Sebagai negara yang
beragama, angka kejahatan korupsi di Indonesia termasuk salah satu yang tinggi.
Setidaknya itu bisa dilihat dari banyaknya pejabat publik yang ditahan terkait
hal tersebut. Mengenai ini, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto mengungkapkan jawabannya.
“Mungkin pemahaman agama
kita tidak dengan hati…..hanya di mulut, sehingga tidak merasa bersalah. Dan
orang yang merasa beragama, percaya adanya Tuhan. Tuhan itu Maha Melihat apa yang kita kerjakan. Dengan percaya dengan hati tadi, insya Allah, kita tidak akan berbuat di luar yang ditentukan,
berbuat yang dilarang,” ujar Bibit yang kini menjabat sebagai Ketua Umum
Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) di hadapan para peserta Simposium
Bagi Kebangsaan dan Revolusi Mental di The City Tower, Jakarta Pusat, Rabu (13/9).
Selain itu, Bibit melihat
masyarakat Indonesia masih menganggap ritual agama sebagai ajang untuk dianggap orang baik.
“Tiap minggu ke gereja biar
dibilangnya alim, dia pasti orang baik; tiap jumat ke masjid, orang baik. Ndak.. Bukan itu ukurannya,” sambung Bibit.
Di sisi yang lain, model
dakwah atau model penggembalaan juga memiliki kontribusi dalam menumbuhkan korupsi. “Ada perselisihan di antara di
satu gereja, dia mau dipindah ke wilayah lain, dia gak mau. ‘Kata saya, kenapa
gak mau. Nanti siapa dong pak yang menggembalai umat. Kan ada pendeta baru.’
Selidik punya selidik, ternyata bersumber kepada ini, uang sakramen. Di satu
tempat, yang ditinggalkannya itu, uang sakramennya tinggi, 1 M (satu miliar).
Di tempat yang akan dituju, uang sakramennya kecil karena banyak orang yang tidak punya di situ,” imbuh Bibit.
Penerima Bintang
Adhi Makayasa dari matra Kepolisian tahun 1970 ini pun mengaku menasihati secara
halus kepada pendeta yang akan dipindahkan ke tempat baru tersebut. “Katanya pengikut Kristus, Kristus kan mengorbankan diri, (apalagi kamu) jadi pendeta lagi. Udah sekarang gini, kamu tidak mencontoh Kristus, ya udah,” ungkap Bibit.
Mengakhiri cerita
pengalamannya, Bibit mengatakan bahwa pendeta yang mau dipindah itu ternyata
mendatanginya keesokan paginya. “Dan bilang, iya pak saya salah, saya mau pindah pak. Alhamdullilah,” tutur Bibit.
Sejak terbentuknya KPK,
aksi kejahatan korupsi di Indonesia banyak yang terkuak. Pelakunya pun satu per
satu mulai ditangkap dan dibawa ke pengadilan. Hasilnya, sejumlah pejabat daerah
hingga anggota dewan yang terbukti melakukan korupsi sekarang ditahan untuk
mempertanggungjawabkan kejahatan mereka.