3 Teladan Pernikahan yang Patut Dipelajari dari Pasangan Martin dan Khatarina Luther
Sumber: abidanshah.com

Marriage / 26 July 2017

Kalangan Sendiri

3 Teladan Pernikahan yang Patut Dipelajari dari Pasangan Martin dan Khatarina Luther

Lori Official Writer
9546

Siapa yang nggak kenal sama reformator protestan yang satu ini. Ya, Martin Luther lahir 500 tahun silam tapi kenangan akan dia tetap abadi setelah semua perjuangannya yang menghasilkan apa yang dinikmati gereja protestan saat ini.

Tentu saja kita nggak cuma sebatas tahu soal perjuangannya saja. Tapi di sisi lain kehidupannya, Martin Luther juga menyimpang kisah kehidupan yang patut diteladani yaitu kisah pernikahannya dengan seorang mantan biarawati Khatarina.

Awalnya Luther memang tak berniat untuk menikah. Dalam artian, dirinya memilih untuk melajang saja. Apalagi saat itu dirinya secara ekstensif dan berapi-api berkhotbah soal teologi pernikahan. Tapi pernikahan itu sendiri justru diakuinya bukan untuk dirinya.

Namun keputusan itu seketika saja berubah sejak Khatarina von Bora hadir. Setelah 18 tahun berada di sebuah biara, Khatarina bersama 11 biarawati lain diam-diam meninggalkan biara di tengah malam dan bersembunyi di gerobak tertutup. Lalu mereka datang menjumpai Luther karena dirinya merasa bertanggung jawab atas hidup para biarawati ini. Dia pun berjanji untuk memastikan bahwa masing-masing akan menemukan pasangan hidup yang sesuai.

Dua tahun setelah pelarian tersebut, hampir semua biarawati itu telah dipersunting, hanya tinggal seorang Khatarina yang masih tetap melajang. Dia menolak untuk menikahi pria yang diperkenalkan oleh Luther. Khatarina pun mengajukan hal yang berani yaitu supaya sang reformator itulah yang menikahinya.

Baik Luther dan Khatarina saling menyayangi. Masing-masing memegang sumpah mereka setelah melewati lorong pintu rumah mereka untuk pertama kalinya sebagai suami istri. Saat itu, Khatarina bisa saja tidak menikah sama seperti Luther. Namun di masa itu, wanita sama sekali sangat tidak dianggap penting. Karena itu dia hanya punya pilihan menikah untuk mempertahankan hidupnya. Di sisi lain, Luther akhirnya menikah supaya dirinya bisa mempraktikkan teologi pernikahan yang sudah dia sering sampaikan kepada banyak orang Kristen dengan penuh semangat.

Pernikahan mereka, pada awalnya, sangat berbeda dengan apa yang kita harapkan. Tapi lambat laun, pernikahan itu tumbuh semakin membaik. Keduanya pun menjadi pasangan yang terbuka dan saling setia. Mereka membuktikan bahwa kasih yang murni dan lemah lembut benar-benar ada dalam sebuah pernikahan.

Meskipun pengaruh budaya dan aturan ketat sangat mempengaruhi pernikahan lima abad yang lalu, tapi kehidupan pernikahan Luther dan Katharina masih tetap relevan sampai saat ini.

Berikut adalah tiga pelajaran pernikahan dari Luther dan Katharina:

1. Teori menjadi ‘satu daging’ itu adalah sesuatu yang harus terus menerus dipelajari oleh suami istri sepanjang pernikahan

Luther dan Khatarina adalah dua pribadi yang masih saling merasa asing setelah mereka menikah. Katharina bahkan mengaku terkejut ketika mengetahui bahwa Luther adalah pribadi yang sangat kotor karena kasurnya nggak pernah diganti selama setahun. Sementara, Luther di awal pernikahannya sering kali merasa kaget ketika mendapati orang lain di sisinya. Dia memang dikenal sudah terbiasa hidup sendiri selama 46 tahun dan sulit baginya untuk membagi kehidupannya dengan orang lain.

Kisah pasangan ini meyakinkan kita kalau cerita tentang ‘cinta pada pandangan pertama’ dan ‘bahagia selamanya’ itu tidak nyata. Karena pernikahan adalah proses seumur hidup yang terus berlanjut, bukan semacam tombol yang hanya perlu ditekan untuk menyalakannya.

Pernikahan adalah proses untuk menjadi satu. Ada kalanya pasangan akan berhadapan dengan musim-musim yang sulit, tapi ada kalanya musim itu berlalu dan digantikan dengan musim yang baru dan menyenangkan.

Luther dan Katharina sama sekali sangat bertentangan secara karakter, karena dua-duanya sama-sama keras kepala, berpendirian, dan mudah sekali untuk mengkritik. Luther bahkan menganggap Katharina adalah wanita yang sombong saat pertama kali bertemu. Sementara Katharina menganggap suaminya itu adalah sosok yang kasar, temperamental, dan tidak pernah merasa tenang. Tapi seiring berjalannya waktu, kepercayaan dan pemahaman mereka pun diubahkan, pengenalan terhadap masing-masing semakin diperbaharui sepanjang menjalani pernikahan. Proses menjadi ‘satu’ telah mereka pelajari sepanjang usia pernikahan mereka selama 21 tahun.

2. Jangan pernah meninggalkan komitmen pernikahan karena ujian atau masalah

Luther mengaku selalu menghadapi tantangan sepanjang pernikahannya. Pernikahan tidak selalu berjalan mulus dan menyenangkan. Namun karena pernikahan dibangun karena sebuah komitmen, maka Luther harus berjuang untuk tetap mempertahankan pernikahannya.

Saat itu, tak satupun teman dekat Luther yang mendukung pernikahannya dengan Katharina. Karena keduanya bisa dibilang adalah dua mantan orang suci yang pernah mengabdikan diri hanya untuk melayani Tuhan. Pernikahan mereka pun sering kali menjadi sasaran fitnah. Katharina pun tak jarang disebut-sebut sebagai penggoda dan pengkhianat selama bertahun-tahun setelah pernikahannya. Tapi semakin besar badai yang menghantam pernikahan mereka, semakin kuat pula komitmen mereka untuk tetap mempertahankan pernikahan itu.

Mereka juga benar-benar menunjukkan komitmennya untuk saling mencintai dan saling menjaga. Pernah suatu kali ketika Luther sakit karena batu ginjal, Katharinalah yang dengan sigap mencampurkan obat yang tepat dan memberikannya kepada suaminya itu. Dia merawat Luther sampai benar-benar sembuh. Sementara Luther menunjukkan rasa cintanya kepada istrinya itu dengan kadang kala membawa pulang seekor ikan untuk disantap bersama di rumah. Tindakan itu bisa saja menjadi cara sederhana seorang suami menunjukkan romantismenya kepada pasangan di masa itu.

Luther dan Katharina benar-benar berkorban untuk satu sama lain dan saling merawat. Bagi mereka, komitmen berarti mencintai dengan sengaja melalui tindakan yang besar ataupun kecil.

3. Sama-sama sehati untuk mau menjadi pelayan di rumah

Katharina sering kali menjadi tuan rumah yang akan melayani hampir 50 tamu sekaligus, baik yang diundang secara sengaja atau tanpa pemberitahuan sebelumnya. Hampir setiap malam, mereka harus menerima tamu yang ingin tinggal semalam dengan keluarga mereka. Berdiskusi dan berbincang-bincang dengan Luther dan anak-anaknya. Tapi sejauh itu, Katharina tak pernah merasa keberatan. Dia malah dengan senang hati melayani para tamu yang datang dan bahkan menyediakan tempat tidur yang layak bagi mereka.

Kita mungkin seringkali lupa bahwa pernikahan akan membawa bermacam-macam orang asing ke dalam kehidupan kita. Seorang istri mungkin diminta suaminya untuk menjadi tuan rumah di pesta besar yang digelar di rumah. Atau harus melayani mertua dan keluarga dari suami, dan kerendahan hati untuk mau melayani orang lain memang sangat penting dalam sebuah pernikahan. Inilah yang diajarkan Katharina kepada kita.


Teladan Pernikahan yang baik dari Martin dan Katharina Luther

Pernikahan Luther dan Katharina adalah salah satu teladan yang patut kita pelajari dalam pernikahan kita. Mereka mengajarkan kita bahwa baik dalam kondisi susah dan senang, sedih maupun kecewa, mereka tetap berjuang untuk mempertahankan pernikahannya. Pernikahan mereka memang nggak selamanya berjalan mulus; ada banyak hambatan, belokan dan tikungan. Tapi selama 21 tahun menjalani pernikahan itu, keduanya berhasil menunjukkan arti dari ‘menjadi satu’ dengan cinta, kerendahan hati, ketulusan dan pengabdian. Seperti yang dikatakan Luther, “Tidak ada hubungan, persekutuan atau persahabatan yang lebih indah, menawan dan ramah daripada pernikahan yang baik.” Dan mereka membuktikan hal ini melalui warisan cinta, kebahagiaan dan komitmen yang mereka tunjukkan masing-masing.

Pertanyaannya, maukah kita meneladani pernikahan Luther dan Katharina? Jangan pernah menganggap pernikahan seperti konsep yang dianut oleh Hollywood atau dunia yang mengijinkan kita untuk menyerah dalam proses pembelajaran melalui pernikahan. Karena Tuhan sendiri menginginkan kita untuk menang dalam segala ujian hidup. 

Sumber : Christianitytoday.com
Halaman :
1

Ikuti Kami