Tidak
ada orang yang sebenarnya ingin mengalami kemalangan, tetapi banyak yang tanpa
sadar justru sepertinya menikmati kemalangan di dalam kehidupannya. Ia menganggap
keadaan orang lain lebih bagus daripada dia. Aku dulu termasuk orang yang seperti itu.
Setelah
bekerja di perusahaan yang sama lebih dari enam tahun, aku melihat keadaanku begitu
menyedihkan. Sementara teman-teman seangkatanku sudah memiliki karir yang bagus
dengan penghasilan yang pastinya lebih tinggi, aku justru merasa berjalan di tempat.
Aku
melihat penghasilan yang kuperoleh sangat sedikitlah jumlahnya. Tidak mungkin aku bisa hidup dengan uang sebesar itu setiap bulannya bertahun-tahun.
Suatu
kali, saat duduk di depan mobil angkutan kawasan perumahan, aku mengobrol-ngobrol
dengan sang supir. Perbincangan itu akhirnya mengarah kepada alasan mengapa
bapak supir itu mau bekerja meski usianya sudah lanjut. “Saya tidak ingin
merepotkan anak. Meski tidak seberapa yang didapat, tetapi saya mah sudah
bersyukur, setidaknya bisa untuk makan dan pegangan sedikit,” ujar bapak supir itu.
Perbincangan
singkat itu sungguh menyadarkanku tentang yang namanya bersyukur. Berterima kasih
kepada Tuhan dengan apa yang dimiliki membuat aku bisa melihat bahwa keadaanku tidaklah menyedihkan. Aku diberkati. Kehidupanku adalah kehidupan yang sangat baik.
Walau
tidak akan mengubah nominal gaji yang masuk di rekening, tetapi dengan mengucap
syukur aku bisa menjalani hari dengan lebih sukacita. Aku tahu apa yang kuterima saat ini adalah perkenanan dari Tuhan.
Aku mau
menutup artikel ini dengan sebuah pernyataan yang diungkapkan oleh Dr. Samuel
Johnson dua ratus lalu dan dikutip oleh Dale Carnegie dalam bukunya berjudul “Petunjuk Menikmati Hidup dan Pekerjaan”: Kebiasaan
melihat sisi terbaik pada setiap kejadian bernilai lebih dari seribu
poundsterling setiap tahunnya.