Christina Kustini, Perjuangan Ibu Jadi Tulang Punggung Keluarga
Sumber: Jawaban.Com

Family / 24 July 2017

Kalangan Sendiri

Christina Kustini, Perjuangan Ibu Jadi Tulang Punggung Keluarga

Budhi Marpaung Official Writer
6203
Kehidupan Christina Kustini sangatlah susah. Bersama suami dan anak-anak, mereka tinggal di rumah yang begitu kecil. Untuk makan saja, mereka susah.

Jumian, sang suami awalnya bekerja di koperasi. Namun, ia mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK). Sempat mencari kerja ke sana kemari, tetapi tidak kunjung dapat juga. Akhirnya, ia pun mencari uang lewat berjudi.

Kustini sendiri tidak suka memperoleh uang dari hasil judi sang suami. Dengan tenaga yang dimiliki, ia pun mengajukan diri sebagai asisten rumah tangga. Bukan hanya satu, ia bekerja di beberapa majikan.

Walau telah bekerja di beberapa majikan, tetapi pendapatan yang dimiliki tetaplah kurang. Kebutuhan sekolah anak, kebutuhan rumah tangga tidak tertutupi dengan uang yang ada.

Kustini tidak patah arang. Ia tetap melakukan apa yang menjadi tanggungjawabnya dengan baik. Oleh karena pekerjaannya yang bagus, tidak sering ia menerima apresiasi yang baik dari majikan.

Berbagai pemberian yang didapat dari majikan tempatnya bekerja membuat sejumlah ibu sekitar kampung pun membicarakan ia dan keluarga.

“Saya dibilang seorang pengemis, pengemis kelas kakap, yang pinter ngemis dimana-mana karena apa yang saya kerjakan itu membawa nasi banyak, membawa lauk banyak,” ujar Kustini.

Secara kedagingan, Kustini tidak terima dengan gosip-gosip yang beredar. Namun, ia bersabar dan menganggap lalu semua itu.

Suatu kali, Kustini datang memeriksa lemari baju dan alangkah kaget dirinya bahwa uang yang selama ini ia simpan di celengan raib. Ia pun memanggil sang ibu yang tinggal bersama dengan mereka. Namun, sang ibu membantah mengetahui uang itu dan mengatakan kemungkinan Jumian yang mengambilnya.

Tidak lama kemudian sang suami pun datang ke rumah, saat ditanyakan tentang keberadaan uang yang disimpan di celengan, ia berkilah tidak mengambilnya. Meski sudah didesak, tetap saja Jumian tidak mengaku.

Waktu pun berjalan. Ketika Jumian sedang asyik berjudi bersama teman-temannya, aparat kepolisian ternyata melakukan aksi penggrebekan. Jumian tertangkap.

Suami berada di sel penjara, otomatis membuat beban yang harus ditanggung Kustini berkali-kali lipat. Ia bahkan kembali dicibir oleh para tetangga karena suami ditahan dan dianggap tidak mungkin menghidupi satu keluarga seorang diri saja.  

“Orang sekampung selalu menyindir-nyindir ‘lah si Jumidi tertangkap sekarang, mau makan apa dia?’ Yah banyaklah orang menghina,” imbuh Kustini.

Tak mau meratapi nasib, Kustini memilih untuk berjualan gorengan dari kampung ke kampung. Ia pun berdoa kepada Tuhan agar diberikan kekuatan kaki agar bisa melangkah, hati yang lembut untuk dapat mengampuni, serta hikmat agar bisa melewati segala hal di dalam kehidupan dengan baik.  

Suatu waktu ketika ia sedang menjajakan gorengan, Kustini bertemu dengan perempuan yang membeli dagangannya. Di saat itu, perempuan tersebut mengaku terkagum dengan apa yang ditunjukkan olehnya. Meski bertubi-tubi mendapatkan cercaan, tetapi ia tetap menunjukkan wajah yang penuh keceriaan.

“Di situlah saya dapat menceritakan kabar keselamatan dalam penderitaan-penderitaan, dalam kekurangan-kekurangan. ‘Pada saat saya dihina, pada saat dicemooh bahkan dicibir, saya melihat Tuhan Yesus pernah menderita untuk saya. Jadi penderitaan-penderitaan yang saya alami tuh tidak seberat yang Tuhan alami’,” ungkap Kustini.

Di tengah-tengah sedang menceritakan kabar baik, sang anak mendatangi Kustini dan ia mengirimkan kabar bahwa Jumian telah bebas dari penjara. Betapa senang hati Kustini mendengarkan itu dan segera bergegas ke rumah.

Hanya saja kegembiraan itu berlangsung sekejap. Jumian kembali kepada kebiasaan lamanya yakni berjudi. Sedih rasanya Kustini melihat kenyataan itu. Hati ingin rasanya meninggalkan sang suami. Namun, ia memilih untuk bertahan.

Di tengah berbagai situasi yang tidak menyenangkan, Kustini memutuskan untuk terus berdoa kepada Tuhan. Ia berdoa bagi sang suami dan orang-orang yang selama ini mengatakan hal-hal buruk kepadanya dan keluarga. Walau pun berat, ia mau taat kepada Tuhan untuk melepaskan pengampunan kepada tetangga-tetangga yang berkata hal tidak baik.

Apa yang didoakan oleh Kustini perlahan tapi pasti ternyata terlihat jawabannya. Jumian mengajaknya mengobrol dan menceritakan apa yang ia alami malam sebelumnya dimana ia melihat sebuah cahaya yang ia yakini itu adalah Tuhan Yesus.

Peristiwa itu pun membuatnya tersadar dan bahkan bertobat. Seluruh kebiasaan buruknya kini berubah menjadi kebiasaan-kebiasaan yang baik.

Bukan hanya suami, satu persatu anggota keluarga Kustini pun memilih untuk menerima Tuhan sebagai Tuhan dan juruselamat pribadinya. Mereka semua pun memilih untuk hidup di dalam Tuhan.

Sejak hari itu, perekonomian keluarga Kustini mengalami terobosan. Oleh anugerah Tuhan, sampai hari ini ia bisa mengelola rumah kontrakan sembilan kamar.  

“Oleh sebab itu jangan ragu-ragu percayalah kepada Tuhan Yesus karena Yesus Kristus adalah juruselamat dunia. Siapa yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal,” pungkas Kustini.

Sumber : Christina Kustini
Halaman :
1

Ikuti Kami