Kisah Keluarga yang Mengasihi Dalam Keterbatasan di Pedalaman Halmahera

Kata Alkitab / 5 July 2017

Kalangan Sendiri

Kisah Keluarga yang Mengasihi Dalam Keterbatasan di Pedalaman Halmahera

Arbentia Pratama Sumbung Contributor
10163

Tidak terasa sudah enam bulan saya sudah di Jakarta sejak mengabdi di pedalaman Pulau Halmahera, Maluku Utara sebagai pengajar. Masa-masa saya di pedalaman Halmahera selama kurang lebih 10 bulan tidak hanya memberikan cerita-cerita lucu dan pengalaman-pengalaman hidup yang tidak ternilai dan terlupakan tetapi satu hal yang saya syukuri adalah saya bisa belajar banyak dari masyarakat setempat dan bagaimana menjadi pribadi yang lebih rendah hati dan mengasihi tanpa syarat kepada sesama. 

Penempatan saya di Halmahera memang merupakan cara Tuhan untuk kembali menyokolahkan saya melalui ‘sekolah kehidupan’ dengan ‘guru-guru’ yang berasal dari masyarakat setempat dan ‘mata pelajaran’  yang berasal dari semua peristiwa dan kebaikan Tuhan yang saya alami disana.  Tuhan membetuk pribadi saya melalui semua kejadian yang saya hadapi disana agar lebih dekat dan bersandar kepada kekuatanNya. Salah satu  pelajaran hidup yang saya pelajari disana adalah bagaimana mengasihi seseorang dan memberi pertolongan dalam kekurangan. Ada beberapa keluarga disana yang mengasihi saya di dalam semua keterbatasan yang mereka miliki.

Salah satunya keluarga bapak Tommy Mahakena, ayah dari dua anak bernama Nuh dan Feike yang juga merupakan murid setia saya yang selalu setia mengikuti les bahasa Inggris di malam hari. Saya ingat dengan jelas tepat tanggal 24 Juli 2016, waktu sudah menunjukan pukul 18.00 dan saya baru sampai di rumah setelah mengajar full dari pagi sampai sore. Kondisi fisik yang letih, lesu dan lapar membuat saya cepat-cepat untuk menuju dapur untuk melihat jika ada makanan yang sempat dimasak oleh teman-teman atau sisa makanan tadi siang sebelum melanjutkan mengajar les malam pada jam 7.

Ternyata setelah membuka tutup saji, tidak ada satupun makanan yang tersedia, Memang ketika bertugas di pedalaman, hal ini bukanlah hal yang baru untuk saya karena sudah terbiasa meskipun ketika pertama kali datang saya kaget.Terkadang jika ada diantara kita ada yang mau masak, maka kita makan. Jika ada sisa makanan siang, maka itulah yang kita makan untuk malam dan jika tidak ada makanan sama sekali, berarti kita langsung masuk kamar masing-masing untuk segera tidur demi membunuh rasa lapar dan letih.

Malam itu saya sudah lapar sekali, untungnya saya masih punya biskuit di kamar yang biasanya saya makan ketika tidak ada makanan sama sekali. Waktu menunjukan pukul 19.00 setelah mandi dan beristirahat sejenak kembali saya mengajar anak-anak murid saya yang setia dan rajin untuk mengikui les malam. Meskipun kondisi perut masih keroncongan tetapi malam itu saya masih bisa tersenyum karena melihat anak-anak saya yang semangat belajar.   

Ditengah jalannya pelajaran, Feike tiba-tiba mendekati saya dan berkata “Pak guru, nanti selesai les, pak guru ke rumah ya. Papa mau ketemu.

“Ada urusan apa memangnya Feike ?” saya merespon.

Feike hanya terseyum dan berkata, “sudah pak guru datang aja dulu.”

Mendengar itu ketika waktu sudah menunjukan pukul 20.00 saya pun langsung mengakhiri kelas yang biasanya selesai jam 21.00, karena pikir saya tidak enak kalau saya pergi terlalu malam ke rumah Feike. Setelah selesai mengantar anak-anak semua, saya pun langsung menuju rumah Pak Tommy yang ternyata sudah menunggu saya. Tanpa lama-lama beliau langsung menyuruh saya ke dapur yang beralaskan tanah untuk makan bersama.

Saya pun kaget, saya pikir beliau ingin mengajak saya ngobrol tetapi malah diajak makan malam. Tidak sampai disitu teryanata menu makan malam adalah semur ayam yang dimasak oleh Ibu Wiz, istri Pak Tommy. Saya kaget dan bertanya kenapa ayamnya dimasak (kebanyakan masyarakat disana memelihara ayam dan babi untuk dijual, uangnya untuk dipakai untuk beli beras dan ikan).  Memang beberapa minggu saya sempat bercanda dengan anaknya Nuh, kalau ayamnya dipotong saya untuk dimakan ramai-ramai. Dan ternyata ayamnya memang dipotong.  Pak Tommy pun berkata kepada saya, kalau mumpung saya masih di Halmahera jadi tidak apa-apa makan ayam bersama, karena nanti kalau saya sudah pulang ke Jakarta sudah tidak bisa lagi.

Tidak hanya sampai disitu, keluarga pak Tommy selalu mengundang saya untuk makan setiap ibadah minggu. Hampir setiap hari minggu setelah ibadah saya selalu dipanggil untuk mampir ke rumahnya untuk makan bersama karena mereka tahu setiap hari minggu di rumah kami tidak ada tukang masak jadi biasanya tidak ada makan siang dan malam. Dan yang membuat saya heran setiap kali saya diundang makan ke rumahnya pasti ada nasi dan ikan (nasi dan ikan di pedalaman merupakan makanan yang ‘mahal’ karena tidak setiap hari mereka dapat menikmati makanan tersebut, tergantung pendapatan harian mereka.  Terkadang kalau tidak ada uang mereka dapat makan singkong dan pisang rebus berminggu-minggu).

Terkadang setelah keluar ibadah minggu saya biasanya menghindar dari mereka dan langsung cepat-cepat pulang karena tidak mau merepotkan mereka dan ingin kalau makanannya bisa mereka nikmati sendiri saja.Tetapi terkadang Pak Tommy selalu mencegat saya sebelum saya pulang dan menarik tangan saya untuk ke dapur untuk makan bersama. Tidak hanya itu, jika mereka sedang membuat nasi kuning atau mendapat buruan babi hutan, saya selalu diundang, untuk makan bersama.

Suatu malam saya dipanggil lagi untuk makan malam bersama, tetapi kali ini Ibu Wiz agak tertunduk dan meminta maaf kepada saya dan berkata, "Maaf Pak Arben, hari ini kita cuman masak nasi putih dan indomie goreng, belum bisa beli ikan karena belum ada uang." Dengan tersenyum saya bilang, "tidak apa-apa bu saya yang terimakasih banyak masih bisa diajak makan." Malam itu saya ingin sekali meneteskan air mata melihat ketulusan kasih dan kebaikan keluarga ini.

Suatu hari karena penasaran mengenai latar belakang dan pekerjaan Pak Tommy, maka saya memutuskan untuk ngobrol dengan dia. Setelah ngobrol dengan dia, hati saya pun terkejut. Ternyata, Pak Tommy hanyalah buruh  bangunan serabutan yang pendapatanya hanya Rp. 75.000 perhari, itupun kalau ada yang memakai jasa dia. Jika tidak proyek bangunan maka dia pun tidak kerja dan hanya bisa berharap dari hasil kebun dan penjualan beberapa ayam yang ia pelihara. Terkadang kalau tidak ada proyek bangunan maka dia bisa mengangur sampai berminggu-minggu.

Bayangkan 75.000/ hari, dia mempunyai tanggungan dua anak dan 1 istri. Harga beras perliter bisa 7.500 dan tidak mungkin dia hanya beli 1 liter paling tidak bisa 5-10 liter perminggu, harga ikan bisa 15.000-20.000. Belum ditambah untuk membeli minyak, bumbu dapur dan juga bayaran listrik dan biaya anaknya sekolah. Terkadang dia hanya bisa menghasilkan tidak lebih dari 200.000 bahkan mungkin kurang dari itu perminggu. Pak Tommy juga masih berkutat dengan penyakit maag akut dan Ibu Wiz dengan penyakit gula tetapi ditengah kesakitan dan keterbatasan , mereka masih dapat mengasihi dan membagikan berkatnya kepada saya.

Saya tidak habis pikir, kenapa mereka  mau mengasihi saya seperti keluarganya sendiri dan berkorban agar saya dapat enak dan belum tentu juga mereka  sudah makan atau dapat menikmati nasi, ikan, telur, ayam . Pak Tommy bisa saja menikmati semua berkat jasmani untuk keluarga dia, terlebih Ibu Wiz mempunya tujuh saudara kandung yang tinggal berdekatan dengan dia, yang bisa saja makanan-makanan itu dapat dibagikan kepada mereka. Kenapa harus saya yang harus ditolong? Sungguh mereka memberi, berkorban, dan mengasihi saya melalui keterbatasan bahkan jika dibilang dengan sangat kekurangan tetapi tangan mereka tetap terbuka untuk menolong dan mereka tidak pernah meminta timbal balik apapun dari saya.

Melalui perbuatan mereka saya dapat melihat hati Bapa Surgawi yang rela berkorban dan penuh kasih.Seperti tertulis di (1 Yohanes 4:8), "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. Orang yang tidak mengasihi tidak mengenal Allah karena Allah adalah kasih. maka orang yang tiada menaruh kasih itu tiada mengenal Allah; karena Allah itu kasih adanya."

Keluarga Pak Tommy, tidak hanya menunjukan kasih yang luar biasa bagi saya tetapi keluarga ini juga menunjukan bagaimana hidup dengan Iman. Meskipun pendapatanya yang bisa dikatakan kurang dari cukup tetapi mereka dapat memberkati saya terlebih saya pernah bertanya kepada Pak Tommy, "Apakah selama hidupnya dia pernah merasa kekurangan dan mengeluh?" Dengan enteng dia menjawah tidak pernah. Pak Tommy tahu bahwa hidupnya sudah dijamin oleh Tuhan, hanya dengan bermodalkan iman, ia tahu bahwa semua kebutuhan keluarganya sudah dicukupi. Seperti tertulis, Tuhan adalah Jehovah Jireh, Dia yang menyediakan dan mencukupi .

Saya sekarang lebih paham tentang apa itu kasih. Kasih itu merupakan sesuatu yang seseorang berikan dan korbankan kepada kita yang berasal dari lubuk hatinya yang paling tulus bukan karena kesempurnaan atau kelebihan dia.  Orang seperti Pak Tommy dan keluarganya adalah orang-orang yang membuat hidup kita tersenyum, berwarna. Mereka adalah orang-orang yang mempunyai kesungguhan dan ketulusan hati yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang yang berani mengorbankan harta benda, bahkan hidupnya dan merangkul kita dan berjalan bersama dari ujung jurang keputusasaan keluar menuju ujung sumbu pengharapan.

Mereka mengasihi dan berkorban tanpa memikirkan jika dilihat orang lain atau tidak. Mereka melakukan semua itu tanpa diminta atau dipaksa. Mereka menyerahkan impian dan juga kesenangan mereka demi kepentingan orang lain. Bayangkan apa yang terjadi pada Indonesia atau dunia ini jika semua orang melakukan apa yang Pak Tommy dan keluarganya lakukan. Mengasihi dan pengorbanan tidak akan menjadi paksaan atau rutinitas tetapi menjadi gaya hidup dalam bermasyarakatan.  

Saya berdoa agar saya dapat mempunyai hati seperti mereka. Hidup di kota besar seperti Jakarta penuh dengan individualitas tetapi kita semua dapat merubah  dan melakukan perbedaan dengan menjadi pribadi seperti Pak Tommy. Hati yang penuh belas kasihan dan rela berkorban akan memberi warna tersendiri dimanapun kita berada karena jika kita mengasihi dalam kekurangan, kita tahu kita melakukannya itu untuk Tuhan.

Tidak mudah untuk dapat mengasihi dalam kekurangan dan keterbatasan tetapi itulah tujuan hidup yaitu untuk berkorban.  Bayangkan apa yang terjadi jika Tuhan tidak mengasihi manusia dan tidak rela mengorbankan Yesus Kritus untuk menebus dosa kita. Kita semua mungkin sudah tidak mempunyai harapan ketika kita meninggalkan dunia ini. Mengasihi dan berkorban itu sakit dan sulit  tetapi dampak yang akan ditimbulkan akan sangat luar biasa bahkan dapat merubah dunia.

Terimakasih Tuhan Yesus sudah menepatkan saya di Halmahera untuk belajar dan melihat penyertaan dan kasihMu dan sudah membukakan mata hati saya tentang bagaimana mengasihi dalam kekurangan dan keterbatasan. Terimakasih Pak Tommy dan keluarga, keluargamu tidak akan pernah saya lupakan. Kisah pengorbananmu akan saya ceritakan kepada keturunan saya. 

Tulisan ini adalah kontribusi dari visitor Jawaban.com, Anda juga dapat berbagi dan menjadi berkat dengan berbagi kisah inspiratif, kesaksian, renungan, pendapat Anda tentang isu sosial atau berita yang terjadi di lingkungan dan gereja Anda dengan menguploadnya langsung melalui fitur Berani Bercerita di Jawaban.com, info lebih jelas KLIK DISINI.
Halaman :
1

Ikuti Kami