Siapa yang nggak
kenal sama reformator protestan yang satu ini. Ya, Martin Luther lahir 500
tahun silam tapi kenangan akan dia tetap abadi setelah semua perjuangannya yang menghasilkan apa yang dinikmati gereja protestan saat ini.
Tentu saja kita
nggak cuma sebatas tahu soal perjuangannya saja. Tapi di sisi lain kehidupannya,
Martin Luther juga menyimpang kisah kehidupan yang patut diteladani yaitu kisah pernikahannya dengan seorang mantan biarawati Khatarina.
Awalnya Luther
memang tak berniat untuk menikah. Dalam artian, dirinya memilih untuk melajang
saja. Apalagi saat itu dirinya secara ekstensif dan berapi-api berkhotbah soal
teologi pernikahan. Tapi pernikahan itu sendiri justru diakuinya bukan untuk dirinya.
Namun keputusan
itu seketika saja berubah sejak Khatarina von Bora hadir. Setelah 18 tahun berada
di sebuah biara, Khatarina bersama 11 biarawati lain diam-diam meninggalkan biara
di tengah malam dan bersembunyi di gerobak tertutup. Lalu mereka datang menjumpai
Luther karena dirinya merasa bertanggung jawab atas hidup para biarawati ini. Dia
pun berjanji untuk memastikan bahwa masing-masing akan menemukan pasangan hidup yang sesuai.
Dua tahun setelah
pelarian tersebut, hampir semua biarawati itu telah dipersunting, hanya tinggal
seorang Khatarina yang masih tetap melajang. Dia menolak untuk menikahi pria
yang diperkenalkan oleh Luther. Khatarina pun mengajukan hal yang berani yaitu supaya sang reformator itulah yang menikahinya.
Baik Luther
dan Khatarina saling menyayangi. Masing-masing memegang sumpah mereka setelah melewati
lorong pintu rumah mereka untuk pertama kalinya sebagai suami istri. Saat itu,
Khatarina bisa saja tidak menikah sama seperti Luther. Namun di masa itu, wanita
sama sekali sangat tidak dianggap penting. Karena itu dia hanya punya pilihan menikah
untuk mempertahankan hidupnya. Di sisi lain, Luther akhirnya menikah supaya dirinya
bisa mempraktikkan teologi pernikahan yang sudah dia sering sampaikan kepada banyak orang Kristen dengan penuh semangat.
Pernikahan mereka,
pada awalnya, sangat berbeda dengan apa yang kita harapkan. Tapi lambat laun, pernikahan
itu tumbuh semakin membaik. Keduanya pun menjadi pasangan yang terbuka dan
saling setia. Mereka membuktikan bahwa kasih yang murni dan lemah lembut benar-benar ada dalam sebuah pernikahan.
Meskipun pengaruh
budaya dan aturan ketat sangat mempengaruhi pernikahan lima abad yang lalu, tapi kehidupan pernikahan Luther dan Katharina masih tetap relevan sampai saat ini.
Berikut adalah tiga pelajaran pernikahan dari Luther dan Katharina:
1. Teori menjadi ‘satu daging’ itu adalah sesuatu yang harus terus menerus dipelajari oleh suami istri sepanjang pernikahan
Luther dan Khatarina
adalah dua pribadi yang masih saling merasa asing setelah mereka menikah. Katharina
bahkan mengaku terkejut ketika mengetahui bahwa Luther adalah pribadi yang sangat
kotor karena kasurnya nggak pernah diganti selama setahun. Sementara, Luther di
awal pernikahannya sering kali merasa kaget ketika mendapati orang lain di
sisinya. Dia memang dikenal sudah terbiasa hidup sendiri selama 46 tahun dan sulit baginya untuk membagi kehidupannya dengan orang lain.
Kisah pasangan
ini meyakinkan kita kalau cerita tentang ‘cinta pada pandangan pertama’ dan ‘bahagia
selamanya’ itu tidak nyata. Karena pernikahan adalah proses seumur hidup yang terus berlanjut, bukan semacam tombol yang hanya perlu ditekan untuk menyalakannya.
Pernikahan adalah
proses untuk menjadi satu. Ada kalanya pasangan akan berhadapan dengan musim-musim
yang sulit, tapi ada kalanya musim itu berlalu dan digantikan dengan musim yang baru dan menyenangkan.
Luther dan Katharina
sama sekali sangat bertentangan secara karakter, karena dua-duanya sama-sama keras
kepala, berpendirian, dan mudah sekali untuk mengkritik. Luther bahkan menganggap
Katharina adalah wanita yang sombong saat pertama kali bertemu. Sementara Katharina
menganggap suaminya itu adalah sosok yang kasar, temperamental, dan tidak
pernah merasa tenang. Tapi seiring berjalannya waktu, kepercayaan dan pemahaman
mereka pun diubahkan, pengenalan terhadap masing-masing semakin diperbaharui sepanjang
menjalani pernikahan. Proses menjadi ‘satu’ telah mereka pelajari sepanjang usia pernikahan mereka selama 21 tahun.
2. Jangan pernah meninggalkan komitmen pernikahan karena ujian atau masalah
Luther mengaku
selalu menghadapi tantangan sepanjang pernikahannya. Pernikahan tidak selalu berjalan
mulus dan menyenangkan. Namun karena pernikahan dibangun karena sebuah komitmen, maka Luther harus berjuang untuk tetap mempertahankan pernikahannya.
Saat itu, tak
satupun teman dekat Luther yang mendukung pernikahannya dengan Katharina. Karena
keduanya bisa dibilang adalah dua mantan orang suci yang pernah mengabdikan diri
hanya untuk melayani Tuhan. Pernikahan mereka pun sering kali menjadi sasaran fitnah.
Katharina pun tak jarang disebut-sebut sebagai penggoda dan pengkhianat selama bertahun-tahun
setelah pernikahannya. Tapi semakin besar badai yang menghantam pernikahan mereka, semakin kuat pula komitmen mereka untuk tetap mempertahankan pernikahan itu.
Mereka juga
benar-benar menunjukkan komitmennya untuk saling mencintai dan saling menjaga. Pernah
suatu kali ketika Luther sakit karena batu ginjal, Katharinalah yang dengan sigap
mencampurkan obat yang tepat dan memberikannya kepada suaminya itu. Dia merawat
Luther sampai benar-benar sembuh. Sementara Luther menunjukkan rasa cintanya kepada
istrinya itu dengan kadang kala membawa pulang seekor ikan untuk disantap
bersama di rumah. Tindakan itu bisa saja menjadi cara sederhana seorang suami menunjukkan romantismenya kepada pasangan di masa itu.
Luther dan Katharina
benar-benar berkorban untuk satu sama lain dan saling merawat. Bagi mereka,
komitmen berarti mencintai dengan sengaja melalui tindakan yang besar ataupun kecil.
3. Sama-sama sehati untuk mau menjadi pelayan di rumah
Katharina sering
kali menjadi tuan rumah yang akan melayani hampir 50 tamu sekaligus, baik yang diundang
secara sengaja atau tanpa pemberitahuan sebelumnya. Hampir setiap malam, mereka
harus menerima tamu yang ingin tinggal semalam dengan keluarga mereka. Berdiskusi
dan berbincang-bincang dengan Luther dan anak-anaknya. Tapi sejauh itu,
Katharina tak pernah merasa keberatan. Dia malah dengan senang hati melayani para tamu yang datang dan bahkan menyediakan tempat tidur yang layak bagi mereka.
Kita mungkin seringkali lupa bahwa pernikahan akan membawa bermacam-macam orang asing ke dalam kehidupan kita. Seorang istri mungkin diminta suaminya untuk menjadi tuan rumah di pesta besar yang digelar di rumah. Atau harus melayani mertua dan keluarga dari suami, dan kerendahan hati untuk mau melayani orang lain memang sangat penting dalam sebuah pernikahan. Inilah yang diajarkan Katharina kepada kita.
Teladan Pernikahan yang baik dari Martin dan Katharina Luther
Pernikahan Luther
dan Katharina adalah salah satu teladan yang patut kita pelajari dalam pernikahan
kita. Mereka mengajarkan kita bahwa baik dalam kondisi susah dan senang, sedih maupun
kecewa, mereka tetap berjuang untuk mempertahankan pernikahannya. Pernikahan mereka
memang nggak selamanya berjalan mulus; ada banyak hambatan, belokan dan tikungan.
Tapi selama 21 tahun menjalani pernikahan itu, keduanya berhasil menunjukkan arti
dari ‘menjadi satu’ dengan cinta, kerendahan hati, ketulusan dan pengabdian. Seperti
yang dikatakan Luther, “Tidak ada hubungan, persekutuan atau persahabatan yang lebih
indah, menawan dan ramah daripada pernikahan yang baik.” Dan mereka membuktikan
hal ini melalui warisan cinta, kebahagiaan dan komitmen yang mereka tunjukkan masing-masing.
Pertanyaannya,
maukah kita meneladani pernikahan Luther dan Katharina? Jangan pernah menganggap
pernikahan seperti konsep yang dianut oleh Hollywood atau dunia yang mengijinkan
kita untuk menyerah dalam proses pembelajaran melalui pernikahan. Karena Tuhan sendiri
menginginkan kita untuk menang dalam segala ujian hidup.