Untuk
merayakan ulang tahun kekasih hatinya, Luke Fortune rela menempuh perjalanan panjang
dengan mobil dari sebuah kota kecil di Oregon Tengah ke Portland. Dia lalu memarkir
mobilnya di sebuah parkiran berbayar untuk semalam. Nahasnya, keesokan pagi saat
dia kembali untuk mengambil mobilnya, jendela mobilnya malah sudah dalam kondisi pecah. Ransel dan juga laptop yang ditaruhnya di dalam mobil pun raib.
“Yang terpenting
buatku adalah laptop itu. Pekerjaan kelas, semuanya yang kutulis dan semua program
yang aku butuhkan untuk tes paramedisku ada di dalam laptop. Setiap surat sudah
aku kerjakan hanya untuk lamaran kerja. Aku benar-benar sakit,” ucap Fortune, pria usia 21 tahun yang sedang sekolah paramedis itu.
Dua hari setelah
kejadian itu, seorang pemuda lain berdiri di luar apartemennya di Portland.
Pemuda bernama Masoud Almazrouei (29) itu adalah mahasiswa yang ikut program pertukaran
pelajar asal Uni Emirat Arab. Dia didekati oleh seorang pria untuk menawarinya sebuah laptop yang mau dijual dengan harga 200 dollar saja.
Almazrouei yang
baru satu tahun tinggal di Amerika itu awalnya mengaku enggan membeli laptop itu.
Tapi tak dimungkiri dia memang sedang butuh laptop lalu memutuskan untuk membelinya, membawanya pulang dan menghidupkannya sesampai di rumah.
Dalam hitungan
detik, dia pun menyecek file dan foto-foto yang ada di sana. “Aku bertanya-tanya
siapa yang akan menjual komputer beserta dengan semua isinya seperti ini. Aku pun tersadar kalau laptop itu adalah barang curian,” terang Almazrouei.
Dia pun menemukan sebuah kontak ponsel di dalamnya dan mulai menghubungi nomor itu.
“Pria dengan
aksen yang parau ini bilang kalau laptopku ada di dia. Dia bercerita dan mengaku
bersalah. Aku pikir itu adalah penipuan. Aku mengatakan kalau laptop itu benar-benar ada di dia, dia harus membawanya ke kantor polisi,” jelas Fortune.
Segera setelah
itu, seorang petugas polisi menghubungi Fortune. Dia diinformasikan bahwa seseorang
membawa laptop itu dan mengaku menyesal. Fortune pun segera menghubungi Almazrouei
dan bersikeras memberikannya imbalan sebesar 200 dollar. Persis sesuai dengan
jumlah uang untuk membeli laptop dari si pencuri itu. Tapi Almazrouei dengan tegas
menolak menerimanya. Dia mengaku bsersalah karena sudah membeli laptop itu dari orang asing yang tak dikenalnya.
Baginya,
hal yang paling penting daripada uang adalah melakukan kewajibannya sebagai seorang
Muslim untuk mengembalikan barang milik orang lain. “Aku melihat fotonya (Fortune)
dengan seragam paramedisnya. Mereka membantu orang-orang. Dia adalah orang yang baik. Aku tak berharap uangku kembali,” katanya.
Pertemuan Fortune
dan Almazrouei pun jadi sesuatu yang indah. Bagi Fortune sendiri, peristiwa ini
mengajarkannya tentang opini keliru banyak orang soal para pendatang, terutama dari negara Arab.
“Aku berasal
dari kota kecil. Aku belum pernah ketemu dengan seorang Muslim. Dia orang baik,” nilai Fortune soal sosok Almazrouei.
Sementara Almazrouei
sendiri pernah mengalami kejadian yang tak mengenakkan sesaat setelah datang ke
Amerika. Dia mengaku suatu kali saat berada di sebuah jalan di Eugene, Oregon, tiba-tiba
seseorang yang tak dikenal meninjunya dan menyuruhnya untuk kembali ke negara asalnya. Sng pelaku akhirnya diamankan pihak kepolisian.
Peristiwa tak
mengenakkan itulah yang membuat Almazrouei memutuskan pindah ke Portland. Di sinilah, dia kemudian tertimpa masalah dengan seorang pencuri laptop.
Kejadian yang
menimpa Fortune dan Almazrouei inipun diberitakan di surat kabar lokal di sana.
Tak lama setelah itu, Almazrouei akhirnya menerima telepon dari pemimpin Universitas
Portland, Wim Wiewel, tempat dia menjalani studi jurusan ekonomi. Wiewel pun
mengaku bangga dengan integritas pemuda asal Arab itu dan menghadiahi dia sebuah MacBook Pro yang baru.
“Kami berpikir
sejak Anda mengembalikan laptop itu, kami harus memberikan Anda laptop. Kami sangat
bangga dengan Anda. Yang Anda lakukan adalah kisah yang hebat, terkhusus Anda sudah melakukan hal yang benar,” ucap Wiewel.
Bahan Renungan
Ada banyak orang
yang mudah menilai dan menghakimi orang lain hanya karena latar belakang dan asal
muasalnya. Tapi kisah di atas mengajarkan supaya kita tidak mudah menilai orang
lain sesuai dengan agama, suku, dan rasnya. Nilai inilah yang juga diajarkan Yesus kepada orang-orang percaya.
Di sisi lain,
meskipun Masoud Almazrouei adalah seorang Muslim, tapi dia benar-benar melakukan
kewajiban agamanya untuk mau melakukan hal yang benar. Karena itu, jangan mau kalah!
Yuk, mulai mengoreksi diri kita, sebagai orang percaya yang katanya adalah
garam dan terang dunia, sudah kah kita memancarkan terang kita bagi orang sekitar?
Sudahkah kekristenan kita diakui sebagai keyakinan yang menyebarkan kasih Tuhan?
Kalau belum, yuk mulai dari hari ini!