Sepekan belakangan
ini, kata ‘Saracen’ akrab memenuhi headline di berbagai media nasional. Usut punya
usut ternyata Saracen adalah sekomplotan orang yang sudah sejak lama memainkan peran menebar isu SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) di Indonesia.
Sindikat yang
mulai beroperasi sejak tahun 2015 ini dilaporkan bekerja secara profesional atau
dibayar oleh kelompok pemilik kepentingan politik untuk menebar hoaks lewat 800.000 akun media sosial mereka.
Sayangnya, Direktorat
Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri berhasil membongkar kedok pelaku tindakan
memecah belah kesatuan ini. Operasi pembongkaran ini pun mulai dilakukan sejak Juli
2017 lalu sampai sekarang dan berhasil mengamankan tiga pelaku diantaranya MFT, JAS dan seorang wanita SRN.
Terkait
keberhasilan inilah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mengusut tuntas tindakan kejahatan siber ini.
“Saya sudah
perintahkan kepada Kapolri diusut tuntas, bukan hanya Saracen-nya saja, tapi siapa yang pesan, siapa yang bayar, harus diusut tuntas,” ucap Jokowi.
Presiden menghimbau
supaya komplotan ini harus diusut sampai ke akar-akarnya karena ditakutkan bakal
jadi virus pemecah belah bangsa. “Kalau sudah memecah belah, menebarkan hal yang fitnah, mencela orang lain, berbahaya bagi NKRI,” ucapnya.
Itu
sebabnya presiden berpesan supaya masyarakat memakai media sosial secara
bertanggung jawab dengan menebar hal positif dan memakai bahasa yang santun dan sopan.
Mengenal sindikat Saracen
Berdasarkan
arti katanya secara harafiah, Saracen berasal dari bahasa Inggris Tengah yaitu ‘sarrazin’.
Sesuai dengan pengertiannya di Wikipedia, Saracen diartikan sebagai istilah yang
dipakai oleh orang Kristiani Eropa khususnya di Abad Pertengahan untuk merujuk kepada orang yang memeluk agama Islam.
Nama inilah
yang dipakai pelaku kejahatan siber di Indonesia ini. Selama mejalankan operasinya
para pelaku menyebar hoaks atau berita bohong di media sosial. Orang-orang di dalamnya pun dibayar secara profesional sesuai dengan permintaan dari klien.
Selain media
sosial, sindikat ini menebarkan kebohongannya lewat Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com dan sejumlah grup di Facebook.
Untuk menawarkan
jasanya, sindikat Saracen akan menunjukkan proposalnya kepada calon klien. Harganya pun sesuai dengan yang sudah mereka tentukan.
“Mereka menyiapkan
proposal. Dalam satu proposal yang kami temukan, itu kurang lebih setiap
proposalnya nilainya puluhan juta rupiah,” ucap Kombes Irwan Anwar, Kasubdit 1 Direktoart Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Atas perintah
Presiden Jokowi, polisi pun masih akan terus melakukan penyelidikan guna membongkar
akar dari sindikat kejahatan siber ini.
Semoga dengan
penemuan ini, akan berdampak lebih baik bagi penggunaan internet di tanah air. Sementara
para pelaku juga harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku supaya timbul
efek jera bagi pelaku itu sendiri.