Sepekan belakangan,
konflik Rohingya jadi topik utama yang terus diperbincangkan oleh masyarakat
kita. Kasus ini jadi makin panas karena diaduk dengan isu agama. Menyedihkannya,
banyak masyarakat kita yang terpancing dan mulai gelap mata menanggapi masalah yang dialami umat Muslim Rohingya Myanmar ini.
Sebagai bentuk
pembelaan, sejumlah saudara setanah air kita rencananya akan menggelar pengepungan
di seluruh kompleks bangunan bersejarah Budha, Candi Borobudur di Magelang pada
Jumat, 8 September 2017. Mereka kabarnya merupakan sekelompok orang yang menamai
diri alumni 212 yang hendak memberi dukungan lewat aksi damai peduli Rohingya di Masjid An Nuur Komplek Pemerintah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Menanggapi hal
itu, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla angkat suara lewat pernyataannya Selasa,
5 September 2017 kemarin. Dia mengingatkan bahwa duduk persoalan kasus Rohingya
di Rakhine, Myanmar ini bukanlah hanya menyangkut persoalan agama. Melainkan persoalan multidimensi mulai dari unsur sejarah, ekonomi, politik serta agama.
“Ada 100 lebih
masjid di Yangon, Myanmar, tidak ada masalah antara Buddha-Muslim. Jadi masalah
Rohingya itu ada beberapa masalah, ada masalah sejarah. Sama dengan etnis Tamil
di Sri Lanka, masalah politik juga. Tapi masalah agama ada juga, ekonomi,” ucapnya, seperti dikutip Kompas.com, Selasa (5/9).
Karena itu,
Wapres mengimbau supaya masyarakat tidak buru-buru bereaksi dengan tindakan-tindakan
yang gegabah. Hal ini penting diperhatikan supaya kasus semacam itu tidak memicu masalah baru serupa di tanah air.
“Seperti saya
katakan, masalah Rohingya itu masalah setidaknya empat faktor masalah. Bukan hanya
agama. Jadi ini kita harap jangan sampai konflik itu juga terjadi di Indonesia,” lanjutnya.
Himbauan wapres
tentunya perlu didengarkan menyusul rencana aksi pengepungan Candi Borobudur di
Magelang, yang sebagaimana kita tahu adalah bangunan Budha yang paling bersejarah di Indonesia.
Sementara sejumlah
lembaga Islam seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerakan Pemuda (GP)
Ansor mengingatkan supaya masyarakat Indonesia perlu lebih jeli menanggapi kasus Rohingya dan tidak asal bertindak hanya karena alasan agama.
Ketua Umum Gerakan
Pemuda (GP) Ansor, Yagut Cholil Qoumas dengan keras mengatakan kalau rencana pengepungan
Borobudur hanyalah tindakan orang-orang yang mudah tersulut isu agama. Karena kasus
Rohingya itu sesungguhnya tak ada sangkut pautnya dengan Indonesia.
Jadi kalau aksi
kepung Borobudur dan aksi-aksi lainnya masih terus dilanjutkan dengan alasan solidaritas atas nama agama,
itu artinya masyarakat Indonesia masih belum dewasa dalam menanggapi masalah yang
muncul.