“Saya tidak
percaya bahwa agama itu adalah alat pemecah belah bangsa, yang memecah belah
bukan agamanya, tetapi yang memecah belah adalah orang yang menggunakan agama untuk
kepentingan mereka,” demikian diucapkan Yenny Wahid, Direktur Eksekutif Wahid Institute ini.
Hal ini
disampaikan Yenny mengingat masih banyak pemeluk agama yang memanfaatkan agama untuk
tujuan yang tidak benar. Dia menilai kalau pemeluk agama di Indonesia masih belum hidup sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya.
“Ada pemeluk
agama yang sangat dokmatik, menganggap agamanya itu alat untuk membuat dirinya merasa
paling superior, yang lain dianggap kafir atau orang yang tersesat,” ucap Yenny
melanjutkan saat menghadiri acara talkshow ‘Melody of Diversity’ yang digelar oleh
sebuah organisasi keagamaan asal Jepang bernama Soka Gakkai di Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (10/9).
Melody of
Diversity sendiri adalah rangkaian kampanye perdamaian yang dilakukan oleh Soka
Gakkai bersama Wahid Foundation dengan melibatkan berbagai kalangan mulai dari mahasiswa
dan juga masyarakat umum. Lewat talkshow ini pihak penyelenggara bertujuan untuk memberi masyarakat wawasan dan kesadaran soal keberagaman di Indonesia.
Yenny pun menyerukan
untuk stop tindakan mengkambinghitamkan agama untuk tujuan merusak persatuan dan
kesatuan bangsa. Karena agama itu sendiri sejatinya hadir untuk tujuan menjauhkan manusia dari kegelapan hati dan menghantarkan setiap orang dekat kepada Tuhan.
“Agama mengajarkan
sifat-sifat yang ilahiah, dan harus ditiru oleh makhluk ciptaanNya. Jadi agama itu
isinya tentang kebaikan semua,” lanjut Yenny. Jadi bukan agamanya yang menjadi alat.
Melainkan, attitude kita mengenai agama,” terangnya.
Selain menyuarakan
perdamaian, putri Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid ini pun vokal
menyuarakan soal sikapnya terhadap kasus Rohingya di Rakhine, Myanmar. Dia meminta
supaya semua pihak yang mendukung kekerasan yang dialami kaum Rohingya jangan dikait-kaitkan
dengan isu agama. Sebab kasus itu tidak semata-mata timbul hanya karena masalah agama.
“Yang harus
kita protes adalah tindakan perlakuan militeristik dan represif terhadap HAM dari
warga Rohingya, itu yang harus kita protes tapi jangan bawa-bawa agama karena itu
tidak tepat,” imbaunya.
Dia mendukung
sepenuhnya empati dari masyarakat dunia terkait tindakan diskriminatif bagi semua
orang yang mengalaminya. Tapi jangan sekali-kali membela hanya karena masalah agama.