You can’t have a testimony without a test. Yang artinya, kamu gak bakal punya kesaksian
kalau kamu gak pernah mengalami ujian. Ungkapan ini pasti sudah sangat familiar sekali di kalangan jemaat gereja bukan?
Dan setiap pendeta yang mengucapkan ini pasti akan menjadikan
Ayub sebagai sosok yang membuktikan kalau ungkapan itu benar adanya. Kalau kit
abaca bagian kitab Ayub, kita bisa memahami betul kisah hidupnya dan perjalanan
imannya. Pada intinya, Ayub mengalami penderitaan yang begitu berat, mulai dari
kehilangan semua harta bendanya dan juga keluarganya (Ayub 1: 3). Dia adalah
salah satu tokoh yang diyakini pasti hidup di masa sebelum Abraham dan imam Lewi.
Nama Ayub sendiri memiliki arti ‘orang yang berubah’. Nama
itu pula yang menggambarkan perjalanan hidupnya. Dalam menghadapi tragedi yang tak
terduga, Ayub pun berbalik Tuhan. Berbalik dalam hal ini, bisa dengan menjadi pahit
dan tawar hati kepada Tuhan atau malah mencari pertolongan Tuhan dan menemukan tujuan-Nya dalam hidupnya.
Allah mengasihi Ayub karena imannya. Tapi si iblis meyakinkan
Allah bahwa Ayub hanya melayani Tuhan karena berkat-berkat yang sudah Tuhan berikan
kepadanya. Jadi, Tuhan mengijinkan si iblis menguji Ayub (Ayub 1: 12 & 2:
6). Tuhan pun membiarkan si iblis menimpakan musibah atas keluarganya. Pertama,
500 ekor lembu dan 500 keledainya dicuri orang Sabean. Lalu, api jatuh dari
langit dan membakar 7000 ternaknya. Lalu orang-orang Kasdim datang dan mencuri 3000
untanya dan membunuh banyak hambanya. Tak henti di situ, badai angin menghantam
rumahnya dan menewaskan semua anaknya. Peristiwa ini pun menghancurkan hati
Ayub sehingga dia merobek pakaiannya, mencukur kepalanya, dan tersungkur menyembah Tuhan.
Si iblis masih belum puas menyaksikan penderitaan Ayub, lalu membujuk
Tuhan untuk mempersulit dia. Si iblis lalu menaruhkan penyakit barah yang busuk
di telapak kakinya sampai ke batu kepalanya. Saking berubahnya penampilan Ayub, istri dan teman-temannya bahwa tak lagi mengenalnya.
“Dalam
kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.” (Ayub 1: 22)
Kita tahu akhir dari kisah Ayub ini bukan? Dia benar-benar berharap kepada datangnya pertolongan dari Tuhan.
Beberapa pelajaran muncul dari kisah tragis Ayub. Pertama, orang
percaya juga bisa menderita dan penderitaan itu bahkan tidak selalu terjadi karena
kesalahan mereka. Kenyataan bahwa orang benar kadang-kadang menderita dan kejahatan
kadang-kadang melanggar keadilan. Tapi Yesus menegaskan bahwa Allah membuat matahari
terbit atas orang-orang yan baik dan yang jahat dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar (Matius 5: 45).
Jadi, Tuhan tidak pernah menjanjikan kita bebas dari masalah.
Sebaliknya, Dia meyakinkan bahwa kita akan mengalami penderitaan selama di
dunia. Meski pada akhirnya Dia akan membebaskan kita dari segala kesengsaraan itu (Yohanes 16: 33; Mazmur 34: 19).
Tuhan pasti akan selalu ikut campur dengan caranya yang
supranatural untuk melindungi kita dari bahaya dan kesulitan. Kadang-kadang Dia
mengijinkan hal-hal yang kita tak pahami terjadi atas hidup kita. Tak satupun dari
segala hal yang kita alami di luar dari cetak birunya (blue print) Allah.
Penyakit, kematian, perang, bencana alam, kekerasan, pelecehan, kesedihan, rasa sakit, perceraian dan semua akibat tragis dari kejatuhan Adam.
Jadi saat kamu sedang berhadapan dengan masalah yang membuatmu harus kehilangan semua hal-hal berarti dalam hidupnya, belajarlah dari Ayub.
Ada 3 pelajaran penting yang bisa kamu pelajari dari respon Ayub saat menghadapi musibah yaitu.
1. Ayub tetap memuji Allah. Dia menolak untuk mengutuki Allah
bahkan ketika istrinya sendiri mendesaknya untuk meninggalkan Tuhan. Dia juga terus memuliakan Tuhan meskipun keadaannya tak menyenangkan.
2. Ayub menolak untuk menyalahkan Tuhan. Beberapa orang memilih
untuk membenci Tuhan dan kecewa kepadaNya karena kemalangan yang ditimpakan atasnya.
Tapi Ayub menolak untuk melakukan hal itu dan menyadari bahwa dia harus selalu memuliakan Tuhan baik dalam keadaan diberkati maupun dalam keadaan penuh kemalangan.
3. Ayub percaya pada Tuhan. Dua kutipan terkenal Ayub masih terus
menjadi ayat yang begitu menggema sampai saat ini. “Tetapi aku tahu: Penebusku
hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu.” (Ayub 19: 25) dan “Lihatlah,
Ia hendak membunuh aku, tak ada harapan bagiku, namun aku hendak membela peri lakuku di hadapan-Nya.” (Ayub 13: 15)
Dua ayat ini menggambarkan bagaimana Ayub begitu percaya bahwa
Tuhanlah yang akan memulihkan keadaannya. Sekalipun dia tak memahami kenapa dia
mengalami penderitaan itu, tapi dia percaya bahwa Tuhan setia.
Kita semua pasti suka sekali dengan akhir cerita dari Ayub
ini. Karena berakhir dengan happy ending.
“Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub,
setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada
Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu...TUHAN memberkati Ayub
dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia
mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu pasang
lembu, dan seribu ekor keledai betina.” Ayub 42: 10 & 12