Beberapa malam yang lalu, saya menonton
kembali sebuah film asal India berjudul Taare Zameen Par. Kalau kalian
sebelumnya menonton film Three Idiots, maka film ini merupakan garapan dari
Aamir Khan. Film yang bercerita mengenai seorang anak yang menderita penyakit
dyslexia.
Diambil dari bahasa Yunani, dys berarti
kesulitan dan lexis artinya huruf atau leksikal. Jika digabungkan, dyslexia
merupakan suatu keadaan dimana penderitanya mengalami kesulitan dalam aktivitas
membaca dan menulis.
Ishaan, seorang anak yang duduk di bangku
kelas 3 SD merupakan salah satu penderita dyslexia. Kendati demikian, ia
dikaruniai talenta melukis yang tidak biasa. Bagi orang-orang yang ada
disekelilingnya, Ishaan semata-mata hanyalah anak yang bandel, suka caper (cari
perhatian), pemalas dan bodoh.
Ia mendapatkan nilai no pada hampir seluruh
mata pelajaran di sekolahnya. Hal ini dikarenakan ia kesulitan untuk membaca
dan membedakan huruf atau angka. Tidak terhitung sudah berapa kali dirinya
dihukum lantaran keterbatasannya tersebut.
Orang tua Ishaan tidak mengetahui hal ini,
yang mereka ketahui hanyalah Ishaan adalah bocah yang malas dan bodoh.
Karenanya mereka memindahkan Ishaan pada sebuah sekolah asrama yang terkenal
karena kedisiplinannya. Harapannya, semoga Ishaan bisa menjadi pribadi yang
lebih baik sesuai dengan anak-anak seusianya.
Sayangnya, sikap ini hanya membuat Ishaan
merasa kalau dirinya telah terasingkan dalam keluarganya sendiri. Di sekolahnya
yang baru, Ishaan bukan lagi sosok yang ceria dan menyenangi melukis. Keadaam
Ishaan kian hari kian memburuk. Hukuman bukan lagi ha lasing baginya.
Hingga suatu hari, ada seorang guru seni
baru yang bernama Nikumbh menyadari keadaan Ishaan. Ia mengatakan pada kepala
sekolah dan orang tua Ishaan bahwa dirinya bersedia untuk membantu Ishaan dalam
mengatasi keterbatasannya tersebut.
Setiap hari, Nikumbh akan meluangkan waktu
untuk mengajari Ishaan membaca dan menulis, bahkan menumbuhkan kembali rasa
percaya dirinya. Pembelajaran yang diberikan Nikumbh berbuah baik, Ishaan bisa
memperbaiki keterbatasannya dalam membaca dan menulis tersebut. Ia bahkan mulai
gemar melukis dan mendapati lukisannya menjadi karya terbaik di sekolahnya.
Sebagai orang tua, terkadang kita juga
sering menuduh atau menghakimi anak sebagai pemalas atau bandel tanpa
mengetahui alasan yang ada dibaliknya. Dari film ini kita bisa belajar kalai
dukungan merupakan bentuk kasih yang bisa kita beri pada anak.
Pendidikan tidak hanya menjadi tugas bagi
para guru, namun juga kita sebagai orang tua. Apabila anak kita mengalami suatu
masalah, yang diselidiki bukanlah akibatnya, namun sebab mengapa anak mengalami
masalah tersebut.
Seperti tertulis dalam Amsal 17:6, “Mahkota
orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang
mereka.” Seorang anak memang bertanggung jawab bagi dirinya sendiri, namun
orang tua juga berperan untuk mendidik anak-anak dalam ajaran dan nasihat Tuhan.