Maksud hati ingin
bercanda, hal itulah yang diungkapkan oleh calon presiden Prabowo Subianto saat
mengungkapkan mengenai “tampang Boyolali” yang jadi viral dan menimbulkan
kontroversi, terutama dikalangan masyarakat Boyolali.
"Saya baru
keliling kabupaten-kabupaten di Jateng dan Jatim. Mungkin Saudara monitor. Saya
juga bingung, kalau saya bercanda dipersoalkan. Kalau saya begini dipersoalkan,
begitu dipersoalkan," demikian pernyataan Prabowo pada hari Minggu
(4/11/2018), saat berada di Lapangan GOR Soemantri Brodjonegoro, Kuningan,
Jakarta Selatan.
Menanggapi hal ini,
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego mengingatkan
pada semua pasangan capres dan cawapres agar berhati-hati dalam berucap,
terutama di tahun politik ini, karena bisa menjadi isu sensitif terlebih
berkaitan dengan isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan).
"Tahun politik,
apa yang sebelumnya biasa (candaan) sekarang dianggap serius. Makanya
bercandalah yang mendidik, jangan nyerempet-nyerempet SARA," demikian
pernyataan Indria yang dirilis Tribunnews.com, Senin (5/11/2018) lalu.
Ia pun menyarankan
semua pihak untuk melakukan kampanye yang positif dan juga beradu ide dan
gagasan.
Tidak ada salahnya
memang bercanda atau bergurau. Biasanya orang yang melontarkan candaan
bertujuan untuk mencairkan suasana atau membangun kedekatan dengan audience
atau lawan bicaranya. Namun tentunya hal ini harus dilakukan dengan bijaksana,
sebab jika tidak maka hasilnya seperti kasus “tampang Boyolali ini”, yaitu ada
pihak-pihak yang tersinggung, bukan terhibur.
Oleh sebab itu mari
kita ingat nasihat dari Raja Salomo yang bijak ini, “Hidup dan mati dikuasai
lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya.” (Amsal 18:21). Harus kita ingat setiap
perkataan pasti akan memberi dampak dan akan kembali kepada yang mengatakannya. Yuk, jaga perkataan kita agar jadi berkat bagi orang lain.