Namanya Dina, seorang anak fresh
graduate yang masih hitungan bulan berada di ibukota Jakarta. Dina selalu
menyadari kalau dirinya selalu punya kerinduan untuk ikut terlibat dalam sebuah
pelayanan di gereja. Karena itu, dirinya memutuskan untuk ikut dalam pelayanan di lingkungannya yang baru.
Dalam hitungan minggu Dina ikut
terlibat dalam pelayanan, dirinya sudah mendapatkan sorotan dari banyak orang.
Beberapa, tentu saja memuji kepiawaiannya dalam bermain piano. Namun tentu saja
Dina tidak pernah luput dari omongan-omongan negatif. Tidak hanya di pelayanan,
rekan sekantor Dina juga sering berkata kalau Dina terlalu rohani, sehingga tidak banyak orang yang memilih untuk menjadi temannya.
Awalnya memang Dina tidak merasa
terganggu, tapi lama-lama Dina merasa tidak nyaman seiring banyaknya perkataan
negatif yang terdengar sampai ke telinganya. Dirinya bertanya-tanya tentang
alasan kenapa orang banyak menyoroti dirinya, apakah karena memang Dina anak baru, atau ada hal lain yang salah dari pribadi atau sikap Dina.
Omongan-omongan itu tadi membuat Dina sedikit gentar, baik dalam pekerjaan maupun pelayanannya. Akhirnya ia bergumul dengan Tuhan dan bertanya, apakah ada hal yang salah dari dalam dirinya. Setelah sedikit lega. Ia menelepon seorang teman yang merupakan teman satu pelayanan di kota asalnya. Dina bertanya tentang apa yang salah dalam dirinya.
Baca juga: Mr. Smith, Si Tupai Peniru Yang Ingatkan Kita Untuk Rendah Hati
Panjang lebar mengobrol sambil
melepas kangen, akhirnya Dina menutup telepon. Ada satu kalimat yang
menggelitik Dina, yaitu ketika temannya mengatakan kalau Dina saat ini sedang
berada dalam posisi 'naik tingkat'. Seperti seorang burung rajawali yang
dipaksa untuk terbang dengan didorong oleh ibunya sendiri, Dina pun sedang berada pada posisi yang sama.
Tidak banyak orang yang bisa menyikapi sebuah lingkungan
yang baru dengan baik. Beberapa dari kita seringkali bersungut-sungut pada
keadaan yang baru tersebut. Setiap hal yang baru punya tantangannya masing-masing.
Tantangan sendiri, baik kita memilih untuk
menetap atau berpindah, akan selalu ada dalam kehidupan kita. Seringkali kita
mendengar ada sebuah panggilan atau dorongan dalam hati untuk meninggalkan lingkungan lama yang nyaman ke sebuah lingkungan baru yang tidak pernah kita bayangkan.
Yesaya 40:31, “Tetapi orang-orang yang
menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang
naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”
Nabi Yesaya lewat ayat di atas memberikan kita
contoh untuk menjadi seperti rajawali. Burung rajawali peka terhadap setiap angin
badai yang menerpanya, ia mampu beradaptasi dengan baik terhadap badai dan tidak goyah.
Melalui potensi dari dalam dirinya, burung
rajawali menggunakan sayapnya untuk bisa mengahadapi rintangan yang ada. Kita
akan selalu diperhadapkan dengan sesuatu yang bisa kita sebut ‘badai’ baik
dalam pelayanan, pekerjaan atau tanggung jawab yang lain.
Satu hal yang harus kita ingat adalah untuk
terus bertahan dan menyadari kalau akan selalu ada makna dan tujuan yang pasti
saat kita bisa melewatinya. Menanti-nantikan dan mengandalkan Tuhan dalam
setiap rintangan yang ada akan menjadi kekuatan kita dalam setiap tantangan
yang dihadapi dalam kehidupan kita.