Petisi Tolak Sekolah Minggu Masuk RUU Pesantren Ramai Dukungan, Ini Lho Isi Lengkapnya!

Nasional / 26 October 2018

Kalangan Sendiri

Petisi Tolak Sekolah Minggu Masuk RUU Pesantren Ramai Dukungan, Ini Lho Isi Lengkapnya!

Budhi Marpaung Official Writer
4016

Petisi daring yang berisi penolakan Sekolah Minggu dan Katekisasi dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan terus dibanjiri dukungan. Sebagaimana pantauan Jawaban.Com pada pukul 09:41 WIB, petisi yang diinisiasi oleh @Jusnick Anamofa di Change.org ini telah ditandatangani hampir 54.000 orang atau tepatnya 53.946 orang.

Berikut adalah isi lengkap dari Petisi yang diberi judul oleh sang pembuatnya “Negara Tidak Perlu Mengatur Sekolah Minggu dan Katekisasi”:


Kepengaturan oleh negara terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat, termasuk tata cara beragama, itu mestinya ada dalam kepentingan menjamin hak beragama dan menjalankan agama tiap warga negara. Tetapi ada kepengaturan negara lewat regulasi yang menjadi "pedang" bagi kelompok-kelompok tertentu untuk membatasi hak beragama dan menjalankan agama sesama warga negara.

Peraturan Bersama 2 Menteri terkait syarat-syarat pendirian rumah ibadah yang dijadikan "pedang" untuk membatasi, menolak, merusak rumah ibadah, bahkan mempersekusi para pemeluk agama yang diakui resmi negara, adalah fakta yang dihidupi tiap saat di negara ini. Apalagi hal itu menyangkut angka-angka kuantitatif seperti jumlah orang yang setuju dan sebagainya. 

Dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, kepengaturan itu nampak pada upaya pengusulan agar pendidikan non-formal agama-agama diatur dalam UU. Dalam RUU tersebut, Pasal 69 (1) menegaskan bahwa SEKOLAH MINGGU dan KATEKISASI termasuk jalur pendidikan non-formal agama Kristen. Pasal 69 (3) menegaskan bahwa jumlah peserta didik pendidikan non-formal agama Kristen itu PALING SEDIKIT 15 (limabelas) orang. Pasal 69 (4) menegaskan bahwa HARUS ADA IJIN dari pemerintah Kabupaten/Kota untuk penyelenggaraan SEKOLAH MINGGU dan KATEKISASI.

Petisi ini menolak kepengaturan pendidikan non-formal agama Kristen dalam suatu Undang-Undang karena berpotensi menjadi "pedang" bagi kelompok-kelompok tertentu menghalangi, membubarkan, mempersekusi dengan kekerasan, proses SEKOLAH MINGGU dan KATEKISASI yang tidak sesuai persyaratan RUU tersebut.

Mari berdiri bersama untuk menolak Pendidikan non-formal Kristen diundangkan.

Salam hormat

Jusuf Nikolas Anamofa

Adapun oleh Jusuf Nikolas Anamofa, petisi ini ditujukan kepada Ketua dan Wakil Ketua DPR RI, Presiden RI Joko Widodo, dan Ketua Komisi VIII DPR RI.

Selain Petisi daring, penolakan juga disampaikan secara terbuka oleh kalangan gereja. Majelis Pengurus Harian (MPH) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dalam keterangan persnya mengatakan bahwa pada umumnya mendukung hadirnya RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Hanya saja, dalam pembahasan pendidikan dan pendidikan di kalangan umat Kristen, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan tidak memahami konsep pendidikan keagamaan Kristen.

“di mana ada pendidikan formal melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh gereja-gereja dan ada pendidikan nonformal melalui kegiatan pelayanan di gereja," demikian pernyataan yang dirilis oleh PGI dalam situs resminya.

Adapun pasal yang diprotes oleh PGI di dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan adalah yang tercantum pada Pasal 69-70.

Baca Juga: Atur Tentang Katekisasi dan Sekolah Minggu, PGI Protes Hal Ini Tentang RUU Pesantren

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa pihaknya siap mendiskusikan keberatan yang diajukan oleh PGI.

“Soal masukan dari PGI tentang tentang pasal 69 dan 70, masih terbuka untuk dibahas bersama-sama," ujar Ace seperti dilansir DetikCom, Kamis (25/10/2018).

Lebih lanjut, Ace menyatakan bahwa Komisi VIII DPR segera mengundang pihak-pihak yang terkait dengan proses penyelenggaraan pendidikan keagamaan. "Seperti NU, Muhammadiyah, PGI, KWI, dan lain-lain," ungkap Ace.  

Sumber : berbagai sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami