Saat kita kecewa
dengan orang lain dan membiarkan rasa sakit berkecamuk, kepahitan dan kebencian
akan mulai bertahta atas hati kita. Rasa benci yang mulai tumbuh di dalam hati
kita akan menimbulkan tindakan yang sangat berbahaya, mulai dari menilai seseorang
secara subjektif dan bahkan mendorong kita untuk melakukan tindakan kejahatan seperti membunuh orang yang kita benci (baik secara fisik maupun psikis).
Dalam kamus
Webster disebutkan bahwa ‘benci’ artinya ‘memiliki ketidaksukaan yang kuat atau
niat buruk untuk bersikap benci’. Rasa benci hanya akan membuat kita kehilangan
belas kasihan untuk mengampuni bahkan kebencian ini tanpa sadar bisa membunuh kita perlahan-lahan.
“Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan,
kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan,
iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh
pemecah,kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu
kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa
melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” (Galatia 5: 19-21)
Firman Tuhan
banyak menuliskan tentang pentingnya kita hidup dalam perdamaian. Misalnya dalam ayat-ayat di bawah ini:
Tuhan sama
sekali tidak merancangkan kita untuk hidup dalam sifat-sifat negatif seperti membenci,
memfitnah, marah, dan sebagainya. Dia merancangkan kita untuk hidup dalam kasihNya
yang dipenuhi dengan segala hal-hal yang baik, termasuk penuh kesabaran, kasih persaudaraan dan perdamaian.
Saat hati
kita mulai tercemar dengan kebencian, kita bisa memperbaharuinya dengan pikiran
Tuhan. Dalam Yesaya 55: 9 Allah berkata, “Seperti
tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.”
Tuhan tidak
berkata, “Hahaaa pikiranku kan jauh lebih tinggi dari pikiranmu!” Dia malah berkata,
“Ayo naik dan berpikirlah seperti aku berpikir, di sinilah kebebasan itu!” Kita
melakukan hal ini dengan cara membaca firman-Nya. Firman Allah adalah kehendakNya
yang hidup atas kita. Itu adalah pikiran-Nya. Saat kita belajar dan merenungkan
pikiran-pikiran-Nya, kita menggantikan pikiran duniawi kita yang salah dengan pikiran-Nya yang lebih tinggi, yang bertujuan untuk perdamaian dan kebebasan.
Saat kita
berpikir seperti Tuhan berpikir, kita bisa hidup seperti Dia hidup. Dia tak
pernah kuatir dan tak pernah sakit hati. Dia malahan selalu menawarkan pengampunan kepada kita seperti Dia melakukannya atas kita.
Pengampunan dalam hal ini bukan berarti kalau kita harus berpura-pura kalau tak terjadi apa-apa. Tapi sikap mengampuni adalah sikap dimana kita mau berdamai dengan hati kita dan memampukan kita untuk mengampuni orang yang melukai kita.
Baca Juga :
Mendoakan Mereka yang Anda Benci
Masih Memendam Kebencian? Bereskan Selagi Sempat
Bagaimana caranya
kita bisa mengubah kebencian menjadi sikap mengampuni? Inilah tugas kita! Tiga hal sederhana ini bisa mengembalikan pikiran kita kepada pikirannya Allah.
1. Pelajari tentang apa kata Alkitab tentang kebencian
Saat kita tak
mampu mengendalikan kebencian dari dalam hati kita, mulailah mencari tahu apa kata
firman Tuhan soal ‘kebencian’ ini. Semakin banyak kita tahu tentang firman Tuhan,
semakin besar kemungkinan kita untuk mengatasi kebencian yang berkecamuk di dalam hati kita.
Kebencian adalah
alat yang dipakai si iblis untuk merusak cara pikir kita tentang Tuhan. Dalam Yohanes
10: 10 dikatakan, “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan
membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.”
Saat kita
tak peka dengan kebencian yang ada di dalm hati kita, maka lambat laun semua emosi kita akan dibutakan atas kebenaran firman Tuhan.
2. Mintalah Yesus untuk mengisi hatimu dengan kerendahan hati
Saat kita tak
lagi mampu menangani kebencian di dalam hati kita, mintalah Yesus untuk
mengisinya dengan kerendahan hati. Saat kita tergoda untuk berbicara hal-hal negatif
tentang seseorang, periksalah kembali apakah firman Tuhan mengajarkan kita untuk membenci orang lain?
Dalam Yohanes
12: 25 dikatakan, “Barangsiapa mencintai
nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.”
Alkitab memerintahkan
kita supaya membenci bagian-bagian hati kita yang dihukum Tuhan. Dalam ketaatan
dan ketekunan, biarlah Dia menjadikan kita ciptaan baru, satu bagian yang sulit dari hati kita pada suatu waktu.
3. Belajarlah untuk mengasihi
“Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”
Kasih membutuhkan
ketaatan. Yesus menghubungkan kasih dengan ketaatan berulang kali. Dia menyebut
bahwa kasih tulus yang meluap dari dalam hati kita akan menggerakkan kita untuk
bertindak. Dia ingin supaya kita mengasihi musuh kita. Siapapun yang pernah bergumul
dalam hal ini akan setuju bahwa mengasihi musuh merupakan tindakan yang membutuhkan ketulusan dari dalam hati murni.
Jadi, kasih
akan memampukan kita untuk mengampuni, berdoa dan mengasihi musuh kita. Kita harus
memfokuskan pikiran dan perilaku kita dengan memilih belas kasih untuk memenangkan kebencian.
Mengasihi adalah
teladan terbesar yang disampaikan Yesus kepada kita. Sebagaimana Dia mengasihi,
kita pun harus melakukan tindakan serupa kepada orang lain.
Jadi, sudahkah
kamu menutup setiap celah di dalam hatimu dari kebencian? Jika belum, mari ambil
waktu sejenak dan berdoalah di dalam hadirat Tuhan. Minta dia melunakkan hatimu
dan mengisinya dengan kasih.