Sampai saat
ini aku masih suka geli sendiri mengingat ucapan seseorang waktu kami sedang bicara
soal masalah politik yang beberapa tahun belakangan ini memanas di Indonesia. Di
suatu pertemuan doa, orang ini dengan frontal bilang kalau dia lagi serius berdoa
untuk salah satu pemimpin organisasi masyarakat (ormas) yang sudah banyak berulah
menantang kaum Nasrani, termasuk kepada mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang beragama Kristen itu.
Dia bilang kalau
dia berdoa supaya pemimpin ormas yang satu ini segera ‘check out’ dari dunia
ini. Dalam arti sederhana, dia berdoa supaya orang ini mati saja. Aku pun sontak
merasa lucu sendiri dan berbisik dalam hati ‘Emang bisa ya ngedoain orang supaya mati?”
Nggak cuma itu,
aku juga sering dengar ibu ku kalau udah kesal atau punya masalah sama papa, tanpa
sengan dia bakal bilang kalau dia berdoa supaya papa cepat mati saja. “Yang benner aja,” pikirku dalam hati.
Lewat satu artikel
yang dipublikasikan di Christiantoday.com,
dengan judul yang amat menarik (menurutku), aku pun digelitik lagi soal doa aneh
semacam ini. Artikelnya diberi judul ‘Can it be right to pray for someone to die?
Yes, say the Psalms’. Judul ini mendorongku buat menuliskan kebenaran di balik dari doa yang cukup aneh ini.
Mari kita mulai
dari cerita awalku. Jawaban pertama yang aku dengar soal ‘mendoakan supaya seseorang
mati’ itu ternyata dianggap sah-sah aja loh! Kog bisa? Katanya kalau kita berdoa
untuk tujuan supaya kehendak Tuhan jadi di bumi seperti di surga, maka kita pun
bisa memakai kuasa yang dari Tuhan untuk menentapkan umur seseorang di bumi ini.
Tapi sebagai catatan, orang yang kita doakan pun bukan sembarang orang. Dia harusnya
adalah orang yang menantang kedaulatan Tuhan, dikuasai roh jahat dalam hidupnya
dan bahkan dipakai si iblis untuk melakukan kekacauan di muka bumi. Dia bukan hanya
musuh kita saja, tapi juga musuh Tuhan sendiri. Orang-orang semacam inilah yang
perlu kita negosiasikan masa hidupnya kepada Tuhan. Kita memang menyampaikan proposal
ke Tuhan, tapi hasil akhirnya tetap Tuhan sendiri yang menentukan yang terbaik atas jalan hidup orang yang kita doakan tersebut.
Sementara jawaban
kedua aku temukan dari artikel yang aku sebutkan di atas. Di artikel ini, dijelaskan
kalau ‘mendoakan supaya orang mati’ itu sudah lebih dulu dilakukan oleh Daud. Di
Mazmur 55: 12-15, kita bisa baca soal doa Daud meminta Tuhan melenyapkan teman-teman
dan orang kepercayaannya yang sudah mencelanya. Katanya, “Biarlah maut menyergap mereka, biarlah mereka turun hidup-hidup ke
dalam dunia orang mati! Sebab kejahatan ada di kediaman mereka, ya dalam batin mereka.” (Mazmur 55: 15).
Tentu saja doa
Daud ini adalah semacam bentuk ungkapan hatinya yang paling jujur di hadapan Tuhan.
Apalagi mengingat kondisinya yang terhimpit karena dikejar-kejar oleh musuhnya,
yang tak lain adalah Raja Saul sendiri. Kita tahu cerita akhir dari pergumulan Daud
ini, yaitu bahwa Tuhan selalu menyertainya dan menghalau semua musuhnya. Tuhan melakukan
hal ini tentunya nggak semata-mata karena mau memenuhi hasrat atau keinginan Daud.
Tapi Tuhan melakukannya supaya rancangannya atas Daud terjadi yaitu menjadi raja atas Israel.
Jadi, kita bisa
saja memakai kuasa untuk menentapkan umur seseorang lewat doa kita. Tapi kalau dia
adalah seseorang yang benar-benar seseorang yang sudah mengeraskan hati kembali
kepada Tuhan, dia yang menolak Tuhan dan menunjukkan permusuhan terbuka kepada umat
Tuhan dan kepada kebenaran firman-Nya. Namun, sebelum benar-benar memutuskan untuk
meminta Tuhan mencabut nyawa seseorang, ada baiknya dengan tulus, rendah hati dan
diserta hancur hati meminta supaya orang itu diubahkan hatinya, sikap, karakter dan perilakunya (Roma 2: 3-9).
Surga tentu akan jauh lebih bersukacita kalau satu jiwa diselamatkan dari kebinasaan daripada dia secara langsung diserahkan ke dalam jurang maut.
Sumber : Jawaban.com