian TUHAN, Allah semesta alam, akan menyertai kamu….” (Am 5: 14).
Kita patut bersyukur
kepada Allah karena bangsa Indonesia menjunjung tinggi HAM. Kita pantas
berterima kasih kepada pemerintah yang telah berusaha menangani masalah HAM
secara serius. Sekalipun demikian, persoalan HAM masih terjadi di sejumlah
tempat. Pelanggaran HAM berat di masa lalu belum selesai secara tuntas. Hak
hidup layak di bidang ekonomi, sosial dan budaya yang berkaitan dengan keamanan
dan kenyamanan hidup masih terganggu di beberapa daerah. Kebebasan berbicara
dan berujar dikacaukan oleh maraknya ujar kebencian dan berita bohong yang
kadang disertai kekerasan baik secara fisik maupun psikis. Ancaman, pengrusakan
dan penutupan rumah ibadah masih terjadi. Izin mendirikan rumuh ibadah masih
tersendat. Eksploitasi alam berlebihan dan transaksi penjualan tanah masih
merugikan masyarakat tertentu. Hak ekologis untuk menikmati lingkungan yang
sehat tidak sepenuhnya dirasakan, terutama oleh kalangan masyarakat sederhana,
karena pencemaran air, tanah dan udara. Hal-hal sedemikian merupakan
pelanggaran terhadap HAM dan itu adalah tindakan manusia yang hidup menurut hikmat dunia.
Syukur kepada Allah,
berkat Yesus Kristus kita dipanggil untuk hidup menurut hikmat ilahi. Yesus
Kristus itulah hikmat Allah bagi kita. Kristus itulah yang mengajarkan kita
nilai-nilai Kerajaan Allah serta mengajak kita hidup saling mengasihi dan rela
berkorban demi terciptanya kesejanteraan bersama. Yesus menunjukan hikmatnya,
melalui pewartaan Injil dan tindakan belaskasihan untuk menguduskan dan menebus
kita. Paulus merumuskannya dengan bagus: “Tetapi oleh Dia kamu berada
dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita” (1 Kor 1:30).
Kita diajak untuk
menyadari panggilan sebagai pribadi berkhitmat yang dipilih untuk melayani
bukan untuk dilayani. Prilaku pemimpin yang koruptif telah merusak kesadaran
moral masyarakat, seolah jalan pintas yang tidak pantas adalah cara cepat
mencapai keberhasilan. Tindakan koruptif sering berhubungan dengan pelanggaran
HAM. Untuk itu, kita membutuhkan pemimpin dan wakil rakyat yang penuh hikmat.
Hal ini sejalan dengan sila ke-4 Pancasila: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Saudara-saudari terkasih,
Natal mengingatkan kita
akan hikmat Allah yang terwujudkan dalam diri Yesus. Natal bukan semata
mengenang kelahiran Yesus sebagai bayi di atas palungan, tetapi juga kehidupan
Yesus yang penuh hikmat dan dicurahi Roh Kudus. Ia datang membawa Tahun Rahmat
Tuhan (bdk. Luk 4: 18-19). Kata-katanya tidak menekan, tetapi menyejukkan.
Nasihatnya tidak meninabobokan, tetapi menegur dan memberi jalan. Tegurannya
bukan penghujatan, tetapi jalan keselamatan. Ajarannya bukan asal menyenangkan,
tetapi mengembalikan martabat manusia. Saat ditanya murid-murid Yohanes apakah
Dia itu Mesias, Yesus menjawab: “Pergilah, dan katakanlah kepada Yohanes
apa yang kamu lihat dan kamu dengar: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan,
orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Luk 7:22).
Marilah kita merayakan
Natal bukan hanya dengan nyanyian dan pujian saja, tetapi juga dengan upaya
konkret untuk hidup dalam hikmat Allah. Kita diajak untuk membela hak-hak asasi
manusia sebagai ungkapan kewajiban asasi manusia. Perayaan kelahiran Yesus,
Sang Juruselamat, menjadi saat dan kesempatan untuk memahami hakikat HAM secara
baik dan benar, menyadari luhurnya martabat manusia dan pentingnya gerakan menghormati hak asasi manusia.
Semoga Natal ini sungguh menjadi
saat bagi kita untuk bersukacita dan bergembira. Yesus, Sang Imanuel dan Hikmat
Allah bagi kita, sungguh lahir di tengah-tengah kita dan memimpin kita untuk hidup dalam hikmat Allah.
SELAMAT NATAL 2018 DAN TAHUN BARU 2019
Jakarta, 14 November 2018
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)
Pdt. Dr. Henriette T. Hutabarat-Lebang (Ketua Umum PGI)
Mgr. Ignatius Suharyo (Ketua KWI)
Pdt. Gomar Gultom (Sekretaris Umum PGI)
Mgr. Antonius Bunjamin, OSC. (Sekretarian Jenderal KWI)
Sumber : pgi.or.id