Seorang pemimpin
gerejaku pernah melontarkan pernyataan seperti ini: “Bibit kesombongan itu selalu
ada di dalam diri setiap orang, bahkan orang-orang percaya sekalipun seperti kita.
Waspadalah dengan sikap yang satu ini, jangan-jangan kita sudah mulai sombong dengan pelayanan yang kita lakukan.”
Pernyataan ini
mengingatkanku soal bahaya kesombongan. Karena pada dasarnya, Tuhan sendiri nggak suka sama orang sombong.
“Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci
kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat.” (Amsal 8: 13)
Tuhan benci
dengan kesombongan karena sikap ini hanya akan menjadi penghalang seseorang mendapatkan
pertolongan dari Tuhan. Di mata Tuhan, kesombongan adalah akar dari segala dosa.
Ini adalah dosa yang paling serius dan paling seringkali dilakukan dengan cara yang sangat halus.
Kesombongan
menyebabkan seseorang menjadi tidak taat, memberontak, serta memiliki rasa
percaya diri yang tinggi. Lucifer sendiri mengalaminya, sampai-sampai dia dijatuhkan dari surga karena kesombongannya.
“Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan
daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.” (1 Yohanes 2: 16)
Ada beberapa bentuk kesombongan diantaranya:
1. Sombong ilmu pengetahuan
Ada banyak
orang yang menganggap dirinya lebih pandai dan berpengetahuan daripada orang
lain. Bahkan dengan pengetahuan dia berpikir bisa mendikte dan memahami cara kerja
Tuhan. Orang-orang Kristen pun mengadopsi kesombongan ini.
“Tentang daging persembahan berhala kita tahu:
"kita semua mempunyai pengetahuan." Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun.” (1 Korintus 8: 1)
2. Sombong karena kecantikan, kecerdasan dan bakat
Ada banyak orang
Kristen secara halus menyombongkan penampilan fisiknya dengan memakai Tuhan sebagai
bahasa halusnya. “Aku cantik karena Tuhan
yang terpancar dari dalam diriku.” Atau
“Ya, aku bisa punya talenta ini dan itu dan aku bersyukur sih punya semua ini. Tuhan itu memang baik.”
Sementara firman
Tuhan berkata, “"Allah menentang
orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati."” (Yakobus 4: 6b).
3. Sombong karena kekayaan dan kesuksesan
Tuhan senang
kalau umat-Nya hidup dalam kesejahteraan secara finansial. Dia sama sekali nggak
menghendaki umatNya hidup menderita karena kemiskinan. Tapi, kepada orang-orang
yang dianugerahkan kekayaan Tuhan sama sekali memerintahkan supaya mereka berbelas kasihan dan tidak membangga-banggakan kekayaannya.
“Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini
agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu
seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.” (1 Timotius 6: 17)
4. Sombong atas karunia spiritual yang dimiliki
Ada orang
yang memang secara khusus menerima karunia dari Tuhan, entah itu karunia menyembuhkan,
bernubuat dan sebagainya. Tapi ada banyak diantaranya yang justru malah menyombongkan karunia itu untuk membanggakan dirinya bukan Tuhan.
5. Sombong karena tidak berpengetahuan
“Seperti Katak
dalam terpurung”. Demikian perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan kesombongan
jenis ini. Dia merasa sudah tahu banyak hal, padahal ada banyak orang yang lebih
tahu darinya. Biasanya hal ini rentan dialami oleh orang-orang Kristen yang baru bertobat.
“Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis.” (1 Timotius 3: 6)
Akibat dari kesombongan, seseorang bisa mengalami hal-hal ini:
Kesombongan
bisa disimpulkan sebagai bentuk sikap hanya fokus pada diri sendiri. Daud menggambarkan
kesombongan ini dalam Mazmur 10: 4, “Kata
orang fasik itu dengan batang hidungnya ke atas: "Allah tidak akan menuntut! Tidak ada Allah!", itulah seluruh pikirannya.”
Karena itu kita harus memastikan tak ada tempat bagi kesombongan di dalam hati dan pikiran kita. Kesombongan itu harus pergi supaya Tuhan bisa memerintah sebagai Tuhan di dalam hati kita (baca Yesaya 2: 17a; Daniel 4: 37).
Baca Juga :
Paulus bahkan
bermegah dalam kelemahannya karena dia tahu bahwa dia bukan siapa-siapa tanpa
Tuhan. Itulah sebabnya Dia menulis dalam 2 Korintus 12: 10, “Karena itu aku senang dan rela di dalam
kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan
kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.”
Ayat ini menggambarkan
bagaimana Paulus menyadari betul bahwa dengan membangga-banggakan diri tidak akan
membuatnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, dia dengan senang hati mengungkapkan
kekurangannya karena dengan kejujuran itulah Tuhan menunjukkan kuasaNya dan memberkati setiap pelayanan Paulus .