Hampir dua per tiga dari
istri-istri pendeta mengatakan kalau gaji yang mereka terima tak mampu
mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Hal ini didapatkan dari hasil survey yang dilakukan oleh media Life Way.
Dalam penelitian
yang dirilis pada hari Selasa (12/9), LifeWay menemukan bahwa sekitar 60% dari
pasangan suami istri mengaku setuju dengan pernyataan di atas. “Kondisi keuangan
keluarga butuh lebih dari gaji yang diterima (pendeta) dari gereja,” tulis survey ini.
Sementara sekitar
sepertiga atau 36% mengatakan kalau mereka selalu khawatir setiap bulannya soal
kebutuhan keluarga. 46% mengatakan kalau mereka khawatir tidak bisa menabung untuk
masa depan. 60% mengatakan kalau kompensasi yang dibayarkan oleh gereja tidak cukup untuk mendukung keluarga pendeta.
Sementara 55%
responden mengatakan kalau istri pendeta harus melakukan pekerjaan sampingan di
luar gereja. Dari jumlah itu, sekitra 26% dari mereka bekerja di pelayanan yang berbeda, gereja atau lembaga non-profit.
Data ini diambil
dari survei yang dilakukan pada 21 Juni sampai 2 Agustus dengan melibatkan sebanyak
720 istri pendeta dari berbagai denominasi, termasuk Gereja Baptis (29%), Lutheran
(9%), Majelis Allah (7%), Presbyterian (4%), Pentakosta/karismatik (3%), dan Gereja Kristus (2%).
Selain itu,
survey ini juga menemukan pendapat mereka soal kesibukan pasangan mereka yang pendeta.
Temuan lain termasuk 59% istri pendeta mengatakan kalau tuntutan jemaat untuk
pendeta terlalu menyita banyak waktu keluarga. Sedang 72% lainnya mengatakan kalau pasangan mereka suka mendapat komplain kepemimpinan dari jemaat.
“Kebanyakan
pendeta merasa mendapat panggilan untuk melayani dan menikmati peran mereka di
dalam dan luar gereja. Banyak juga pendeta yang sedikit punya teman, mengira mereka terlalu sering meneriaki anak mereka dan khawatir akan keuangan,” tulis LifeWay.
Membandingkan
hasil survey ini, dalam sebuah penelitian di bulan Juli lalu, para peneliti dari
Universitas Oklahoma menemukan kalau pada tahun 2016 pendeta perempuan menghasilkan
93 sen dolar, yang jauh lebih kecil daripada upah yang diterima seorang karyawan sekuler.
Cyrus Schleifer,
asisten profesor di Departemen Sosiologi Universitas Oklahoma dan pendamping penulis
studi ini mengatakan bahwa kebanyakan penggajian yang rendah lebih banyak dialami oleh pendeta laki-laki.
“Kalau pendapatan
pendeta laki-laki naik pada tingkat yang sama seperti orang-orang berpendidikan
tinggi lainnya, maka kesenjangan gaji rendah ini akan jauh lebih mendekati kepada
tingkat umum,” ucap Schleifer.
Dia pun menyarankan
bahwa sudah saatnya mengevaluasi gaji yang diterima oleh pendeta laki-laki.