Pernikahan itu kadang sulit dan nggak ada satupun yang sempurna. Gimana mungkin bisa sempurna jika pernikahan adalah persatuan dua orang yang sama-sama nggak sempurna?
Pernikahan adalah kesatuan dari dua keluarga, keuangan, stres dan jadwal yang sibuk dan ini bisa menjadi buruk.
Pernikahan seperti ini benar-benar menguji kondisi iman kita
sebagai pengikut Yesus. Jika tidak memberikan perhatikan dengan baik,
pernikahan bisa menyebabkan kita menjauh dari pasangan kita atau dari tujuan pernikahan kita.
Tapi, hari ini kita sedang diingatkan mengenai hal ini. Dalam
1 Korintus 7, Paulus memiliki beberapa hal yang sangat pedih dan tegas mengenai kehidupan pernikahan. Hal ini adalah pendapat pribadi Paulus dan bukan perintah langsung dari Tuhan,
"Aku
ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri
memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan
kepadanya.Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi,
bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, dan dengan demikian perhatiannya
terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan
perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi
perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya." ( 1 Korintus 7:32-35)
Dia juga menyadari bahwa bersatu dengan orang lain
memungkinkan perhatian kita teralihkan dari hal-hal yang Allah kehendaki. Tapi
gimana jika kita bisa memperlakukan pernikahan kita sebagai tindakan ibadah
yang justru mendekatkan kita dengan Tuhan? Dan jika itu mungkin, bagaimana kita harus memulainya?
Kita harus memulai dengan gambaran dan defenisi ibadah yang jelas. Dalam bukunya Just Like Jesus, Max Lucado menuliskan tentang defenisi ibadah menurut Raja Daud
: "Muliakanlah TUHAN bersama-sama
dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya!" (Mazmur 34:3).
Lucado menulis bahwa: "Ibadah adalah tindakan yang memuliakan Tuhan. Memperbesar visi mengenai Dia. Saat kita ditarik mendekat kepada Allah maka Tuhan semakin besar. Bukankah itu yang kita butuhkan? Pandangan besar tentang Tuhan? Bukankah kita punya masalah yang besar, soal kekuatiran dan pertanyaan yang besar?
Nah, karena itulah kita membutuhkan pandangan besar mengenai Tuhan. Ibadah menawarkan pandangan itu.? ?
Sama seperti aspek hidup lainnya, pernikahan haruslah mendekatkan
kita kepada Tuhan, dan memperluas pandangan kita tentang Dia. Segala yang kita
lakukan bisa menjadi tindakan penyembahan kita, mulai dari cara kita bicara,
karakter kita, bagaimana kita memberi, dan bagaimana kita hidup. Louie Giglio
mengatakan seperti ini: "Ibadah adalah tanggapan kita, baik pribadi maupun bersama kepada Tuhan mengenai untuk siapa Dia dan apa yang telah Dia lakukan, dan diekspresikan oleh kita dengan apa yang kita katakan dan cara kita hidup."
Dengan kata lain, apa yang kita lakukan adalah cerminan dari
Tuhan yang kita layani. Bagaimana cara kita memperlakukan pernikahan kita
mencerminkan pandangan kita tentang Tuhan. Ibadah kita pada hari Minggu akan
sia-sia jika kita hidup dari Senin hingga Sabtu terlihat seperti bagian dari dunia lainnya. Kita ini dipanggil untuk menjadi berbeda dari orang lain.
Paulus menuliskan kepada orang-orang Roma demikian : "Karena itu, saudara-saudara, demi
kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu
sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu
adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,
tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan
manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:1-2)
Yesus berkata juga "
Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah
benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki
penyembah-penyembah demikian" (Yohanes 4:23). Ibadah tidak terbatas
pada satu tempat saja. Ini bukan satu jam dari kehidupan kita setiap hari di
Minggu pagi saja. Ibadah bukan genre musik, tapi ibadah ada di semua hal itu,
dan intinya, ini adalah masalah hati. Kata-kata dan perbuatan kita, hidup kita adalah arus yang keluar dari hati kita.
Agar pernikahan menjadi ibadah, maka marilah kita fokus
berubah diri kita sendiri kepada Tuhan kita. Kita harus membuat beberapa perubahan untuk menjadi " korban yang hidup" kepadaNya dan memberikan contoh itu melalui pernikahan kita.
Berhentilah mencoba memiliki pernikahan yang sempurna. Bahkan,
jangan mencoba untuk memiliki pernikahan yang lebih baik, tapi cobalah menjadi
lebih baik. Jika fokus kita menjadi orang yang Tuhan inginkan , maka hasilnya
wajar bahwa kamu akan menjadi istri atau suami yang lebih baik sehingga kalian memiliki pernikahan yang jauh lebih baik.