Wanita itu adalah Jang-Mi. Wanita
yang penuh memar, penuh darah dan basah karena disiram oleh tawanan lain saat mencoba untuk membangunkannya itu terkejut saat pintu selnya terbuka.
Dua bulan sebelumnya, kehidupan
Jang-Mi sangatlah sempurna. Ia menikah dan tinggal di Cina setelah sukses kabur
dari Korea Utara dan terbebas dari persekusi. Selepas kebebasannya tersebut,
Jang-Mi bertemu dengan seorang pria yang juga berasal dari Korea Utara. Mereka bertemu dan saling mencintai di dalam Kristus.
Sampai detik itu, semuanya terasa
menyenangkannya. Namun, ditengah bahagianya tersebut, suami Jang-Mi mengeluhkan
kalau dirinya punya kerinduan yang sangat dalam untuk keluarganya yang ada di Korea Utara sana.
Ia dan Jang-Mi yang telah
mengenal Kristus, bisa merasakan sukacita dan damai sejahtera, mengapa
keluarganya yang ada di Korea Utara tidak, begitu pikir suami Jang-Mi. Alkitab
telah mengajarkannya tentang kebebasan yang sejati, dan ia sangat ingin semua orang juga mengetahuinya, tidak terkecuali keluarganya.
"Aku akan kembali
besok," ucap suami Jang-Mi sebelum kepergiannya.
Dari kejauhan, Jang-Mi bisa
melihat sosok suaminya yang mencoba untuk menyebrangi sungai, menuju negara
asalnya, Korea Utara. Titik-titik salju mulai turun saat itu. Jang-Mi berdoa
agar suaminya segera kembali, sehingga sesuai janji suami Jang-Mi, bahwa besok suaminya akan segera kembali.
Tapi suaminya tersebut tidak juga
kembali. Tidak juga keesokan harinya. Atau seminggu kemudian. Sampai tepat
sebulan suaminya telah meninggalkan Jang-Mi. Ia memutuskan untuk mencari suaminya.
Ia paham betul kalau menyeberang
perbatasan Cina-Korea Utara adalah tempat yang berbahaya, darimana pun jalan
yang kita ambil. Buat petugas patroli Korea Utara, mereka sudah ditugasi untuk
segera menembak jika ada orang asing. Meskipun demikian, Jang-Mi berani mengambil risiko tersebut.
Jang-Mi mencoba untuk
menyeberangi sungai dan langsung tertangkap oleh petugas Korea Utara. Ia
kemudian berakhir di penjara. Siang dan malam, Jang-Mi mengalami banyak
kekerasan. Beberapa dari penjaga penjara meneriakinya sebagai 'Yudas', sebab ia telah mengkhianati Korea Utara dan mengikut Yesus.
Bahan perenungan:
Kisah yang diambil dari website CBN itu membuat
kita mengelus dada. Betapa mahalnya harga sebuah panggilan. Kita mungkin
bertanya-tanya, kenapa kok suami Jang-Mi, yang berkat persetujuan dari Jang-Mi bersedia berdarah-darah untuk memberitakan Kabar Baik?
Namun, ketika kita sudah pulih dan merasa dekat
dengan Tuhan, akan ada kerinduan dalam hati kita untuk melayani mereka yang
belum kenal dengan Tuhan. Panggilan untuk melayani adalah anugerah Tuhan.
Melayani merupakan respon kita atas anugerah keselamatan yang telah kita
terima.
“Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut
Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa
melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.” (Yohanes 12:26)